WASHINGTON (Arrahmah.com) – Sebanyak 80 agen intelejen AS dikirim ke Afganistan oleh Militer Amerika Serikat untuk membantu membendung ancaman infiltrasi Taliban dalam pasukan keamanan Afghanistan, demikian yang dilansir The New York Times, Jumat (10/6/2011).
Hal tersebut terkait upaya peningkatkan pemeriksaan terhadap para calon prajurit serta mempertimbangkan riwayat dari para tentara yang sedang dilatih, kata surat kabar itu mengutip para pejabat militer yang tidak disebut namanya.
Mereka juga berusaha untuk memperbaiki prosedur untuk mengidentifikasi tentara yang paling mudah dipengaruhi untuk direkrut oleh Taliban dan para pendukungnya.
New York Times juga mengutip pernyataan Letkol David Simons, juru bicara Misi Pelatihan NATO di Afghanistan, bahwa sejumlah dari para agen itu telah tiba dan sisanya akan segera menyusul.
Pertempuran antara Taliban dan pasukan NATO pimpinan Amerika Serikat di Afghanistan ‘menghasilkan’ kerugian yang besar setiap tahun sejak invasi tahun 2001. Untuk melawan Mujahidin di ‘daerah kecil’ di pegunungan Afganistan, tahun lalu Washington mengirim pasukan tambahan 30.000 personil ke medan tempur dalam usaha menumpas pemberontakan Taliban dan sekutu-sekutunya.
Namun yang terjadi justru sebaliknya, Mujahidin Taliban lah yang menumpas para tentara salibis. Terkait akan kekalahan demi kekalahan yang dialaminya, sepertinya AS sudah mulai kehabisan cara dalam melawan Mujahidin. Hingga membuat ‘rencana’ menggunakan tentara Afganistan untuk melawan ‘saudara’ nya. Hal ini tentu tidak akan menyurutkan perjuangan Mujahidin. Bagi pejuang Allah, siapa saja, muslim maupun kafir, yang memerangi hukum Allah untuk ditegakkan berarti juga musuh.
Karena hal tersebut, pasukan internasional yang berjumlah 130.000 personil sekarang di Afganistan menurut rencana akan mulai ditarik secara bertahap Juli, dengan polisi dan tentara Afghanistan menurut rencana akan mengambil alih tanggung jawab keamanan secara berangsur sebelum akhir tahun 2014.
Peperangan dengan ‘sekelompok Mujahidin’ melawan negara ‘adi kuasa’ ternyata hanya mentorehkan kekalahan bagi ‘negara adikuasa’ tersebut, tentu saja para tentara AS pun akan pulang dengan rasa malu dan sorak huray karena ketakmampuan mereka ‘bertahan’ di medan perang yang nyatanya membuat mereka selalu merindukan rumah. Sangat berbeda sekali dengan pejuang Islam, yang dengan jelas dan paham benar tujuan dari peperangan yang mereka lakukan. (rasularasy/arrahmah.com)