TEHERAN (Arrahmah.com) – Negosiasi pertukaran tahanan antara Amerika Serikat (AS) dan Iran pertamakali dikabarkan stasiun televisi nasional Iran, Ahad (2/5/2021).
Bukan pertama kali kedua negara merundingkan pembebasan warga negaranya yang ditahan. Namun negosiasi kali ini tergolong sensitif lantaran berlangsung di tengah perundingan Perjanjian Nuklir Iran.
Dikutip dari Deutsche Welle (3/5), Teheran sepakat membebaskan tahanan AS dan Inggris, dengan imbalan berupa kucuran dana senilai miliaran Dollar AS milik Iran yang ditahan di luar negeri.
Kabar itu sendiri dibenarkan seorang pejabat yang terlibat dalam proses negosiasi, namun enggan disebut namanya.
Pemerintah AS sebaliknya secara tegas membantah laporan tersebut. Meski demikian, media pemerintah bersikukuh mengabarkan proses negosiasi.
“Sejumlah sumber mengatakan empat warga negara Iran akan dibebaskan, dan dana tujuh miliar US Dollar akan dicairkan bersamaan dengan Iran melepaskan empat mata-mata AS,” kata pembawa acara perempuan di televisi pemerintah.
Tidak jelas apakah laporan itu dipublikasikan oleh kelompok garis keras yang mengelola media corong pemerintah. Dicurigai, mereka ingin menyabotase jalannya perundingan di Wina, Austria, seputar kelanjutan perjanjian nuklir.
Ketegangan antara pemerintah yang moderat dan parlemen yang dikuasai kelompok ultrakonservatif Iran sempat memuncak awal Februari lalu, ketika Teheran mengizinkan inspeksi terbatas IAEA ke fasilitas nuklirnya.
Kabar tersebut buru-buru dibantah Duta Besar Iran untuk PBB, Majid Takht-e Ravanchi ketika diwawancarai kantor berita IRNA.
“Iran selalu menegaskan pentingnya pertukaran tahanan yang komprehensif antara kedua negara,” kata dia tanpa memberikan rincian.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Ned Price, tidak membantah pihaknya sedang menegosiasikan pembebasan, namun menolak klaim perjanjian telah dicapai.
“Laporan bahwa pertukaran tahanan telah disepakati adalah tidak benar,” kata dia.
Hal serupa ditekankan Kepala Staf Ron Klain kepada stasiun televisi CBS. “Sayangnya laporan itu tidak benar. Belum ada kesepakatan untuk membebaskan empat warga AS,” ujarnya.
“Kami bekerja keras untuk membebaskan mereka,” imbuh Klein. “Kami selalu mengangkat hal ini kepada Iran dan juru runding kami. Tapi sejauh ini belum ada kesepakatan.”
Empat warga negara AS yang dituduh terlibat spionase oleh Iran adalah Baquer Namazi, bekas pejabat Iran di era Shah Reza Pahlevi, putranya Siamak, seorang pengusaha bernama Emad Shargi dan pegiat lingkungan, Morad Tahbaz.
Meski dibantah AS, butir perjanjian yang diklaim dalam laporan media pemerintah Iran bisa menjadi acuan perihal agenda negosiasi.
Stasiun Iran juga melaporkan pemerintah telah sepakat membebaskan warga negara Inggris, Nazanin Zaghari Ratcliffe. Sebagai gantinya Inggris membayar utang dari era sebelum Revolusi Islam sebesar USD 552 juta.
Tapi klaim ini pun dibantah pemerintah di London.
Kementerian Luar Negeri Inggris mengaku sejauh ini pihaknya masih “berusaha mencari opsi untuk membebaskan” warga negaranya, dan menolak “mengomentari kasus hukum yang sedang berlangsung:”
Inggris berutang kepada Iran seputar pembelian 1.500 tank tempur oleh Shah Reza Pahlevi, yang tidak dikirimkan menyusul Revolusi Islam 1979.
Banyak pihak yang menilai, penahanan Zaghari-Ratcliffe berkaitan dengan utang tersebut.
Pada 2016, AS sudah membayar utangnya atas pembatalan pengiriman sistem alutsista kepada Iran dari zaman pre-revolusi.
Atas perintah bekas Presiden Barack Obama, AS mengirimkan USD 400 juta dalam bentuk uang tunai yang diangkut dengan pesawat, dan ditukar ke dalam mata uang Iran, Rial, sebelum dibayarkan. (hanoum/arrahmah.com)