WASHINGTON (Arrahmah.id) – Amerika Serikat telah mengumumkan sanksi-sanksi yang menargetkan sebuah jaringan yang didukung oleh Iran karena diduga menyediakan dana untuk kelompok Syiah Houtsi di Yaman melalui penjualan komoditas Iran.
Dalam sebuah pernyataan pada Kamis (7/12/2023), Departemen Keuangan AS mengatakan bahwa mereka telah menetapkan 13 orang dan entitas yang diduga terlibat dalam upaya menyalurkan puluhan juta dolar kepada Houtsi.
“Houtsi terus menerima dana dan dukungan dari Iran, dan hasilnya tidak mengejutkan: serangan-serangan tak beralasan terhadap infrastruktur sipil dan pelayaran komersial, mengganggu keamanan maritim dan mengancam perdagangan komersial internasional,” ujar Wakil Menteri Keuangan bidang Intelijen Keuangan dan Terorisme Brian Nelson dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Al Jazeera.
Pengumuman ini muncul ketika Houtsi, sebuah kelompok yang didukung Iran yang telah memperluas pengaruhnya di Yaman selama perang yang berkepanjangan, telah melakukan serangkaian serangan terhadap kapal-kapal komersial di wilayah tersebut dan meluncurkan serangan rudal dan pesawat tak berawak ke “Israel”.
Houtsi mengatakan bahwa serangan-serangan tersebut merupakan respon terhadap serangan “Israel” ke Gaza, di mana “Israel” memerangi kelompok perlawanan Palestina, Hamas.
Pernyataan Departemen Keuangan mengatakan bahwa jaringan ini didukung oleh Korps Garda Revolusi Iran (IRGC), sebuah cabang angkatan bersenjata Iran yang melakukan kegiatan-kegiatan klandestin, dan termasuk serangkaian perusahaan pertukaran mata uang di negara-negara termasuk Yaman, Turki, dan St Kitts and Nevis.
Departemen tersebut mengatakan bahwa Sa’id al-Jamal, yang sebelumnya dijatuhi sanksi karena dugaan aktivitasnya sebagai fasilitator keuangan Houtsi dan Iran, menggunakan jaringan perusahaan-perusahaan penukaran mata uang tersebut untuk menyalurkan dana ke Houtsi. Para pemberi pinjaman uang di Lebanon dan Dubai juga masuk dalam daftar.
“Departemen Keuangan akan terus mengganggu jaringan fasilitasi keuangan dan pengadaan yang memungkinkan kegiatan destabilisasi ini,” bunyi pernyataan tersebut. (haninmazaya/arrahmah.id)