Boston (Arrahmah.id) – Pengadilan federal AS menghentikan deportasi mahasiswi doktoral asal Turki, Rumeysa Ozturk, yang ditahan di Boston. Sementara itu, pengadilan di New Jersey memutuskan untuk memperpanjang penahanan aktivis Palestina, Mahmoud Khalil.
Hakim Pengadilan Distrik Massachusetts, Denise Casper, mengeluarkan keputusan pada Jumat malam waktu setempat setelah menerima permohonan dari pengacara Ozturk. Keputusan itu menunda deportasi mahasiswi Turki tersebut hingga pengadilan menyelesaikan pemeriksaan terkait dugaan pelanggaran kebebasan pribadinya.
Ozturk, yang sedang menempuh tahun terakhir studinya di Universitas Tufts, ditangkap oleh petugas Badan Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE) pada Selasa malam saat hendak menghadiri acara buka puasa di Somerville, Massachusetts.
Departemen Keamanan Dalam Negeri AS menuduh Ozturk terlibat dalam aktivitas mendukung Hamas, yang dikategorikan sebagai “organisasi teroris” oleh AS. Namun, juru bicara Departemen Luar Negeri, Tammy Bruce, menolak menjelaskan alasan pembatalan visa mahasiswi tersebut.
Aktivis Palestina Tetap Ditahan
Di New Jersey, Hakim Pengadilan Federal Newark, Michael Farbiarz, memutuskan untuk mempertahankan penahanan Mahmoud Khalil, mahasiswa Palestina di Universitas Columbia. Keputusan ini diambil dalam sidang pertama yang digelar tanpa kehadiran Khalil.
Khalil ditangkap dua pekan lalu atas keterlibatannya dalam demonstrasi menentang agresi di Gaza di Universitas Columbia tahun lalu. Ia mengklaim dirinya sebagai tahanan politik.
Penangkapannya merupakan bagian dari kebijakan pemerintahan Presiden Donald Trump yang menarget mahasiswa asing di universitas AS dengan tuduhan mendukung terorisme dan anti-Semitisme.
Ratusan demonstran berkumpul di depan Pengadilan Newark untuk mendukung Khalil, membawa spanduk yang menuntut pembebasannya dan mengecam kebijakan Trump terhadap mahasiswa internasional.
Sementara itu, CNN melaporkan bahwa Departemen Luar Negeri AS telah menginstruksikan kedutaan dan konsulat untuk lebih ketat dalam meneliti latar belakang mahasiswa yang mengajukan visa, mencari bukti dugaan keterlibatan mereka dengan organisasi yang dianggap “teroris”.
Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, juga mengumumkan bahwa lebih dari 300 visa mahasiswa telah dibatalkan karena dugaan keterlibatan dalam demonstrasi dan aksi perusakan di kampus.
(Samirmusa/arrahmah.id)