BOSTON (Arrahmah.com) – Seorang pemuda Palestina dilarang memasuki wilayah AS meski dia merupakan mahasiswa di Universitas Harvard, salah satu universitas elit di AS. Hal tersebut dikarenakan adanya “larangan bagi Muslim” yang diberlakukan di AS setelah Donald Trump berkuasa.
Ismail B. Ajjawi, yang baru berusia 17 tahun, mengaku bahwa dia dihentikan di Bandara Internasional Logan di Boston, di mana petugas imigrasi meminta handphone dan laptopnya untuk diperiksa selama delapan jam.
Juru bicara universitas Jonathan Swain mengatakan bahwa pejabat sekolah sedang berusaha untuk menyelesaikan masalah ini sebelum kelas dimulai pada 3 September mendatang.
“Universitas bekerja sama dengan keluarga mahasiswa dan otoritas terkait untuk menyelesaikan masalah ini sehingga dia dapat bergabung dengan teman-teman sekelasnya dalam beberapa hari mendatang,” katanya, sebagaimana dilansir Daily Sabah pada Selasa (27/8/2019).
Ajjawi menulis dalam sebuah pernyataan bahwa ia menghubungi AMIDEAST, sebuah organisasi nirlaba yang memberikan beasiswa kepada siswa Palestina untuk belajar di AS, guna meminta bantuan hukum.
“Ada alasan mengapa kami menamakan ini Dana Harapan,” ungkap juru bicara AMIDEAST.
“Pejabat Harvard menyadari keadaannya seperti halnya kedutaan besar AS di Beirut. Pengacara Imigrasi kami, Mr. Albert Mokhiber menasihati kami dan melakukan apa yang ia bisa,” imbuhnya.
Selama berada dalam tahanan, Ajjawi mengatakan petugas Patroli Bea Cukai dan Perbatasan secara khusus menanyainya tentang agama dan praktik keagamaannya sebelum ia dideportasi.
“Ketika saya meminta agar mereka mengembalikan ponsel saya sehingga saya dapat memberi tahu mereka tentang situasinya, petugas itu menolak dan menyuruh saya duduk kembali dan tidak diperkenankan bergerak sama sekali,” tulisnya.
“Setelah sekitar lima jam, petugas CBP memanggil saya ke sebuah ruangan, dan dia mulai berteriak kepada saya. Dia mengatakan bahwa dia menemukan orang-orang yang memposting sudut pandang politik yang menentang AS dalam daftar teman saya,” katanya .
Ajjawi mengatakan bahwa dia apolitis dan tidak harus bertanggung jawab atas pos teman-temannya.
“Saya tidak punya satu posting pun di timeline saya yang membahas politik,” katanya.
Tetapi pada akhirnya, pembelaan Ajjawi jatuh pada telinga tuli dan petugas itu membatalkan visa pelajarnya.
Juru bicara CBP, Michael S. McCarthy, mengatakan remaja itu dianggap “tidak dapat diterima.”
Siswa Muslim telah menghadapi rintangan serupa sejak 2017 dalam bentuk penundaan dan penolakan untuk memasuki AS. (rafa/arrahmah.com)