Oleh: Harits Abu Ulya
Direktur CIIA (The Community Of Ideological Islamic Analyst)
(Arrahmah.com) – Akhirnya Sultan Brunei Darussalam menyampaikan pidato (Rabu, 30 April 2014) pengukuhan Undang-Undang hukuman pidana Syari’ah 2013. Dan tahapan pertama akan mulai diberlakukan sehari paska pidato pengukuhan yaitu Kamis,1 Mei 2014 (1 Rajab 1435 H). Selanjutnya akan di ikuti dua (2) fase penerapan hukum pidana syari’ah berikutnya secara bertahap.Mecermati substansi pidato Sultan Brunei Darussalam (Sultan Hasanah Bolkiah) sebagai representasi negara serta rakyat Brunei Darussalam dan reaksi publik dilevel regional dan global, bagi saya ada catatan dan pelajaran penting untuk kita semua;
Pertama; atas peristiwa ini tiada ucapan yang pantas kecuali Alhamdulillah bersyukur kepada Allah SWT Sang Kholiq (Pencipta) dan Sang Mudabbir (Pengatur).Senyum kebahagiaan sudah sepantasnya menjadi hiasan diraut muka tiap orang mukmin yang mendengar kabar gembira tersebut.Seraya mendoakan semoga penguasa dan rakyat Brunei Darussalam dalam limpahan berkah Allah SWT dan pertolonganNya.Semoga mereka diberikan rasa stabat (keteguhan dan konsistensi) untuk menjaga pelaksanaan hukum Allah SWT, hingga pada tataran paling ideal seperti yang diperintahkan oleh syara’ (Allah SWT).
Kedua; pelan tapi pasti peristiwa ini menjelaskan tentang kesadaran penguasa dan rakyat Brunei Darussalam bahwa Islam adalah ideologi (Mabda‘) bagi mereka.Sebuah agama yang universal, sesuai fitrah manusia, bisa memuaskan akal dan melahirkan ketentraman jiwa. Islam hadir sebagai sebuah sistem kehidupan, dengan though (pemikiran/konsep) dan Methods (metode operasional)-nya. Ia mengandung seperangkat pemikiran mendasar yang tidak didasari pemikiran lain (Akidah). Memiliki seperangkat aturan hidup yang menyeluruh (solusi). Dan juga memiliki metode spesifik untuk menjaga pemikiran mendasarnya (Akidah), metode melaksanakan aturan hidup, dan metode bagaimana cara menyebarkan pemikirannya keseluruh umat manusia (dengan dakwah dan Jihad).
Ketiga; apa yang dideklarasikan oleh Sultan Brunei Darussalam terkait pelaksanaan hukum pidana syari’ah, hakikatnya bagian dari methods (metode) operasional untuk menjaga keberlangsungan hukum-hukum syari’at yang lain. Nidzam Uqubat (sistem pidana) dalam Islam adalah piranti penting dan hajat asasi untuk menjaga integrasi warga negara terhadap hukum syariat diranah publik (sosial, ekonomi, pendidikan, politik, budaya, pertahanan dan keamanan). Islam sebagai sistem kehidupan, analoginya seperti sebuah bangunan.Satu bagian terikat dan terkait dengan bagian yang lain.Tegak dan runtuhnya sebuah bangunan tergantung kepada ikatan kokoh antar semua bagian-bagian bangunan yang penting; pondasinya, pilar-pilarnya, dindingnya, atapnya dan lainnya.Karenanya, pelaksanaan sistem pidana (Uqubat) di Brunei Darussalam juga sejatinya membutuhkan pelaksaan tata kelola disektor lainnya; pendidikan,ekonomi,sosial, budaya dan lainnya harus mengikuti tuntunan Islam.
Keempat; Brunei Darussalam secara faktual laksana “laboratorium” percontohan bagi kawasan regional Asia Tenggara. Sebuah meniatur, negara yang mengadopsi Islam sebagai sistem kehidupan bagi tatakelola kehidupan publiknya. Meski belum sampai pada tahapan kaffah(sempurna menerapkan semua hukum Islam), tetap saja Brunei Darussalam dinamikanya akan menjadi pertaruhan harapan bagi kaum muslimin semua. Sebuah negeri yang akan senantiasa jadi sorotan tajam dengan beragam pertanyaan (bisa karena fobia atau kebodohannya);apakah benar syari’at Islam adil dan tidak kejam? Apakah syari’at Islam bisa menciptakan rasa aman? Apakah syari’at Islam bisa mereduksi atau mencegah banyak kerusakan sosial? Apakah syari’at Islam efektif menekan kejahatan (kriminalitas)? Dan masih banyak pertanyaan lainnya.Keberhasilan Brunei Darussalam dengan syari’at Islam kelak akan menjadikan negaranya makin establish, bahkan bisa menjadi stimulus bagi negara-negara tetangga untuk mengikuti jejaknya.
