PARIS (Arrahmah.com) – Mantan presiden Tunisia Moncef Marzouki mengatakan pada Selasa (30/6/2015) bahwa armada Maroko akan menuju ke Jalur Gaza dalam beberapa hari, sebagaimana dilansir oleh Ma’an News Agency.
Marzouki mencapai bandara Charl Degol di Paris pada Selasa pagi (30/6) setelah ia ditangkap oleh pasukan “Israel” pada Ahad malam. Marzouki terpaksa harus ke Paris pada Selasa.
Menurut laporan berita, Marzouki menggambarkan apa yang angkatan laut “Israel” lakukan terhadap armada itu sebagai “pembajakan yang tidak akan menghentikan kita dari mendukung Jalur Gaza.”
Pada Senin (29/6), “Israel” mendeportasi mantan presiden Tunisia Moncef Marzouki dan anggota parlemen Eropa Ana Miranda setelah mereka ikut serta dalam armada yang berusaha menentang blokade Gaza, kata seorang pejabat “Israel”.
“(Mantan) presiden Tunisia dan anggota parlemen Spanyol terbang pagi ini (Selasa). Ada 14 orang lain yang telah mulai menjalani proses pengusiran,” kata juru bicara otoritas imigrasi “Israel” kepada AFP.
Marzouki, yang secara luas dikenal sebagai aktivis hak asasi manusia, berlayar di atas kapal Swedia, Marianne, dari Gothenburg sebagai bagian dari empat kapal dari Freedom Flotilla III yang berlayar dari Eropa bulan lalu.
“Israel” menyita kapal Marianne yang berbendera Swedia pada Senin (29/6) dan dikawal menuju pelabuhan Ashdod.
Enam belas warga negara asing berada di kapal itu bersama dengan dua warga “Israel”, anggota Knesset Palestina Basel Ghattas dan seorang reporter televisi.
Kedua warga “Israel” itu telah dibebaskan, meskipun Ghattas bisa saja menghadapi sidang parlemen terkait apakah ia harus mendapat sanksi.
Empat kapal armada aktivis pro–Palestina itu telah berusaha mencapai Jalur Gaza untuk menyoroti blokade “Israel” atas wilayah itu yang mereka sebut sebagai tindakan yang “tidak manusiawi dan ilegal“.
Tiga kapal lainnya telah kembali sebelum Marianne itu dibajak oleh angkatan laut “Israel” dalam sebuah operasi yang berlangsung tanpa kekuatan mematikan seperti halnya dalam upaya serupa pada tahun 2010.
Kampanye Freedom Flotilla III datang saat “Israel” menghadapi tekanan berat dari internasional atas tindakannya di Gaza, di mana laporan PBB pekan lalu mengatakan bahwa “Israel” mungkin memiliki kejahatan perang selama konflik 50 hari di Jalur Gaza yang terkepung musim panas lalu.
“Israel” mengatakan bahwa blokade diperlukan untuk menghentikan pengiriman senjata ke Jalur Gaza melalui laut, tetapi kelompok-kelompok hak asasi internasional mengatakan bahwa blokade itu adalah hukuman kolektif dan telah menyebabkan krisis kemanusiaan bagi 1,8 penduduk Palestina di wilayah itu.
Rekonstruksi ribuan rumah yang hancur selama agresi “Israel” belum dimulai, dan blokade “Israel” serta kurangnya dukungan dari donor internasional disalahkan atas tertundanya rekonstruksi Gaza.
Pada tahun 2010, 10 aktivis Turki di kapal Mavi Marmara meninggal dalam serangan “Israel” terhadap kapal itu.
(ameera/arrahmah.com)