WASHINGTON (Arrahmah.com) – Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menyetujui penjualan 3.000 amunisi berpemandu presisi alias bom cerdas ke Arab Saudi dalam kesepakatan senilai US$ 290 juta atau sekitar Rp 4 triliun.
Penjualan tersebut terjadi pada hari-hari terakhir masa jabatan Presiden AS Donald Trump. Sementara Presiden AS terpilih Joe Biden telah berjanji untuk menghentikan penjualan senjata ke Arab Saudi.
Langkah Biden itu dalam upaya untuk menekan pembeli senjata AS terbesar di Timur Tengah tersebut untuk mengakhiri perang di Yaman yang telah menyebabkan krisis kemanusiaan terburuk di dunia.
Paket penjualan tersebut akan mencakup 3.000 amunisi GBU-39 Small Diameter Bomb I (SDB I), kontainer, peralatan pendukung, suku cadang, dan dukungan teknis, menurut Departemen Pertahanan AS alias Pentagon.
“Penjualan itu akan meningkatkan kemampuan Arab Saudi untuk memenuhi ancaman saat ini dan di masa depan dengan meningkatkan persediaan amunisi udara-ke-darat jarak jauh yang presisi,” kata Pentagon dalam pernyataannya, seperti dikutip Reuters, Selasa (29/12).
Pentagon menambahkan, ukuran dan akurasi SDB I memungkinkan amunisi yang efektif dengan kerusakan tambahan yang lebih sedikit.
Badan Kerjasama Keamanan Pertahanan Pentagon memberi tahu Kongres tentang kemungkinan penjualan pada Selasa. Anggota Kongres marah dengan banyaknya korban sipil di Yaman dan awal tahun ini mencoba tapi gagal memblokir penjualan jet tempur siluman F-35 ke Arab Saudi.
Meskipun telah mendapat persetujuan dari Departemen Luar Negeri, pemberitahuan rencana penjualan oleh Pentagon itu tidak menunjukkan bahwa kontrak sudah ditandatangani atau negosiasi selesai.
Hanya, Pentagon menyebutkan, Boeing Co adalah kontraktor utama untuk senjata tersebut.
SDB I menjadi senjata sejumlah pesawat tempur AS. Misalnya, jet tempur F-16 Fighting Falcon, F-22 Raptor, dan F-35 Lightning II. Kemudian, pembom B-1 Lancer, B-2 Spirit, serta Stratofortress B-52. (Hanoum/Arrahmah.com)