WASHINGTON (Arrahmah.com) – Pekan ini, Amerika Serikat menjadi tuan rumah pertemuan terakhir dalam serangkaian pertemuan Koalisi Global melawan ISIS di Washington DC, di tengah ketidakpastian yang berkepanjangan dalam kampanye melawan kelompok tersebut, The Diplomat melansir pada Selasa (11/7/2017).
Meskipun mengklaim mengalami kemajuan yang diharapkan dalam kampanye militer melawan kubu ISIS di Timur Tengah, kecemasan masih hadir bagi Washington dan Asia Tenggara mengenai apa arti keuntungan tersebut dalam konteks kampanye yang lebih luas dan juga dampaknya terhadap belahan lain dunia.
Sejak terbentuknya Koalisi pada November 2014, kelompok ini telah berkembang menjadi 72 anggota dan serangkaian kelompok kerja yang mencakup keseluruhan aspek kampanye dari stabilisasi sampai pada propaganda pencegahan.
Timur Tengah tetap menjadi fokus Koalisi terkait kampanye militer untuk mengalahkan ISIS di kubu kembarnya di Irak dan Suriah. Pada pertemuan ini, para anggota menyambut hangat perkembangan terbaru yang didapatkan dalam pertempuran sengit melawan ISIS.
Pada Ahad (9/7), misalnya, Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi memasuki kota Mosul untuk mengumumkan kemenangan atas direbutnya kembali tempat Abu Bakr al-Baghdadi memproklamasikan kekhalifahannya tiga tahun yang lalu.
Koalisi ini melakukan pertemuan di berbagai level dalam serangkaian pertemuan rutin. Pertemuan besar terakhir untuk para menteri luar negeri anggota Koalisi diselenggarakan di Washington DC pada bulan Maret, dan pertemuan terakhir di tingkat direktur politik berlangsung di Berlin, Jerman pada bulan November lalu.
Pertemuan formal para pejabat senior pekan ini direncanakan akan terjadi selama tiga hari, kata pejabat AS.
Pada 11 Juli, Kelompok Kerja Koalisi untuk Kontra Dukungan Keuangan, Pejuang Teroris Asing, Stabilisasi, dan Komunikasi akan bertemu secara individual untuk membahas kemajuan dan langkah selanjutnya di masing-masing bidang ini.
Kemudian, pada 12 Juli, 72 anggota penuh akan bertemu untuk diskusi tentang bagaimana mempercepat upaya untuk mengalahkan ISIS, baik di wilayah yang tersisa di Irak dan Suriah serta cabang, afiliasi, dan jaringannya secara global.
Akhirnya, pada tanggal 13 Juli, Kelompok Kecil Koalisi – yang terdiri dari sekitar 30 anggota kunci – akan bertemu, menyintesis sejumlah program yang dilakukan pada hari-hari sebelumnya.
Selain itu, dalam perhelatan anti-ISIS ini pun AS mengundang perwakilan dari sejumlah negara Afrika, Uni Afrika, dan Gabungan Satuan Tugas Multi Nasional (MNJTF) untuk menghadiri sesi khusus mengenai ancaman Negara Islam di wilayah Danau Chad Basin di Afrika Barat.
Menjelang pertemuan tersebut, pekan ini, Menteri Pertahanan Malaysia Hishammuddin Hussein menangkap kegelisahan di antara beberapa negara Asia Tenggara ketika dia mengatakan bahwa Malaysia berada pada peringatan tertinggi bagi gerilyawan yang melarikan diri ke wilayah tersebut setelah pembebasan Mosul.
“Apa yang terjadi di Timur Tengah berdampak langsung di sini,” klaim Hishammuddin pada Senin (10/7).
“Kemarin, mereka mengklaim bahwa mereka bukan lagi unsur Negara Islam (ISIS) di Mosul dan Raqqa…. Pertanyaannya adalah kemana mereka pergi? Ini perlu kita monitor,” lanjutnya.
Sementara itu, pejabat AS telah menggemakan kekhawatiran yang terdengar dari sejumlah anggota Koalisi mengenai kebutuhan berkelanjutan akan sebuah fokus komprehensif bahkan di tengah keuntungan militer dan dampak kemajuan di bagian lain dunia.
“Pertemuan sedang berlangsung pada saat penting dalam perang melawan ISIS,” kata Heather Nauert, juru bicara Departemen Luar Negeri AS, kepada wartawan pada sebuah briefing Kamis lalu, persis seperti pembebasan Mosul.
“Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan, namun koalisi memiliki strategi yang kuat dan terbukti berkomitmen terhadap penghancuran total ISIS,” tambahnya. (althaf/arrahmah.com)