Arrahmah.Com–Arkeolog Turki Muazzez Ilmiye Cig dibebaskan dari dakwaan pelecehan terhadap Islam. Tulisannya menyebut jilbab terkait prostitusi dinilai bukan tindakan kriminal. Dengan alasan kebebasan atau demokrasi, di negeri sekuler seperti Turki, para ‘penghina Islam’ seperti ini bisa bisa bebas melakukan penghinaan. Contohnya adalah Arkeolog Turki Muazzez Ilmiye Cig yang diajukan ke pengadilan dengan dakwaan pelecehan terhadap Islam, lolos dari jerat hukum. Tulisannya yang menyebut jilbab terkait prostitusi di masa peradaban Sumeria, dinilai bukan sebagai tindakan kriminalitas.
Di usianya yang hampir menyentuh seabad, perempuan arkeolog itu bisa tersenyum lebar. Dakwaan pelecehan agama yang diarahkan padanya tidak terbukti. Pengadilan Turki, yang menyidangkan kasusnya, membebaskannya dari segala dakwaan sehingga meloloskan dia dari ancaman hukuman tiga tahun penjara.
Kasus itu berawal dari bukunya yang berjudul My Reactions as a Citizen (Reaksiku sebagai Warga Negara). Seorang pengacara Turki Yusuf Akin menilai buku Cig itu menghina umat Islam.
Pasalnya, di buku itu, Cig menuliskan kalau jilbab, yang dikenakan perempuan penganut Islam terkait dengan prostitusi pada masa peradaban Sumeria, yang berkembang 5.000 tahun silam.
Menurut Cig, asal usul jilbab berawal dari Mesopotamia (kini wilayah Iraq tenggara), jauh sebelum agama Islam hadir di dunia. Menurutnya, saat itu, sudah banyak perempuan di wilayah itu yang mengenakan jilbab.
Namun bukan untuk menutup aurat, sebagaimana diajarkan Islam, melainkan dikenakan perempuan pekerja prostitusi di kuil-kuil. Mereka mengenakan penutup kepala untuk membedakannya dengan biarawati yang ada di kuil tersebut.
Kontroversi makin berkembang setelah Cig menulis surat kepada Emine Erdogan, istri PM Turki Recep Tayyip Erdogan. Dalam suratnya, Cig meminta Emine untuk melepaskan kerudungnya dan memberi contoh perempuan Turki untuk bersikap lebih sekuler. Pemerintah Turki sendiri melarang penggunaan jilbab di sekolah dan kantor pemerintahan.
Berdasarkan penilaian hakim Pengadilan Istanbul, tulisan Cig tidak tergolong kriminal. Karena itu, dia bebas dari segala dakwaan, juga perusahaan yang menerbitkan buku Cig. “Saya adalah perempuan ilmiah. Saya tidak pernah berniat menghina siapa pun,” cetus perempuan yang sudah menerbitkan 13 buku itu saat menjalani sidang kemarin.
Cig merupakan satu dari puluhan penulis, jurnalis, dan akademisi yang harus berurusan dengan pengadilan akibat mengemukakan pendapatnya. Bahkan Orhan Pamuk, penerima Nobel Kesusastraan asal Turki, sempat diajukan ke pengadilan akan salah satu tulisannya yang dianggap menghina bangsa Turki. Belakangan kasusnya dibatalkan dengan alasan kesalahan teknis.
Sikap pemerintah Turki tersebut sempat dikritik Uni Eropa. Mereka sempat mengancam menolak Turki menjadi anggotanya karena tidak kunjung memperbaharui perundang-undangannya yang seringkali membatasi kebebasan berpendapat warganya. Namun pemerintah Turki tak peduli. Mereka tetap tak mau mengubah hukum yang berlaku di negaranya dengan alasan perlu banyak waktu untuk perubahan tersebut.
Sebagaimana diketahui, rejim militer Turki sudah lama berusaha menghapus identitas Islam dari negeri itu. Dengan memilih sekularisme Turki tak segan-segan menghalangi atau melakukan berbagai simbol identitas Islam. Diantaranya berusaha keras melarang jilbab dan pernah mengusulkan mengganti bacaan A-Qur’an dengan bahasa lokal. [ap/reuters/jp/cha/Hidayatulah]