JAKARTA (Arrahmah.com) – Bertempat di ESQ Leadership Center, Pondok Pinang, Jakarta, Sabtu (17/7), Ary Ginanjar membantah ESQ sesat. Selesaikah masalahnya ?
Di hadapan puluhan media Islam, Ary Ginanjar memberikan penjelasan tentang apa dan bagaimana ESQ, serta membantah tuduhan sesatnya ESQ oleh mufti Malaysia, serta beberapa tuduhan sesat lainnya yang berkembang. Dialog dan tanya jawab berlangsung seru hingga menjelang magrib. Apakah jumpa pers dan dialog ini dapat dianggap cukup untuk membantah bahwa ESQ sesat?
Tuduhan Sesat di Usia 10 Tahun Perjalanan ESQ
Ary Ginanjar pimpinan sekaligus pemilik ESQ Training Center akhirnya angkat bicara. Hal ini terkait dengan difatwa sesatnya ESQ oleh mufti wilayah persekutuan Malaysia, tertanggal 10 Juni 2010. Datuk Hj. Wan Zahidi Wan Teh, mufti resmi wilayah persekutuan Malaysia memuat 10 point kesesatan ESQ yang kini telah tersebar luas di masyarakat.
Membantah tuduhan mufti Malaysia ini Ary Ginanjar mengatakan :
“Tuduhan yang didakwakan pihak Malaysia lebih mengarah pada tudingan bahwa ESQ dinilai liberal dan cenderung pluralis. Itu yang tidak benar. Dan salah satu buktinya, semua wilayah di Malaysia akhirnya mendukung setelah kami jelaskan. Satu-satunya yang melarang tersebut adalah mufti yang belum pernah sama sekali mengundang diskusi ataupun mendengarkan penjelasan kami,”.
Dalam kesempatan jumpa pers tersebut Ary Ginanjar juga membagikan dokumen Penjelasan ESQ Leadership Center Mengenai: Pelarangan Training ESQ oleh Mufti Wilayah Persekutuan di Malaysia. Dalam dokumen tersebut terdapat jawaban atas dakwaan fatwa mufti wilayah persekutuan Malaysia yang menghebohkan tersebut.
Ary Ginanjar juga menceritakan perjalanan ESQ yang sudah 10 tahun berkiprah dan menghasilkan ribuan alumni dari pelbagai kalangan tersebut. Sayangnya, di usia ke-10 tahun itulah ESQ dianggap sesat. Ary Ginanjar mengatakan :
“Kami sudah sepuluh tahun menggelar ESQ. Kalau memang ada masalah, seharusnya dari dulu sudah ada masalah. Yang di training juga dari beragam masyarakat. Sepanjang sepuluh tahun tersebut para ulama dan kiyai pimpinan pondok pesantren yang ikut training dan melihat itu hingga saat ini tidak ada masalah. Ini menjadi masalah karena Malaysia yang belum tahu training menerka-nerka hal tersebut,”.
Betulkah demikian ? Mengapa baru 10 tahun berkiprah baru ESQ dianggap sesat ? Apakah sebelum mufti wilayah persekutuan Malaysia belum ada seorang Ustadz pun yang memberikan fatwa sesat terhadap Ary Ginanjar dan ESQnya ?
Klarifikasi & Uji Shahih Materi ESQ
Setelah break sholat ashar, jumpa pers dan dialog antara media-media Islam dengan ESQ pimpinan Ary Ginanjar kembali berlanjut. Kali ini masuk ke sesi tanya jawab dan klarifikasi tuduhan sesat ESQ. Dalam kesempatan pertama, ditanyakan apakah Ary Ginanjar dan ESQ sudah klarifikasi, mengundang, dan menjawab tuduhan sesat yang dialamatkan kepadanya dari ulama-ulama di Indonesia, seperti dari Ustadz Hartono Ahmad Jaiz.
Ustadz Hartono Ahmad Jaiz dalam situsnya nahimunkar.com mencatat ada 27 penyimpangan ESQ Ary Ginanjar. Ustadz Hajaiz yang dikenal concern meneliti aliran dan faham sesat ini mengungkapkan dalam kutipan-kutipannya Ary sama sekali tidak bersandar kepada rujukan-rujukan primer, melainkan mengekor kepada tokoh-tokoh sufi dan orang-orang yang tidak jelas keislamannya. Maklum, Ary bukan seorang pakar dalam ilmu Agama, melainkan seorang pebisnis tulen. Tetapi ia berani berbicara tentang masalah agama, bahkan dalam hal-hal yang sangat prinsip dalam agama.
Menjawab pertanyaan ini, Ary Ginanjar mengatakan bersedia dan mau diskusi dengan para ulama yang telah memfatwa sesat ESQ. Ary Ginanjar juga mengatakan bahwa dirinya telah diskusi dengan Ustadz Amin Djamaluddin dan bersedia merevisi beberapa tulisan di dalam bukunya yang dianggap menyimpang.
