HASAKAH (Arrahmah.id) — Lebih dari 50.000 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak dari sekitar 60 negara, yang ditempatkan di sebuah kamp bernama al-Hol, disebutkan sebagai titik nyala penderitaan manusia oleh pemimpin CENTCOM Amerika Serikat (AS), Jenderal Michael “Erik” Kurilla. Hal ini bila terus dibiarkan dapat mendorong generasi baru militan Islamic State (ISIS) muncul di kemudian hari.
“Ini masalah dari neraka untuk AS. Seluruh dunia harus bersatu untuk menyelesaikannya. Ini adalah bom yang menunggu untuk meledak,” tambah Jonathan Lord, peneliti senior di Center for a New American Security, sebuah think tank yang berbasis di Washington.
Menurutnya, seperti dikurip dari Stripes (10/4/2023), pemulangan militan ISIS, anggota keluarga ISIS, dan pengungsi yang tinggal di kamp darurat dan penjara di Suriah akan memakan waktu puluhan tahun. Hal tersebut lambat laun jutru akan semakin membangkitkan jiwa-jiwa militansi bergelora.
Belum lagi masalah milisi sosialis Kurdi, yang dibantu AS, yang masih perlu dilatih, dikoreksi, dan memiliki moral yang rendah dalam menjaga 10.000 militan ISIS yang ditahan mereka.
Tanpa dukungan dana dan senjata AS, para milisi sosialis Kurdi itu kemungkinan besar akan pergi. Akibatnya, peluang militan ISIS untuk berkumpul kembali semakin meningkat.
Paradoksnya, menurut analis regional, kehadiran AS berarti negara-negara lain cenderung tidak berbuat banyak untuk memulangkan keluarga dan bahkan lebih sedikit untuk mengambil kembali para tahanan. Padahal, sudah jelas milisi Kurdi itu sudah tidak mampu menjaganya.
“Solusi terbaik adalah mengeluarkan keluarga dan tahanan dari konflik,” kata Mona Yacoubian, penasihat senior di Institut Perdamaian Amerika Serikat, yang berbasis di Washington.
“Semakin lama ada sejumlah besar penghuni di kamp, semakin besar prospek pelanggaran keamanan atau serangan yang signifikan terhadap kamp tersebut,” kata Yacoubian.
Beberapa negara Eropa mengatakan mereka bersedia untuk mengambil kembali wanita dan anak-anak militan ISIS tetapi mereka tidak menunjukkan minat untuk membawa pulang para militan. Mereka takut para militan justru akan membuat peperangan lain di negara mereka.
“Sayangnya, bila para militan tidak diambil para negara-negara asalnya, ancaman justru akan semakin besar pada milisi Kurdi yang menjaga mereka,” kata Jerome Drevon, analis senior di International Crisis Group yang berbasis di Brussel.
Apalagi jika militer AS meninggalkan Suriah atau berhenti mendukung milisi sosialis Kurdi tersebut. Dipastikan ISIS akan dengan cepat dapat terbentuk kembali dalam waktu satu tahun, kata para analis, menggemakan komentar serupa oleh Kurilla.
“Ini didasarkan pada kemungkinan bahwa (Pasukan Demokrat Suriah), tanpa sumber daya pasukan AS, kemungkinan besar tidak akan memelihara penjara, kemungkinan besar meninggalkannya atau membiarkan ISIS keluar,” kata Charles Lister, seorang peneliti senior di lembaga itu.
Lister menambahkan bahwa pimpinan milisi Kurdi sudah banyak yang mengeluh “Berapa lama kami harus mengamankan dan menjaga warga Anda?”. Mereka meminta para militan ISIS dan keluarganya ini cepat diambil karena mereka sudah tidak sanggup. (hanoum/arrahmah.id)