WASHINGTON (Arrahmah.com) – Presiden AS Barack Obama mengumumkan pada hari Kamis (19/6/2014) bahwa rombongan penasehat militer yang berjumlah hingga 300 orang akan dikirim ke Irak untuk membantu tentara Irak mengusir Mujahidin. Namun Obama menegaskan bahwa AS tidak akan terseret ke dalam perang berdarah lagi di negara itu, sebagaimana dilansir oleh The Guardian.
Rombongan penasihat ini akan melatih dan memberikan saran ekstensif terhadap pasukan Irak. Selama sepekan terakhir, pasukan Irak dibuat tidak berdaya dengan serangan dari Mujahidin.
Pasukan yang diambil dari pasukan operasi khusus AS akan membantu militer Irak untuk mengembangkan dan melaksanakan suatu serangan balik terhadap Mujahidin. Misi mereka kemungkinan akan menyebar ke target-target terpilih untuk melakukan serangan udara, tapi Obama menangguhkan permohonan dari Baghdad untuk segera menggunakan kekuatan angkatan udara AS untuk menghadapi Mujahidin.
Sebaliknya, Obama mengatakan bahwa opsi serangan udara akan lancarkan sebagai cadangan. Setiap serangan seperti itu akan “bertarget” dan “akurat”, kata Obama, dan memperingatkan bahwa nasib negara itu “dipertaruhkan“.
Pertempuran itu berlangsung di Irak pada Kamis pekan lalu saat Mujahin berperang melawan pasukan Irak dalam pertempuran yang intens di kilang minyak Baiji. Kilang minyak itu merupakan fasilitas negara terbesar yang berada antara kota Mosul dan Tikrit, yang keduanya telah dikuasai oleh Mujahidin pekan lalu.
Obama mengatakan bahwa pengiriman penasihat militer ke Irak yang diperkirakan akan diambil dari pasukan operasi khusus AS, tidak akan dilibatkan ke dalam pertempuran. Hanya pemerintah Irak yang mampu menyembuhkan konflik yang merobek negara itu, katanya.
“Pasukan tempur Amerika tidak akan berjuang di Irak lagi,” katanya. “Kami tidak memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah ini hanya dengan mengirimkan puluhan ribu tentara dan melakukan pertumpahan darah dan harta yang telah dihabiskan di Irak.”
Obama menambahkan bahwa sudah menjadi kepentingan nasional AS yang tidak menginginkan adanya perang terus menerus di Irak, dan ia memperingatkan bahwa jika hal itu terjadi maka Irak akan menjadi surga bagi para “teroris”.
Kurangnya intelijen yang handal untuk mengidentifikasi target yang jelas terhadap Mujahidin yang menguasai beberapa kota baru-baru ini merupakan salah satu faktor yang menahan Gedung Putih untuk kembali meluncurkan serangan.
Rombongan pasukan khusus yang dikirim ke Irak akan melatih dan menasihati pasukan Irak yang mengalami kekalahan di Irak utara pekan lalu. Rombongan pasukan khusus itu akan kerahkan di beberapa tim yang terdiri dari sekitar belasan orang, dan dimasukkan ke “pusat operasi bersama” dengan militer Irak, sebuah konsep yang dipinjam dari gelombang pasukan AS tahun 2007-2008.
Tim pertama akan berbasis di Baghdad, terutama di pusat-pusat komando tingkat senior dan kemudian pada tingkat brigade, yang fokus untuk mengkaji apa saja dukungan tambahan yang diperlukan oleh militer Irak.
Para pejabat senior pemerintah AS juga mengatakan bahwa nantinya mereka mungkin akan berbasis di luar ibukota di beberapa tempat seperti Irak utara.
Kehadiran mereka di lapangan, dan dekat dengan medan perang, juga dimaksudkan untuk menyediakan intelijen yang dapat digunakan untuk memandu setiap serangan udara atau rudal.
Obama mengatakan bahwa AS telah meningkat kemampuan intelijennya, pengawasan dan pengintaian di wilayah Irak yang dikuasai oleh Mujahidin. Namun, keputusannya untuk tidak melancarkan serangan udara secara langsung akan mengecewakan pemerintah Irak, yang telah secara resmi meminta agar AS menyediakan angkatan udara di Irak yang kekurangan.
Pemerintahan Obama telah mengatakan bahwa keterlibatan militer oleh pasukan AS tidak akan melibatkan pasukan tempur, dan akan bergantung pada pemerintah Irak untuk membuat upaya bersama untuk menjembatani konflik yang mengancam negara itu.
Obama juga mengatakan bahwa ia akan mengirim Menteri Luar Negeri John Kerry ke wilayah tersebut.
Obama juga menyampaikan pesan tegas kepada Perdana Menteri Nuri al–Maliki tentang perlunya mengambil langkah-langkah mendesak untuk mengatasi permasalah di Irak, dimana para pejabat AS mengatakan bahwa pemimpin Syiah itu telah gagal untuk mengembalikan stabilitas di Irak.
Pemimpin anggota parlemen AS telah menyerukan kepada Maliki untuk mundur, dan para ajudan Obama juga telah menjelaskan tentang frustrasi mereka terhadap Maliki. Beberapa pejabat AS percaya bahwa Irak membutuhkan pemimpin yang baru, tapi ia sadar bahwa Washington mungkin tidak memiliki cukup kekuatan untuk mempengaruhi situasi, kata seorang mantan pejabat senior pemerintah.
Perdana menteri Irak telah memecat beberapa komandan senior dari pasukan keamanan Irak atas kekalahan mereka dalam menghadapi Mujahidin. Sementara itu pada Rabu (18/6) ia mengumumkan bahwa sebanyak 59 perwira militer akan diadili karena telah meninggalkan kota Mosul.
Maliki kini berusaha untuk menggalang relawan syi’ah untuk membantu mempertahankan negara itu dari Mujahidin yang telah maju menuju Baghdad. Sementara itu pihaknya juga meminta bantuan dari AS karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk menangkis serangan Mujahidin tanpa dukungan dari Washington.
(ameera/arrahmah.com)