WASHINGTON (Arrahmah.com) – Angkatan Darat AS tengah mempertimbangkan pengiriman sistem pertahanan rudal dan kemampuan lain ke Timur Tengah dalam upaya untuk memerangi potensi serangan rudal oleh pasukan Iran setelah serangan Pengawal Revolusi Islam (IRGC) 8 Januari di pangkalan-pangkalan AS di Irak.
Sekretaris Angkatan Darat Ryan McCarthy mengungkapkan pada Rabu (15/1/2020) bahwa “Operasi Martir Soleimani” Iran, yang terdiri dari serangan di Pangkalan Udara Ayn al-Asad di Irak barat dan pangkalan udara lain di utara di Erbil, telah memicu AS untuk melakukan pertahanan.
“Mereka adalah musuh yang sangat cakap; mereka memiliki kemampuan yang dapat menyerang dan memukul orang Amerika, jadi kami mempertimbangkan kemampuan tambahan yang bisa kami kirim ke kawasan itu,” kata warga sipil terkemuka Angkatan Darat itu kepada wartawan, Rabu (15/1), di Washington, DC, seperti dilansir Military.com.
Meskipun dia tidak menjelaskan secara terperinci tentang apa yang ia maksudkan dengan “kemampuan” untuk dipertimbangkan, dia mengatakan kepada para peserta “itu bisa berupa berbagai enabler seperti pertahanan rudal, jadi kami sedang melihat hal itu.”
Pengumuman McCarthy menyusul Inggris, Perancis, dan Jerman yang memicu klausul perselisihan Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA) melawan Iran pada Selasa (14/1) sebagai tanggapan atas dugaan pelanggaran negara terhadap ketentuan nuklir yang tercantum dalam perjanjian.
“Tiga negara kami tidak bergabung dalam kampanye untuk menerapkan tekanan maksimum terhadap Iran,” bunyi pernyataan bersama itu. “Harapan kami adalah membawa Iran kembali ke kepatuhan penuh dengan komitmennya di bawah JCPOA.”
“Hari ini, tentara Amerika dalam bahaya; esok hari tentara Eropa bisa dalam bahaya,” kata Presiden Iran Hassan Rouhani dalam pertemuan kabinet yang disiarkan televisi pada Rabu (14/1), lapor Associated Press. Dia tidak menjelaskan lebih lanjut tentang masalah ini, tetapi banyak media Barat menganggap pernyataannya sebagai ancaman bagi pasukan Eropa di Timur Tengah.
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Ryabkov secara langsung mengecam pernyataan bersama ketiga negara pada hari Rabu, menyebutnya sebagai “langkah destruktif yang secara dramatis mengurangi peluang untuk melestarikan JCPOA.”
Demikian juga, Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif menuduh Inggris, Perancis, dan Jerman menjual untuk menenangkan Washington dan menghindari tarif baru yang diancam oleh Presiden AS Donald Trump. (Althaf/arrahmah.com)