WASHINGTON (Arrahmah.com) – Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pada Senin (29/6/2020) mengecam Cina setelah menerima laporan bahwa pemerintah Beijing memaksa program keluarga berencana kepada etnis Uighur untuk menekan jumlah populasi mereka.
“Dunia menerima laporan yang mengganggu hari ini bahwa Partai Komunis Cina (PKC) memaksa etnis Uighur dan minoritas lainnya di Xinjiang untuk melakukan sterilisasi, aborsi dan memaksa untuk mengikuti program keluarga berencana sebagai bagian dari kampanye penindasan ynag berkelanjutan,” ujar Pompeo, sebagaimana dilansir Anadolu Agency.
“Adrian Zenz, seorang peneliti asal Jerman yang konsisten memerangi praktik-praktik PKC selama puluhan tahun mengungkapkan bahwa pemerintah Beijing tidak peduli dengan kesucian hidup dan martabat dasar manusia,” imbuhnya.
Pompeo mendesak agar Beijing segera mengakhiri “praktik mengerikan” ini dan meminta kepada semua negara untuk bergabung bersama AS dalam menuntut diakhirinya “pelanggaran yang tidak manusiawi ini”.
Laporan setebal 32 halaman yang ditulis oleh Zenz ditulis berdasarkan pada penelitian yang dilakukan pada tahun 2017-2018 yang menyoroti kampanye penindasan dan penahanan massal etnis Uighur di Xinjiang. Laporan tersebut terungkap pada Sabtu (27/6).
Dalam laporan tersebut, terungkap bahwa tingkat kelahiran di wilayah Hotan dan Kasgar, yang sebagian besar penduduknya adalah Muslim Uighur, anjlok sebanyak 60% dari tahun 2015-2018. Ratusan juta dolar telah dikucurkan pemerintah untuk menyediakan alat kontrasepsi di Xinjiang. Hal tersebut menjadikan kota Xinjiang, yang sebelumnya merupakan daerah dengan pertumbuhan tercepat, menjadi salah satu kota yang paling rendah tingkat kelahirannya hanya dalam beberapa tahun, ungkap penelitian yang dilakukan oleh salah satu pakar di Cina, Adrian Zenz.
“Ini adalah bagian dari kontrol kampanye yang lebih luas untuk menaklukkan Uighur,” ucap Zenz.
Kementerian Luar Negeri Cina membantah laporan tersebut dana mengatakan bahwa pemerintah memperlakukan semua etnis dengan adil dan menyebut laporan tersebut sebagai laporan palsu. (rafa/arrahmah.com)