RIYADH (Arrahmah.com) – Arab Saudi telah mengeksekusi 184 orang pada tahun 2019, yang terbesar dalam enam tahun terakhir, kata organisasi hak asasi manusia Reprieve, menyebutnya sebagai “tonggak sejarah” bagi kerajaan itu.
Dari eksekusi yang diumumkan oleh Saudi Press Agency tahun lalu, 88 adalah warga negara Saudi, 90 adalah warga negara asing dan enam orang berkebangsaan tidak diketahui, sebuah pernyataan yang dirilis pada Senin (13/1/2020) oleh Reprieve mengatakan, seperti dilansir Al Jazeera.
Kelompok itu mengatakan 37 orang dieksekusi oleh pemerintah Saudi dalam satu hari pada tanggal 23 April, termasuk tiga yang masih anak-anak ketika mereka melakukan dugaan pelanggaran.
“Ini adalah tonggak sejarah suram bagi Arab Saudi di bawah Mohammad bin Salman. Penguasa kerajaan jelas yakin mereka memiliki impunitas total untuk melanggar hukum internasional ketika itu cocok untuk mereka,” kata direktur kelompok hak asasi manusia, Maya Foa.
Pernyataan Reprieve mengungkapkan bahwa putra mahkota Saudi, yang juga dikenal sebagai MBS, telah mengatakan dalam sebuah wawancara televisi di tahun 2018: “Kami telah mencoba untuk meminimalkan [hukuman mati]. Dan kami percaya itu akan memakan waktu satu tahun, mungkin sedikit lebih, untuk menyelesaikannya. Kami tidak akan mendapatkannya 100 persen, tetapi untuk mengurangi itu.”
Namun, Reprieve mengatakan jumlah eksekusi terus meningkat di bawah pemerintahannya, dengan empat eksekusi sudah dilaporkan tahun ini.
Sementara kerajaan yang kaya minyak memulai upaya liberalisasi, ia telah menghadapi kritik atas berbagai masalah hak asasi manusia, termasuk penangkapan kritikus, pembatasan terhadap perempuan, dan pembunuhan kolumnis Washington Post Jamal Khashoggi pada 2018 lalu.
“Penguasa Arab Saudi jelas percaya bahwa mereka memiliki impunitas untuk melanggar hukum internasional, dan sudah saatnya mitra kerajaan mengatakan sebaliknya kepada mereka dengan syarat sekuat mungkin,” kata Foa kepada Al Jazeera. (haninmazaya/arrahmah.com)