MEKAH (Arrahmah.com) – Dalam empat tahun terakhir, otoritas Arab Saudi setidaknya telah mendeportasi empat orang Uighur, yang mengunjungi negara itu untuk melakukan ibadah haji atau tinggal di Arab Saudi secara legal.
Otoritas Arab Saudi mengirim mereka ke Cina dan menempatkan mereka pada risiko penahanan di luar hukum saat mereka kembali, ungkap kerabat mereka.
Arab Saudi mulai menyediakan suaka bagi orang-orang Uighur pada tahun 1930-an dan 1940-an, tetapi secara drastis mengubah kebijakannya terhadap mereka dalam beberapa tahun terakhir.
Pada kunjungan kenegaraan ke Beijing pada Februari 2019, putra mahkota Saudi Mohammad bin Salman membuat pernyataan publik untuk mendukung perlakuan Cina terhadap Uighur, meskipun ada laporan bahwa pihak berwenang di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang (XUAR) telah menahan hingga 1,8 juta orang Uighur dan minoritas Muslim lainnya di jaringan kamp interniran yang luas sejak awal 2017.
Analis menyarankan bahwa ada banyak kemungkinan penjelasan untuk dukungan pemerintah Saudi terhadap Cina, termasuk pertimbangan politik dan budaya, bahkan keuangan adalah alasan yang paling mungkin.
Koresponden RFA baru-baru ini mengetahui bahwa Arab Saudi menahan Osman Ahmat Tohti, salah seorang warga Uighur yang telah tinggal di Turki bersama keluarganya sejak 2015. Dia ditahan saat berada di Mekkah untuk menunaikan ibadah haji pada tahun 2018. Sedangkan istrinya, Sudinisa, dan tiga dari enam anak mereka masih di Turki.
Menurut Sudinisa, Tohti pernah ditahan oleh polisi di tempat asalnya di prefektur Hotan pada Mei 2014, dan dibebaskan sekitar dua bulan kemudian. Setelah dibebaskan, bisnis Tohti mulai berantakan dan sulit baginya untuk mencari pekerjaan lain. Akhirnya, keluarga itu bisa mendapatkan paspor seharga 50.000 yuan (7.500 US Dollar) dan memutuskan untuk meninggalkan negara itu.
Mereka meninggalkan Cina pada 2015, pertama pergi ke Arab Saudi dan kemudian menetap di Turki bersama istri dan tiga dari enam anaknya. Dia dilaporkan ditahan saat bepergian di Arab Saudi pada 25 Juli 2018 dan ditahan di negara itu selama hampir enam bulan sebelum dipulangkan secara paksa ke Cina pada Februari 2019.
“Dia ditahan tiga hari sebelum jadwalnya kembali ke Turki, dia bahkan sudah mendapatkan tiketnya,” katanya kepada RFA.
“Dua atau tiga hari setelah mendapatkan tiketnya, saya mendapat kabar bahwa dia akan ditahan pada tanggal 25,” imbuhnya.
Sudinisa mengatakan dia mengetahui bahwa suaminya telah mengunjungi seorang kerabat, dan keesokan harinya pihak berwenang muncul di dalam mobil, mengambil paspornya, dan menahannya. Baik dia dan suaminya memiliki kartu penduduk permanen yang mengizinkan mereka untuk tinggal secara legal di Arab Saudi dan Turki.
“Kami pikir pasti mereka akan membebaskannya karena Arab Saudi adalah negara Muslim,” katanya.
“Kemudian orang yang memberi saya informasi tiba-tiba menghilang, hingga akhirnya pada Maret 2019 dia memberi tahu saya bahwa mereka akan mengirim suami saya kembali ke Cina,” imbuhnya.
Sudinisia mengaku bahwa dia tidak pernah mendapatkan kabar tentang suaminya maupun keluarganya yang berada di Xinjiang.
Selain Tohti, koresponden RFA juga berhasil mengidentifikasi tiga orang Uighur lainnya yang dideportasi dari Arab Saudi ke Cina, yaitu Nurullah Ablimit asal Kashgar, yang tinggal di Arab Saudi setelah awalnya pindah ke sana untuk belajar; Bahtiyar Haji, seorang pedagang asal Urumqi, ibukota XUAR; dan Yaqupjan, seorang Uighur yang berasal dari Hotan. Namun, tidak ada informasi tentang status ataupun keberadaan mereka saat ini. (rafa/arrahmah.com)