Sebelumnya, Ustadz Amin Djamaluddin, pakar dan pemerhati aliran sesat di Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI), secara blak-blakan dalam sebuah wawancara mengatakan kesesatan ESQ. Berikut sebagian kutipannya :
“Bagi saya, setelah membaca buku “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ” yang ditulis oleh Ary Ginanjar, pemahaman tentang Asmaul Husna itu jelas sangat menyimpang.
Sebab dalam ayat itu kan disebutkan “walillahil asmaa’ul Husna fad’uuhu bihaa.” Begitu perintah Allah dalam Al-Qur’an. Terjemahan Depag disebutkan, “Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu.”
Di situ ada kata “hanya.” Asmaul Husna itu hanya milik Allah. Kita diperintahkan “fad’uhu biha” bermohonlah kepadanya dengan menyebut Asmaul Husna itu, yaitu berdoa dengan menyeru: Ya Allah, ya Rahman, ya Ghaffar, dan seterusnya.
Tapi Asmaul Husna dalam buku ESQ diartikan menyimpang. Misalnya “Al-Majid” diartikan saya bersifat mulia. “Al-Majid”nya Allah diartikan Ary Ginanjar dengan makna “saya bersifat mulia.” Mengaku sebagai orang yang mulia itu adalah sifat yang angkuh dan sombong. Kalau orang lain yang menilai kita mulia, itu ndak masalah. Tapi kalau kita sendiri yang mengaku mulia, ini kan pengakuan yang angkuh dan sombong.
Contoh lainnya, Asmaul Husna “Huwal awwalu wal-akhir” diartikan menjadi “saya bersikap selalu menjadi orang pertama dan terakhir.” Ayat “Huwal awwalu wal-akhir” itu disamakan dengan kita.
Tidak bisa manusia masuk menyerupai asma Allah, kekuasaan Allah, kebesaran Allah, dan Rahman Rahimnya Allah. Tidak bisa! Jangan dibandingkan manusia dengan Allah. Apa sih artinya manusia, kok dibandingkan dengan kebesarannya Allah?
Dalam dialog dan tanya jawab tersebut juga terungkap bahwa sebenarnya pada tahun 2006, Ustadz Farid Okbah, pimpinan Pondok Pesantren Al Islam, Bekasi, telah memberikan penilaian terhadap penyimpangan-penyimpangan ESQ dan disampaikan oleh beliau di Radio Dakta, Bekasi. Ustadz Farid Okbah dapat memberikan penilaian terhadap penyimpangan ESQ karena beliau sendiri pernah ikut langsung training tersebut dan sudah pernah secara tertulis menyampaikan hal tersebut kepada ESQ. Namun, hingga saat ini tidak pernah ada tanggapan dari ESQ.
Terhadap hal ini, Ary Ginanjar mengaku bersedia untuk bersilaturrahmi menemui Ustadz Farid Okbah mendiskusikan dan membahas permasalahan agar tuntas. Sementara itu, Ustadz Hajaiz agak keberatan dan pesimis bertemu dengan ESQ karena dianggap tidak bisa berlaku jujur. Hal ini sebagaimana SMS beliau kepada salah seorang rekan di media Islam.
“Dengan Pak Amin Djamaluddin yang sudah 3 kali saja masih diklaim bahwa hanya persoalan redaksional. Padahal kata Pak Amin, bukan soal redaksional tapi masalah aqidah! Dengan Pak Amin (Usdtadz Amin Djamaluddin) yang duduk di lembaga saja bisa diplintir apalagi dengan saya yang perorangan, “, ujar Beliau.
Kebenaran Tetap Kebenaran, Meski Hanya Seorang Diri!
Dalam kesempatan jumpa pers dan dialog dengan media-media Islam tersebut, Ary Ginanjar juga menegaskan bahwa ESQ (Emotional and Spiritual Quotient) yang ia ajarkan merupakan salah satu metode pendidikan karakter, bukan merupakan lembaga agama ataupun bukan lembaga dakwah.
Ary menjelaskan, ESQ miliknya merupakan salah satu metode training SDM (sumber daya manusia) serta manajemen yang juga menambahkan unsur spiritualitas. Unsur spiritualitas tersebut yang membuat ESQ berbeda. Akan tetapi, ia meyakinkan bahwa metode spiritualitas yang mereka lakukan tidaklah sesat.
Terhadap masalah sesat dan tidak sesatnya ESQ ini, memang akhirnya membutuhkan klarifikasi dan uji shahih materi, dan tidak cukup hanya dengan jumpa pers dan tanya jawab singkat, lalu selesai dan dijustifikasi bahwa ESQ tidak sesat. Karena dibutuhkan pembahasan dan perincian satu persatu materi-materi training ESQ oleh yang memang benar-benar ahlinya.
