WASHINGTON (Arrahmah.id) – Amerika Serikat telah setuju untuk melanjutkan pengiriman bom seberat 500 pon ke “Israel” sementara terus menahan pasokan bom seberat 2.000 pon karena kekhawatiran bahwa pasukan “Israel” akan menggunakan senjata-senjata tersebut di daerah-daerah padat penduduk di Gaza, kata seorang pejabat AS.
AS pada Mei menghentikan satu pengiriman bom seberat 2.000 pon (900 kg) dan 500 pon (230 kg) karena kekhawatiran akan dampak yang ditimbulkan oleh senjata-senjata tersebut jika digunakan oleh “Israel” selama invasi daratnya ke kota Rafah di bagian selatan, tempat di mana lebih dari satu juta penduduk sipil Palestina mengungsi.
“Kami telah menjelaskan bahwa kekhawatiran kami adalah pada penggunaan akhir dari bom seberat 2.000 pon tersebut, terutama untuk kampanye ‘Israel’ di Rafah yang telah mereka umumkan akan berakhir,” ujar seorang pejabat AS, yang tidak mau disebutkan namanya, pada Rabu, seperti dilansir Al Jazeera.
Saat diledakkan, bom seberat 500 pon dapat melukai atau membunuh apa saja atau siapa saja yang berada dalam radius ledakan 20 meter (65 kaki).
Bom seberat 2.000 pon memiliki radius kehancuran 35 meter (115 kaki), menurut Project on Defense Alternatives (PDA), yang melakukan penelitian dan analisis kebijakan pertahanan.
Pejabat AS itu mengatakan bahwa pengiriman bom seberat 500 pon berada dalam pengiriman yang sama dengan bom seberat 2.000 pon, yang menyebabkan terhentinya pengiriman bom yang lebih kecil ke “Israel”.
“Kekhawatiran utama kami adalah dan tetap pada potensi penggunaan bom seberat 2.000 pon di Rafah dan di tempat lain di Gaza,” kata pejabat itu.
AS telah memberitahu “Israel” bahwa mereka akan melepaskan bom-bom seberat 500 pon namun tetap menahan bom-bom yang lebih besar, kata seseorang yang mengetahui masalah ini.
Melaporkan dari KTT NATO di Washington DC, Mike Hanna dari Al Jazeera mengatakan bahwa langkah ini “kemungkinan akan meningkatkan kritik terhadap pemerintahan Biden atas dukungannya yang terus menerus terhadap ‘Israel’ dalam perang di Gaza”.
Aliran persenjataan AS yang terus mengalir ke ‘Israel’
Pada Juni, Perdana Menteri “Israel” Benjamin Netanyahu menuduh Washington menahan senjata dan meminta para pejabat AS untuk memperbaiki situasi.
Pemerintahan Biden membantah klaim Netanyahu dan menyatakan kekecewaan atas pernyataannya.
Dalam kunjungannya ke Washington baru-baru ini, Menteri Pertahanan “Israel” Yoav Gallant mengatakan bahwa telah ada kemajuan yang signifikan dalam masalah pasokan amunisi AS ke “Israel”, dengan menyatakan bahwa “hambatan telah dihilangkan dan kemacetan telah diatasi”.
Meskipun ada jeda pada pengiriman tunggal bom seberat 2.000 pon, “Israel” terus menerima aliran persenjataan AS.
Sejak dimulainya perang “Israel” di Gaza pada bulan Oktober dan hingga akhir Juni, AS telah mengirimkan sedikitnya 14.000 bom MK-84 seberat 2.000 pon, 6.500 bom seberat 500 pon, 3.000 rudal udara-ke-darat yang dipandu dengan presisi, 1.000 bom penghancur bungker, 2.600 bom berdiameter kecil yang ditembakkan dari udara, dan amunisi lainnya, demikian laporan kantor berita Reuters.
Pengawasan internasional terhadap operasi militer “Israel” di Gaza semakin meningkat seiring dengan jumlah korban jiwa Palestina yang tewas akibat perang telah melampaui 38.000 orang, menurut Kementerian Kesehatan Gaza, dan telah menyebabkan daerah kantong pesisir itu hancur dan penduduknya berada di ambang kelaparan di tengah-tengah wabah penyakit. (haninmazaya/arrahmah.id)