Kelima; diluar empat point diatas, seorang Sultan Brunei Darussalam sadar betul bahwa langkah negaranya bukan tanpa tantangan.Artinya, negara manapun sejatinya akan berhadapan dengan kapitalisme global sebagai ideologi ketika mengadopsi Islam sebagai sistem kehidupan sosial politiknya.Negara utama pengusung dan pengemban ideologi kapitalis sekuler tidak akan tinggal diam. Paska runtuhnya Sosialis Komunis yang di usung oleh Sovyet, Barat menempatkan Islam sebagai musuh utama dan ancaman terhadap eksistensi ideologi kapitalis sekuler.Beragam strategi dirumuskan dan diimplementasikan untuk mereduksi kebangkitan Islam sebagai sebuah sistem kehidupan. Maka tidak pelak, Brunei Darussalam hari ini membuat kelompok Islamofobia meradang. Saat ini yang tampak baru dari para pesohor (artis), pebisnis dilevel dunia dan penggiat HAM dari Barat yang mulai berceloteh nyiyir terhadap pilihan Brunei dengan sistem pidana syari’atnya.Begitu juga dari kalangan politisi di Beverry Hill (AS) sudah berkicau miring terhadap pilihan Brunei Darussalam.Dan tidak menutup kemungkinan kedepannya representasi negara pengusung ideologi kapitalis sekuler yang akan angkat bicara.Atau bahkan dengan strategi culas dan arogansinya juga mungkin akan di terapkan.
Keenam; terasa sangat irrasional (Paranoid) jika mempersoalkan pilihan Brunei Darussalam. Bukankah Brunei sebagai negara, ia punya kedaulatan? Atas dasar apa orang-orang diluar Brunei kemudian mengecam atau bahkan berusaha menggagalkan langkah pemerintah Brunei? Apa yang menjadi keputusan pemerintah Brunei juga atas dukungan penuh warga negaranya, kalau kita (misalkan) pakai kaca mata demokrasi maka apa yang salah jika rakyat juga mendukung dan mantaatinya? Pidato seorang Sultan Brunei sangat elegan, sikap menghormati orang lain diluar Brunei itu menjadi tradisi Islam dan meski itu tidak berbalas dengan sikap hormat orang lain terhadap pilihan Brunei. Brunei Darussalam ingin membuktikan kebenaran Islam karena Allah SWT semata, ini adalah salah satu cara dakwah yang sangat efektif kepada siapapun.Dan akan mampu mereduksi kesalahpahaman secara praktis terhadap Islam. Penerapan syari’at Islam dengan baik,bijak dan adil akan menjelaskan keagungan sistem Islam kepada dunia.Dan Islam betul-betul akan menjadi rahmatan lil ‘alamin untuk semua umat manusia yang bernaung dibawahnya.
Ketujuh; Malasyia dan Indonesia adalah negara tetangga yang paling dekat, serumpun dan warga negaranya sama mayoritas muslim. Banyak variabel kesamaan, maka sedikit banyak dinamika Brunei akan berpengaruh bagi kedua negara tersebut. Khusus untuk Indonesia, ada wilayah Aceh yang sudah diamanatkan oleh Undang-Undang PA (Pemerintahan Aceh) tentang pelaksanaan syari’at Islam seara kaffah. Namun Aceh selama ini masih mencari bentuk ideal penerapannya.Tentu Brunei kedepannya akan cukup menjadi inspirasi bagi Aceh dengan segala problem (kendala) yang dihadapinya.Begitu juga untuk daerah diluar Aceh, Brunei Darussalam sangat mungkin akan menjadi “guru” bagi banyak daerah ditengah problematika sistemik yang tidak kunjung teruari. Seperti ungkapan Sultan Brunei, bahwa syari’at adalah benteng dan solusi menghadapi gempuran tata nilai rusak produk dari peradaban Barat.Tidak jauh beda, Indonesia dengan sistem demokrasi sekulernya sebenarnya telah jauh terjerumus dalam problematika sistemik. Dan bagi orang muslim mukmin kembali kepada Islam adalah jawaban finalnya.Oleh karena itu, dakwah perlu terus didorong untuk melahirkan kesadaran umum pada diri umat bahwa Islam adalah sistem kehidupan yang “the best” dan kebutuhan serta solusi bagi beragam problem kehidupan. Tidak ada pilihan terbaik lainnya selain Islam.
Hakikatnya hanya orang muslim munafik yang enggan dan benci untuk kembali kepada jalan Islam.Bahkan mereka bergandeng tangan dengan orang-orang kafir untuk memadamkan cahaya Allah SWT. Dinamika Brunei Darussalam dengan resmi menerapkan sistem pidana syari’ah adalah kabar gembira bagi orang-orang mukmin, sudah sepantasnya kita senyum tulus bahagia lahir batin, mengapresiasi (tahaduts binni’mah) bahkan menjadikan inspirasi untuk Indonesia kedepan.Wallahu a’lam bisshowab.
(arrahmah.com)