Karena dalam training-training ESQ, Ary Ginanjar jelas-jelas membawa-bawa agama, bahkan mengutip ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits yang sayangnya menurut penafsirannya sendiri, atau berdasarkan penafsiran yang lemah bahkan menyimpang.
Ustadz Hajaiz secara khusus menanggapi hal ini dalam situs nahimunkar.com, sebagai berikut :
“Ketika berbicara mengenai Allah Ta’ala (dalam hal ini di antaranya asmaul husna) dan mensifati Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, seandainya tidak ada yang mempersoalkannya pun mesti harus berdasarkan dalil (ayat ataupun hadits yang shahih) dan pemahaman yang benar. Itu semua hanya dapat dilakukan oleh yang berilmu, dalam hal ini tentang Allah dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bila tanpa ilmu, maka walau benar, maka tetap dinilai salah, sebab memasuki satu perkara tanpa lewat pintunya. Sehingga, di sini untuk menilai Ary Ginanjar, perlu dibuktikan: apakah dia membawa dalil-dalil yang shahih dan pemahaman yang shahih. juga apakah dia ahli (memiliki ilmu) tentang yang dia kemukakan dan dipersoalkan oleh Mufti dan lainnya itu.
Lantas seandainya dia sudah terbukti bahwa memang punya dalil, dan juga punya ilmu tentang itu, masih pula perlu dinilai, apakah pemahamannya tentang dalil itu benar. setelah itu dilihat pula apakah memang pemakaiannya juga benar.
Bagi yang ahli dan mengerti serta tahu siapa gurunya, dan seperti apa pemahaman gurunya, sebenarnya untuk menilai Ary Ginanjar akan lebih dapat tahu dengan nyata, karena gurunya yang di Bali, mendiang Habib Adnan juga ada buku-buku tulisannya yang dapat dikaji pula beberapa masalah yang ada di dalamnya.
Sangat disayangkan, banyak tokoh yang mendukung Ary Ginanjar tanpa dalil yang jelas. Bahkan (maaf) terkesan seperti orang di dalam kakus, ketika orang di luar kakus menyatakan bahwa isi dalam kakus itu bau, kemudian buru-buru orang dalam kakus bilang, sama sekali tidak bau.
Maaf, kalau perkataan ini kurang pas, ini sekadar mengingatkan adanya kasus yang sebenarnya memerlukan dalil dan pemahaman yang benar namun disikapi dengan suara semacam koor nyanyian asma (asal mangap). Maaf.”
Justifikasi tergesa untuk tidak menfatwa ESQ sesat memang terasa, sebelum dilakukan klarifikasi dan ujih shahih materi secara mendalam. Jawatan Fatwa Kebangsaan Malaysia (14/7) menyatakan pelatihan yang dilakukan oleh ESQ boleh tetap berjalan, sebagaimana dilansir oleh Republika (15/7).
Dalam dokumen Penjelasan ESQ Leadership Center juga disertakan dukungan dari beberapa lembaga keagamaan di Indonesia, seperti Menteri Agama, NU, Muhammadiyyah, bahkan dari kepolisian. Hal ini sempat disindir oleh salah seorang perwakilan media Islam yang hadir dengan peryataan apakah ESQ berusaha mengumpulkan sebanyak-banyaknya dukungan agar tidak dianggap sesat, meski harus menghalalkan segala cara untuk mendapat rekomendasi tersebut. Tentu saja, peryataan itu dibantah oleh Ary Ginanjar dan mengatakan bahwa hak masing-masing lembaga keagamaan untuk menolak atau menerima ESQ.
Hal ini akhirnya mengungkap sebuah fakta bahwa Surat Rekomendasi Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia (DDII) Pusat yang dimuat di Republika (13/7) di halaman 25, tidak sah mewakili sikap resmi DDII. Ustadz Syuhada Bahri, Ketua Umum DDII pada hari Jum’at (17/7) membantah telah mengeluarkan surat rekomendasi yang mendukung ESQ Ary Ginanjar.
Sebelum magrib, acara jumpa pers dan tanya jawab antara ESQ dan media-media Islam diakhiri. Banyak hal belum terjawab secara tuntas. Beberapa media Islam menawarkan kepada Ary Ginanjar dan ESQ agar kembali berdialog dan terus mengklarifikasi seluruh materi-materi training ESQ, baik secara formal maupun non formal. Media-media Islam berjanji dan bersedia untuk memfasilitasi dan memediasi Ary Ginanjar dengan beberapa Ustadz yang secara kritis telah membedah ESQ. Semua ini demi menjaga kemurnian aqidah Islam, kemaslahatan ummat, dan melakukan tugas amar ma’ruf nahi munkar media-media Islam. Bukankah secara tegas telah disampaikan dalam sebuah hadits dimana Sahabat Abdullah bin Mas’ud r.a. pernah berkata :
“Tetaplah bersama Jama’ah (kebenaran) meskipun jika kamu seorang diri.”
Wallahu’alam bis showab!
(M Fachry/arrahmah.com)