Dimata keluarga dan sahabatnya, Arif Uka adalah seorang model muda yang tidak pernah bermasalah dengan polisi, tiak seperti banyak pemuda lainnya di lingkungannya terutama imigran Frankfurt.
Pada tahun 2005, ia dan beberapa teman sekelasnya memenangkan hadiah pemerintah untuk sebuah proyek sekolah tentang bagaimana mencegah kekerasan dalam masyarakat dan berpose dengan Gerhard Scroder, kanselir Jerman. Pemuda yang berasal dari Kosovo, membantu ibunya membersihkan lantai, membuang sampah dan bahkan memberikan setengah gajinya untuk ibunya pergi berhaji.
Uka (21), seorang Muslim yang taat, yang tidak pernah meninggalkan sholat, ia juga suka bermain video game Playstation dan menonton “The Simpsons” dengan saudara-saudaranya.
“Dia selalu memikirkan orang lain terlebih dahulu baru dirinya sendiri,” ujar ibunya, Fevzije (53). Menurutnya, ia ingin menjadi insinyur, ingin memiliki keluarga dan hidup normal.
Tapi ternyata keluarganya tidak mengetahui bahwa ia memiliki sisi lain dalam hidup. Arif Uka ditangkap sehubungan dengan penembakan di bandara Frankfurt yang menewaskan dua tentara AS dan melukai dua lainnya. Pejabat Jerman mengatakan Uka termotivasi karena kemarahannya terkait penyebaran tentara AS di Afghanistan.
Salah satu korban tewas dan dua yang terluka adalah anggota tim keamanan perjalanan ke Afghanistan, menurut Angkatan Udara AS. Korban lainnya adalah tentara yang ditempatkan di Pangkalan Udara Ramstein,
Saudara Uka, Hastrid (27) mengatakan Arif tidak pernah menunjukkan kebencian kepada siapa pun. Dua bersaudara tiba dengan ibunya di Jerman ketika Arif berusia 4 tahun, kakek mereka adalah seorang imam di Kosovo.
Keluarga bangga bahwa Uka dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. “Mimpi kami adalah membeli rumah dan tinggal bersama dengan keluarga kami satu hari nanti,” ujar Hastrid.
Tidak jelas apakah Uka benar-benar menyelesaikan sekolah menengahnya. Dia mengatakan kepada keluarganya bahwa ia tidak mampu mendapatkan pekerjaan teknik di sebuah perusahaan kimia besar tahun lalu, jadi dia melakukan layanan sosial di Bulan Sabit Hijau, kelompok di Frankfurt yang peduli dengan imigran Muslim tua dan keluarganya.
Moustafa Shahin, ketuan Bulan Sabit Hijau mengatakan dia hanya menerima laporan sekolah Uka untuk tahun 2007-2008 saja.
“Dia adalah seorang pekerja keras. dia tidak berbicara banyak,” ujar Shahin. “Ia sangat dicintai oleh pasien dan selalu tepat waktu,” lanjutnya.
Pada Desember 2010, ia mengatakan kepada Shahin bahwa ia ingin berhenti karena ia butuh pekerjaan lain untuk menghidupi keluarganya. Ia kemudian bekerja di kantor pos.
Di rumah Uka, telepon berdering terus-menerus setelah peristiwa tersebut.
“Saya mencoba mencari jawaban, tapi tidak bisa,” ujar ayah Uka, Murat Uka, menanyakan kepada wartawan apakah korban tewas memiliki keluarga dan berapa usianya. “Kami sangat menyesal,” ujarnya.
Uka dilahirkan di Mitrovica, Kosovo bekas Yugoslavia, tapi saudaranya, Hastrid mengatakan mereka mengenal daerah tersebut hanya dari liburan. Sebuah video menunjukkan Uka berada di sana tahun lalu dengan ibu dan adiknya, Kosovar. Uka, seorang pria tinggi kurus dengan rambut sebahu, tersenyum malu di kamera. “Dia tidak suka direkam,” ujar ibunya menjelaskan bahwa ia terkadang harus mengambil gambarnya dengan spontan.
Ayahnya menjelaskan, “Anak-anak kami dibesarkan sebagai Muslim tspi juga sebagai orang yang menghormati orang lain apa pun agama mereka.”
Menurut pejabat keamanan Jerman, internet memainkan peran utama dalam “radikalisasi” Uka. Halaman facebook miliknya tidak diketahui keluarganya. Ia memposting lik ke sebuah nasyid jihad : “Aku tidak dapat lagi berdiri di kehidupan yang menghinakan kalian. Senjataku telah siap setiap saat.”
Tidak ada bukti yang menyatakan bahwa Uka merupakan bagian dari kelompok lebih besar meskipun ada bukti bahwa ia memilih menyerang tentara AS untuk alasan ideologi.
Arif Uka memutuskan untuk menyerang tentara AS di bandara Frankfurt setelah melihat video di Youtube yang memperlihatkan seorang tentara AS memperkosa gadis kecil Afghan. (haninmazaya/arrahmah.com)