WASHINGTON (Arrahmah.id) – Duta Besar “Israel” untuk Washington dipanggil ke Departemen Luar Negeri AS pada Selasa (21/3/2023) menyusul kekhawatiran atas UU permukiman baru yang dikecam oleh warga Palestina.
Michael Herzog diinterogasi oleh Wakil Menteri Luar Negeri, Wendy Sherman hanya beberapa jam setelah Knesset “Israel” mengajukan rancangan undang-undang yang dapat membuat permukiman ilegal di Tepi Barat, yang ditinggalkan pada 2005, diduduki kembali.
Ratusan ribu pemukim “Israel” sudah tinggal di permukiman dan pos terdepan di Tepi Barat yang diduduki. Mereka tertuduh atas sejumlah serangan terhadap warga Palestina dan properti mereka.
Pencabutan UU Pelepasan 2005 oleh Knesset “Israel” kemungkinan akan memberanikan para pemukim dan memperburuk kondisi warga Palestina.
“Wakil Menteri menyampaikan keprihatinan AS mengenai undang-undang yang disahkan oleh Knesset “Israel” yang membatalkan aspek-aspek penting dari UU Pelepasan 2005, termasuk larangan mendirikan permukiman di Tepi Barat utara,” kata Wakil Juru Bicara Departemen Luar Negeri Vedant Patel, menurut Haaretz.
Teguran publik terhadap “Israel” oleh pejabat AS seperti itu jarang terjadi, tetapi mencerminkan kegelisahan yang meningkat dalam pemerintahan Joe Biden tentang langkah yang diambil oleh pemerintah Perdana Menteri, Benjamin Netanyahu, khususnya mengenai perluasan permukiman di Tepi Barat yang diduduki.
Pemerintah Netanyahu mencakup beberapa tokoh sayap kanan – seperti Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich – yang merupakan pemimpin terkemuka gerakan pemukim.
Netanyahu menanggapi panggilan tersebut dengan meyakinkan AS bahwa mereka tidak akan menduduki kembali empat permukiman yang dievakuasi pada 2005 tetapi tidak menyebutkan pos-pos lain yang telah dijanjikan pemerintahnya untuk diisi kembali.
“Pemerintah tidak berniat membangun permukiman baru di wilayah ini,” katanya pada Rabu (22/3/2023) menurut The Jerusalem Post.
Ini kontras dengan komentar sebelumnya ketika PM, “Israel” berjanji untuk mengaktifkan kembali permukiman yang ditinggalkan, berjanji untuk membatalkan hukum diskriminatif dan memalukan yang melarang orang Yahudi tinggal di Samaria utara, istilah pemukim “Israel” untuk Tepi Barat Palestina.
Permukiman “Israel” dianggap ilegal menurut hukum internasional dan dipandang sebagai hambatan utama bagi perdamaian dengan Palestina. (zarahamala/arrahmah.id)