WASHINGTON (Arrahmah.id) – Departemen Luar Negeri AS menyatakan lima unit militer ‘Israel’ bertanggung jawab atas pelanggaran berat hak asasi manusia dalam insiden yang terjadi di luar Gaza sebelum agresi ‘Israel’ pada awal Oktober, kata Departemen Luar Negeri pada Senin (29/4/2024), lansir Reuters.
Empat dari unit tersebut telah secara efektif memperbaiki pelanggaran tersebut, sementara ‘Israel’ telah mengirimkan informasi tambahan mengenai unit kelima dan AS terus melanjutkan pembicaraan dengan pemerintah, kata wakil juru bicara Departemen Luar Negeri, Vedant Patel, kepada wartawan.
Penjualan senjata AS ke unit-unit tersebut tidak akan terpengaruh, kata Patel. Ia menolak menjelaskan secara spesifik pelanggaran hak asasi manusia apa yang terjadi, unit mana yang terlibat, atau langkah remediasi apa yang diambil.
“Setelah proses yang hati-hati, kami menemukan lima unit ‘Israel’ bertanggung jawab atas insiden pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Semua ini terjadi sebelum 7 Oktober dan tidak ada yang terjadi di Gaza,” kata Patel.
“Empat dari unit-unit ini telah secara efektif memperbaiki pelanggaran-pelanggaran ini, dan hal ini merupakan apa yang kami harapkan akan dilakukan oleh para mitra… Untuk unit-unit lainnya, kami terus melakukan konsultasi dan keterlibatan dengan pemerintah ‘Israel’.”
Perilaku militer ‘Israel’ semakin mendapat sorotan karena pasukannya telah membunuh sekitar 34.500 warga Palestina di Gaza, menurut otoritas kesehatan di wilayah tersebut, banyak dari mereka adalah wanita dan anak-anak. Jalur Gaza telah menjadi gurun pasir, dan kekurangan pangan yang ekstrim telah memicu ketakutan akan kelaparan.
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, awal bulan ini mengatakan dia telah membuat “keputusan” terkait tuduhan bahwa ‘Israel’ melanggar serangkaian undang-undang AS yang melarang pemberian bantuan militer kepada individu atau unit pasukan keamanan yang melakukan pelanggaran berat hak asasi manusia.
Undang-Undang Leahy, yang disusun oleh Senator AS Patrick Leahy pada akhir 1990an, melarang pemberian bantuan militer kepada individu atau unit pasukan keamanan yang melakukan pelanggaran berat hak asasi manusia dan belum diadili.
Sebuah sumber yang mengetahui masalah ini mengatakan kepada Reuters pada Jumat (26/4) bahwa Amerika Serikat telah menerima informasi baru dari otoritas ‘Israel’ mengenai unit khusus Pasukan Pertahanan Israel (IDF) yang dilaporkan akan ditunjuk oleh Washington untuk menangani tuduhan hak asasi manusia di Tepi Barat.
Mengingat informasi baru ini, Washington sedang mencari tahu apakah unit tersebut berada di jalur remediasi, kata sumber itu.
Unit khusus yang terlibat, battalion Netzah Yehudah, dibentuk pada 1999 untuk mengakomodasi keyakinan agama Yahudi ultra-Ortodoks dan anggota militer nasionalis agama lainnya. (zarahamala/arrahmah.id)