BAGHDAD — Ratusan warga Irak berkumpul Tikrit untuk melihat proses pemakaman mantan presiden Irak, Saddam Hussein, Ahad (31/1) subuh lalu. Jenezah Saddam dibawa ke pangkalan militer AS di Tikrit dengan menggunakan helikopter AS.
Tikrit, ibu kota Provinsi Salahuddin yang terletak sekitar 80 mil sebelah utara Baghdad, merupakan basis kekuatan mantan presiden yang berkuasa selama hampir seperempat abad itu. Jenazah Saddam dikuburkan di komplek tertutup yang dibangun di desa Ouja yang terletak beberapa mil sebelah selatan Tikrit. Desa tersebut merupakan tempat kehiran Saddam pada 69 tahun dan delapan bulan yang lalu.
Eksekusi mati Saddam, dengan cara digantung di Baghdad, Sabtu (30/12), ungkap seorang ulama syiah terkemuka Lebanon, Mohammed Hussein Fadlallah, sengaja dimanfaatkan pemerintah AS untuk menaburkan benih permusuhan antar-Muslim. ”Beberapa negara berusaha mengekploitsi eksekusi Saddam Hussein yang merupakan penganut Suni untuk memprovokasi perselisihan antara Muslim Suni dan Syiah,” katanya dalam ceramah Idul Adha di Beirut, Ahad (1/1).
Karena itu, Fadlalah meminta agar kedua kelompok Muslim untuk tidak terpancing rencana AS tersebut. Hal itu karena perselisihan antar keduanya dapat menghancurkan Islam. ”Hati-hati dengan perselisihan, karena itu yang diinginkan AS. Mereka ingin balas dendam kepada dunia Muslim dan ingin menghancurkan Islam melalui perang budaya, politik, ekonomi, dan keamanan,” katanya.
Menurut Fadlalah, rakyat Irak hendaknya tidak terpancing dengan pelaksanaan eksekusi mati Saddam. Meski dia merupakan penganut Suni, katanya, Saddam terbukti seorang diktator yang menganiaya rakyatnya sendiri. ”Tanpa menghiraukan keyakinan dia, Saddam terbukti seorang diktator yang menganiaya rakyatnya sendiri,” katanya. Saat ini, Irak terancam mengalami perang saudara akibat terus meningkatnya konflik sektarian antara kelompok Suni dan Syiah.
Reaksi dunia
Berbagai reaksi internasional muncul terhadap eksekusi Saddam. Washington memuji langkah ini sebagai tonggak pemulihan bagi Irak, para pemimpin Eropa mengkritik penggunaaan hukuman mati, sementara dunia Arab sendiri terbelah antara marah dan setuju.
Pihak oposisi Mesir menyesalkan pelaksanaan eksekusi pada hari besar Islam, Idul Adha. ”Untuk mengeksekusinya hari ini sungguh berada di bawah standar kemanusiaan,” kata pemimpin Persaudaraan Oposisi Muslim Mesir, Mohammed Mahdi Akef. Pemerintah Tunisa juga menyatakan penyesalan mendalam atas waktu pelaksanaan eksekusi. Hal tersebut dinilai merupakan serangan serius terhadap hati umat Muslim dunia.
Di Jenin dan Bethlehem, Tepi Barat, lebih dari seribu warga berdemonstrasi merespons eksekusi Saddam. Mereka membawa peti mati dan foto Saddam dan meneriakkan slogan anti AS dan Israel. Di Hebron, orang-orang bertopeng memberondongkan senjatanya ke udara sambil mengusung foto Saddam. ”Tak ada orang yang lebih suportif terhadap perjuangan Palestina selain dia,” kata Khadejeh Ahmad di kamp pengungsian Qadora, Tepi Barat.
Saddam merupakan salah satu pemimpin Arab yang paling populer di mata warga Palestina, dan sekutu paling setia. Ini, selain karena rudal-rudal yang dikirimkannya ke Israel pada Perang Teluk 1991, Saddam telah menggelontorkan jutaan dolar untuk membantu keluarga pejuang bom bunuh diri Palestina dan selalu menyambut para pengungsi Palestina di Irak.
Di Libya, pemerintah mengumumkan hari berkabung nasional selama tiga hari, memasang bendera setengah tiang, dan membatalkan sejumlah perayaan Idul Adha.
Sementara itu, Iran untuk kali ini memiliki pandangan yang sama dengan AS. Presiden Iran, Mahmud Ahmadinejad, berharap eksekusi Saddam akan membawa stabilitas kepada Irak. Menurut Iran, eksekusi Saddam adalah yang terbaik bagi Irak dan kawasan. ”Eksekusi Saddam telah membuat ribuan korban warga Iran, Irak, dan Kuwait bahagia,” kata juru bicara Kementrian Luar negeri Iran. Dari Kuwait, pejabat PM, Sheikh Jaber al-Mubarak al-Sabah, mengatakan Saddam merupakan musuh bagi rakyat Irak dan negara Islam.
Iran memang merupakan salah satu korban sepak terjang Saddam saat negara tersebut diserang Irak pada 1980. Begitu pun Kuwait yang pernah diinvasi Irak pada 1990.
(ap/afp/aru/RioL)