WASHINGTON (Arrahmah.com) – Amerika Serikat akan meninggalkan sekitar 200 tentara di Suriah untuk jangka waktu tertentu, Gedung Putih mengumumkan, ketika Presiden Donald Trump membatalkan penarikan pasukan sepenuhnya, lansir Al Jazeera pada Jumat (22/2/2019).
Dalam deklarasi tiba-tiba, Trump mengatakan pada bulan Desember bahwa Negara Islam Irak dan Levant (ISIL, juga dikenal sebagai ISIS) telah dikalahkan di Suriah dan ia pun memerintahkan penarikan 2.000 tentara AS dari negara yang dilanda perang tersebut.
Tetapi presiden telah berada di bawah tekanan dari banyak penasihat untuk menyesuaikan kebijakannya, yang menuai kritik, termasuk dari anggota partai Republik sendiri.
Para kritikus ini mengecam sejumlah kemungkinan hasil dari penarikan mundur yang dinilai tergesa-gesa, termasuk serangan Turki terhadap pasukan Kurdi yang didukung AS – sekutu utama Washington dalam perang melawan ISIL – dan kebangkitan kelompok bersenjata.
“Sekelompok penjaga perdamaian yang terdiri dari sekitar 200 personil akan tetap di Suriah untuk jangka waktu tertentu,” kata juru bicara Gedung Putih, Sarah Sanders, dalam sebuah pernyataan.
Keputusan itu diumumkan setelah Trump berbicara melalui telepon kepada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Menurut Gedung Putih, kedua pemimpin sepakat, mengenai Suriah, untuk “terus berkoordinasi pada penciptaan zona aman potensial”.
Turki ingin mendirikan zona aman dengan dukungan logistik dari sekutu dan mengatakan zona itu harus bersih dari milisi Kurdi YPG yang didukung AS, yang dianggap Ankara sebagai kelompok “teroris”.
Seorang pejabat senior pemerintah AS mengatakan keputusan Trump sudah beberapa lama dalam pengerjaan. Tidak jelas berapa lama 200 pasukan itu diperkirakan akan tetap berada di daerah itu atau di mana tepatnya mereka akan dikerahkan.
Meninggalkan bahkan sekelompok kecil pasukan AS di Suriah dapat membuka jalan bagi sekutu Eropa untuk menyebarkan ratusan pasukan demi membantu mendirikan dan mengamati zona aman potensial di Suriah timur laut.
“Ini adalah arahan yang jelas bagi sekutu dan anggota koalisi kami bahwa kami akan berada di lapangan dalam beberapa kapasitas,” kata pejabat senior pemerintahan kepada kantor berita Reuters.
Pada Kamis (21/2), pemimpin Pentagon, Patrick Shanahan, bertemu dengan rekannya dari Belgia. Sebelum pertemuan, Didier Reynders, menteri pertahanan Belgia, ditanya apakah dia akan terbuka untuk menjaga pasukan jika tidak ada pasukan Amerika yang tersisa.
“Kami sedang menunggu persiapan penarikan pasukan AS dan kami sedang menunggu diskusi lebih lanjut,” katanya.
Hingga saat ini, sekutu Eropa telah menghalangi pemberian pasukan kecuali mereka menerima komitmen tegas bahwa Washington masih berkomitmen untuk kawasan tersebut. (Althaf/arrahmah.com)