DENPASAR (Arrahmah.com) – Amerika Serikat (AS) sangat tertarik dengan potensi energi panas bumi di Indonesia. Mereka ingin bekerja sama untuk mengelola energi geotermal ini, tetapi pemerintah Indonesia harus mampu memperbaiki iklim investasi terlebih dahulu.
Wakil Menteri Luar Negeri AS untuk Bidang Ekonomi, Energi, dan Pertanian, Robert D Hormats, mengemukakan hal itu dalam diskusi dengan mahasiswa Universitas Udayana, Denpasar, Bali, Jumat (22/7/2011). Diskusi ini juga diikuti mahasiswa di Pusat Kebudayaan AS, @America, di Jakarta, melalui video jarak jauh.
“Dengan potensi energi sebesar 27.000 Mega Watt, energi panas bumi di Indonesia merupakan kesempatan besar bagi kami untuk bekerja sama,” kata Hormats. Perusahaan dari AS dapat bekerja sama dengan perusahaan dalam negeri dengan menyumbang teknologi.
Menurut Hormats, energi panas bumi sangat penting untuk dikembangkan karena ramah lingkungan. Dengan menggunakan energi panas bumi, penggunaan minyak bumi dapat dikurangi.
Selain itu, kata Hormats, jika potensi energi ini dapat dikelola dan dimanfaatkan, pertumbuhan ekonomi di Indonesia akan meningkat. Energi tersebut dapat menghidupi perusahaan manufaktur dan mendorong terbangunnya infrastruktur baru.
Sebelum bekerja sama, AS menginginkan iklim investasi yang baik. “Ini adalah kerja sama jangka panjang sehingga harus ada kebijakan yang jelas dan kepastian dari pemerintah Indonesia,” kata Hormats.
Ia mengeluhkan selama ini perusahaan asing harus melalui proses perizinan yang lama jika ingin berinvestasi di Indonesia, yaitu 49 hari. Sementara di negara lain paling lama hanya 39 hari.
Selain itu, Hormats mengingatkan bahwa kasus korupsi di Indonesia yang cukup tinggi dapat memperburuk situasi perekonomian. “Saya percaya pemerintah Indonesia mempunyai solusi untuk memecahkan masalah ini,” katanya.
Secara terpisah, Deputi Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material, Unggul Priyanto menilai, ajakan kerja sama dari AS ini merupakan kesempatan bagus. “AS penghasil panas bumi terbesar dan mereka punya banyak pengalaman dalam hal itu,” ujarnya.
Namun demikian, kata Unggul, pemerintah Indonesia harus berhati-hati karena beberapa lokasi panas bumi terletak di kawasan konservasi. “Jika terletak di hutan lindung, pemanfaatan energi panas bumi tidak dapat dilakukan, karena hutan harus dibabat,” kata Unggul. (komp/arrahmah.com)