WASHINGTON (Arrahmah.com) – Pemilihan parlemen ke-11 di Bangladesh “tak seimbang” dan “tidak dianggap bebas dan adil”, kata AS dalam sebuah laporan.
Laporan hak asasi manusia Departemen Luar Negeri AS tahun 2018 telah mengkritik pemerintah karena gagal mengambil inisiatif untuk menyelidiki dan menuntut kasus pelecehan dan pembunuhan oleh penegak hukum. Laporan yang dirilis pada Rabu (13/3/2019) di Washington mencatat insiden dugaan pelanggaran hak asasi manusia sepanjang tahun.
Selama kampanye menjelang pemilihan, ada “laporan kredibel” tentang pelecehan, intimidasi, penangkapan sewenang-wenang, dan kekerasan yang “menyulitkan banyak kandidat oposisi dan pendukung mereka untuk bertemu, mengadakan rapat umum, dan berkampanye secara bebas”, departemen luar negari menyatakan.
Pemantau pemilihan internasional “tidak diberi akreditasi dan visa dalam jangka waktu yang diperlukan untuk melakukan misi pemantauan internasional yang kredibel”, lanjutnya.
Hanya tujuh dari 22 LSM Kelompok Pemilu yang disetujui untuk melakukan observasi pemilu domestik, menurut laporan itu.
Pemilu 30 Desember yang “berat sebelah ini tidak dianggap bebas dan adil, dan dirusak oleh penyimpangan yang dilaporkan, termasuk isian kotak suara dan intimidasi terhadap agen dan pemilih pemungutan suara oposisi,” tambahnya.
Mengutip laporan oleh Human Rights Support Society atau HRSS dan kelompok hak asasi Odhikar, departemen luar negeri AS mengatakan lembaga penegak hukum menewaskan lebih dari 400 orang dalam insiden baku tembak dari Januari hingga September.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia dan media melaporkan penghilangan sementara dan penculikan, yang “kebanyakan dilakukan oleh dinas keamanan”, menurut laporan itu.
“Pemerintah melakukan upaya yang sangat minim untuk mencegah atau menyelidiki tindakan seperti itu,” tambahnya.
Selama protes lalu lintas pelajar Agustus, pemerintah memblokir koneksi internet untuk membatasi kemampuan pengunjuk rasa untuk berorganisasi, kata departemen luar negeri AS.
“Stasiun televisi melaporkan bahwa mereka diminta oleh pejabat pemerintah untuk tidak menyiarkan laporan para siswa di jalanan.”
Pemerintah “membatasi atau melarang kebebasan untuk berkumpul secara damai”, kata laporan itu.
Masalah-masalah hak asasi manusia yang disebutkan dalam laporan termasuk pembunuhan di luar hukum atau sewenang-wenang; penghilangan paksa; penyiksaan; penahanan sewenang-wenang atau tidak sah oleh pemerintah atau atas namanya; kondisi penjara yang keras dan mengancam jiwa; tahanan politik; campur tangan sewenang-wenang atau melanggar hukum dengan privasi; sensor, pemblokiran situs, dan pencemaran nama baik kriminal. (Althaf/arrahmah.com)