TEL AVIV (Arrahmah.com) – Hidup enggan mati tak mau, seperti itulah gambaran kondisi dari Mantan Perdana Menteri “Israel” Ariel Sharon. Ariel Sharon (85), telah koma sejak tahun 2006 ketika ia mengalami pendarahan otak, sebuah sumber mengatakan jika kondisinya terus menurun, itu artinya “tinggal menghitung hari.”
Kondisi medis Mantan Perdana Menteri Ariel Sharon telah memburuk secara signifikan sebagaimana dirilis oleh haaretz, Rabu (1/1/2014).
Sharon dirawat di rumah sakit Tel Hashomer di Tel Aviv, dan telah koma sejak 4 Januari 2006 ketika ia mengalami pendarahan otak. Dia menderita dalam beberapa hari terakhir akibat gagal ginjal, tetapi tidak diharapkan untuk menjalani cuci darah.
Sebuah sumber yang mengetahui kondisi Sharon mengatakan bahwa jika situasinya terus memburuk, itu artinya tinggal menunggu hari. Sumber tersebut mengatakan bahwa keluarga Sharon saat ini menunggui Sharon di samping tempat tidurnya dan mengadakan konsultasi dengan staf medis.
Sharon telah koma di rumah sakit selama delapan tahun terakhir. Dia telah mendapatkan perawatan medis dan menerima cairan melalui tabung infus.
“Saya bukan nabi, tapi menurut feeling para dokter dan anak-anaknya … kesehatan Sharon telah semakin memburuk,” Zeev Rotstein, direktur Sheba Medical Center, kepada wartawan, sebagaimana dirilis oleh WordBulletin, Kamis (2/1/2014).
Rotstein, dalam pernyataan resmi terkait dengan kondisi Sharon melaporkan pada hari Rabu bahwa ia menderita kerusakan ginjal, dan terjadi penurunan fungsi beberapa organ tubuh.
“Kami melihat bahwa kondisinya semakin kritis, dan pasti mengancam hidupnya,” katanya. “menurut perasaan semua orang … bahwa penurunan ini sangat serius.”
“sang penjagal Shabra Shatila”
Di muka bumi ini siapa yang tak kenal sang jagal Ariel Sharon dari “Israel”, Sharon dikenal sebagai mantan jenderal dan tokoh sayap kanan “Israel” yang sangat memusuhi Islam. Mantan perdana menteri “Israel” ini dalam pemerintahannya banyak melakukan kerusakan dan kezaliman di atas bumi Allah Palestina. Pembunuhan, penyembelihan, penindasan dan bermacam macam lagi kekejaman tentara “Israel” Laknatullah dibawah pimpinan sang jagal ini. Kunjungan Sharon ke Kompleks Masjidil Haram -atau disebut Temple Mount bagi kaum Yahudi- pada September 2000 memicu lahirnya Intifadah 2.
Pada periode 2001-2006, siapa tak kenal Ariel Sharon? Ia adalah Perdana Menteri “Israel” yang sangat “agresif”, ide dan kebijakannya dianggap mampu memperluas “Israel” sekaligus melindungi kepentingan bangsa Yahudi di dunia internasional. Yang paling memorable dari Sharon adalah Tragedi Shabra Shatila.
Ia dikenal dengan nama “Penjagal Shabra Shatila” (The Butcher of Shabra Shatila).
Tragedi Sabra dan Shatila terjadi mulai pada tanggal 16 September 1982, setelah tentara pendudukan “Israel”, yang saat itu dipimpin oleh Ariel Sharon, mengepung kamp pengungsi setelah menyerang Beirut, dan memberikan akses kepada milisi kristen untuk masuk ke kamp untuk membantai pengungsi tersebut.
Pembantaian itu berlangsung selama tiga hari (16, 17 dan 18 September 1982), sekitar 3500-8000 orang, termasuk anak-anak, bayi, wanita dan orang tua dibantai dan dibunuh dalam pembantaian mengerikan dan mengenaskan itu dilakukan oleh tentara “Israel” dan sekutu nya para milisi kriminal.
Pada suatu kesempatan dalam wawancaranya dengan Jenderal Ouze Merham pada 1956, Sharon pernah berkata :
“Saya tidak tahu ada yang namanya prinsip-prinsip internasional. Saya bersumpah, akan saya bakar setiap anak yang dilahirkan di daerah ini. Perempuan dan anak-anak Palestina lebih berbahaya dibandingkan para pria dewasa, sebab keberadaan anak-anak Palestina menunjukkan bahwa generasi itu akan berlanjut. … Saya bersumpah, jika saya sebagai seorang “Israel” bertemu dengan seorang Palestina, maka saya akan bakar dia. Dan saya akan membuatnya menderita sebelum membunuhnya. Dengan satu pukulan saya pernah membunuh 750 orang Palestina (di Rafah tahun 1956). Saya ingin menyemangati prajurit saya agar memperkosa gadis-gadis Arab, karena perempuan Palestina adalah budak untuk Yahudi dan kami dapat berbuat apa saja yang kami inginkan kepadanya. Tidak ada yang boleh menyuruh kami apa yang harus kami lakukan, justru kami yang memerintah mereka apa yang harus mereka lakukan.” [Ariel Sharon, 1956]
Dan saat ini Ariel Sharon menerima akibatnya. Allah menunjukkan bahwa kekuasaannya tidak dapat ditandingi oleh siapapun, apalagi oleh manusia lemah sekelas Ariel Sharon. (ameera/arrahmah.com)