YANGON (Arrahmah.com) – Pasukan Penyelamat Arakan Rohingya (ARSA) mengeluarkan pernyataan resmi pada Senin (28/8/2017) mengenai situasi terbaru yang sebenarnya tengah berlangsung di negara bagian Rakhine, di tengah maraknya pemberitaan yang mengacu pada pengumuman resmi pemerintah Myanmar bahwa kelompok ini ada di balik kekerasan di wilayahnya.
ARSA mengungkapkan bahwa Myanmar, baik pemerintah maupun militer, tengah melancarkan kejahatan perang terhadap warga sipil Muslim yang tinggal di desa-desa di negara bagian Rakhine serta dengan semena-mena melabeli mereka yang dengan sekuat upaya membela diri melawan kedzaliman dan penindasan tersebut sebagai terorisme.
“Belakangan ini, rezim brutal militer Burma (Myanmar) tengah melancarkan ‘Kejahatan Perang’ terhadap Muslim Rohingya dengan melemparkan granat dan membunuh warga sipil tanpa pandang bulu. Bahkan Kantor Kanselir Negara Burma menggunakan banyak foto mayat warga sipil yang tewas dengan melabeli mereka sebagai teroris lewat beberapa pernyataan pers yang mereka keluarkan secara resmi.”
Lebih lanjut, ARSA membeberkan bahwa bersama dengan kelompok ekstrimis Buddha, militer Myanmar mengepung tempat tinggal Muslim Rohingya dan menggencarkan kejahatan yang sangat tidak manusiawi, termasuk di antaranya melecehkan hingga memperkosa kaum perempuan serta menjarah kekayaan warga, bahkan tanpa melewatkan binatang ternak kecil seperti ayam dan kambing. Setelah itu, mereka membakar rumah-rumah Muslim Rohingya untuk memastikan bahwa kaum Muslim Rohingya mengalami penderitaan yang maksimal atas teror dan kerusakan yang mereka lakukan.
“Benar-benar tidak masuk akal pernyataan yang dibuat oleh pemerintah oppresif Burma dan rezim militer brutal Burma bahwa Rohingya membakar habis rumah dan desa mereka sendiri. Sejak tahun 2012, retorika ini telah digunakan berulang kali sebagai taktik penyangkalan atas ‘genosida’ yang sedang berlangsung.”
Pada akhir pernyataan tersebut ARSA menegaskan bahwa organisasi teroris yang sebenarnya menganiaya, membuat kekacauan, serta membuat Muslim Rohingya terusir dari rumah mereka sendiri di negara bagian Rakhine adalah rezim brutal militer Burma (Myanmar).
“Dari fakta yang digambarkan di atas, sangat jelas bahwa “Organisasi Teroris” sebenarnya dalam konflik yang sedang berlangsung adalah rezim brutal militer Burma yang telah hadir dengan persiapan matang selama berbulan-bulan untuk menyebar teror di seluruh wilayah Arakan utara sebagai eksekusi atas Kejahatan Perang, Genosida (pembantaian), dan Kejahatan melawan kemanusiaan terhadap kaum yang paling teraniaya di dunia (Rohingya).”
Tuduh ARSA teroris
Diketahui, rezim Myanmar menyebut ‘teroris’ ARSA mencoba untuk menciptakan sebuah Republik Islam di Rakhine Utara, demikian diungkapkan oleh Menteri Urusan Dalam Negeri Myanmar, Letjen Kyaw Swe, pada Selasa (29/8).
Pemerintah Myanmar juga mengubah istilah ‘teroris ekstremis Bengali’ menjadi istilah baru ‘teroris ekstremis ARSA’ yang mengacu pada pihak yang mereka klaim ada di balik kekerasan yang sedang berlangsung di negara bagian Rakhine utara.
“Teroris ini mencoba untuk membongkar struktur administrasi setempat, katanya saat memberikan penjelasan kepada diplomat asing di Nay Pyi Taw.
Dia menjelaskan bahwa polisi telah mengambil peran utama untuk melindungi penduduk sipil, namun militer sekarang diminta untuk membantu polisi mengingat ancaman yang berkembang di Rakhine utara.
(althaf/arrahmah.com)