NEW YORK (Arrahmah.id) – Para pengunjuk rasa berbondong-bondong mendatangi toko Apple di seluruh dunia pada Jumat (20/9/2024), hari yang sama saat iPhone 16 baru diluncurkan, untuk menyerukan perusahaan tersebut mematuhi hak asasi manusia dan “berhenti mengambil untung dari genosida”.
Beberapa protes diorganisir oleh mantan karyawan Apple, yang menuntut agar perusahaan itu menghentikan kebungkamannya atas perang ‘Israel’ yang sedang berlangsung di Gaza dan menghentikan pengadaan kobalt yang digunakan dalam ponsel dari Republik Demokratik Kongo (DRC).
Banyak pengunjuk rasa, yang berkumpul di sekitar 12 kota berbeda, menunjukkan bahwa pertambangan di DRC terkenal dengan kondisi berbahaya, pekerja anak, dan upah rendah.
Para demonstran mengangkat tanda dan plakat yang mengecam perusahaan tersebut karena mengambil untung dari sumber daya DRC dan berkontribusi terhadap kondisi buruk dan kekerasan, meskipun Apple mengatakan pihaknya tidak mengambil mineral dari pertambangan di mana hak asasi manusia dilanggar.
Apple sebelumnya mengatakan ada “tantangan” dalam melacak rantai pasokan mineralnya. Pada 2022, pelacakan ini menyebabkan perusahaan tersebut menyingkirkan 12 pemasok.
New Arab menghubungi Apple untuk meminta komentar tetapi tidak mendapat respon hingga saat berita ini diterbitkan.
Perang di Gaza
Isu utama lain yang disoroti oleh para pengunjuk rasa adalah diamnya Apple mengenai perang di Gaza, dengan anggota kelompok Apples Against Apartheid hadir di beberapa demonstrasi.
Kelompok tersebut, yang sebelumnya dikenal sebagai Apples4ceasefire, dibentuk dari lima karyawan Apple saat ini dan sekitar 12 mantan karyawan dan telah bermitra dengan organisasi Friends of Congo serta kelompok aktivis lainnya.
Protes tersebut diadakan di kota-kota di Inggris, termasuk Bristol, Reading, London serta kota-kota lain di seluruh dunia – Tokyo, Brussels, Montreal, Cape Town, Amsterdam dan Mexico City.
Toko utama Apple di AS yang terletak di Fifth Avenue, Manhattan, New York juga menyaksikan protes besar dengan kehadiran banyak polisi di area tersebut. Protes serupa terjadi di Palo Alto dan Berkeley.
Menurut laporan, jumlah peserta protes terbesar terjadi di Berlin, di mana lebih dari 30 orang ikut serta dan meneriakkan yel-yel dari balik barikade yang didirikan di sekitar toko tersebut.
Media lokal melaporkan bahwa petugas keamanan di luar toko memeriksa identitas siapa pun yang ingin masuk.
Rekaman yang kemudian dibagikan di media sosial menunjukkan petugas polisi meminta para pengunjuk rasa untuk berdiri jauh dari lokasi kejadian dan menangkap seseorang yang mengenakan kaffiyeh.
Tariq Raouf, salah satu penyelenggara Apples Against Apartheid mengatakan kepada Wired bahwa lima pengunjuk rasa telah ditangkap.
Awal tahun ini, Apples Against Apartheid mengirimkan surat terbuka yang ditandatangani oleh sekitar 300 pekerja Apple saat ini dan sebelumnya, yang menuduh bahwa karyawan tersebut didisiplinkan atau “dipecat secara tidak adil” karena mendukung rakyat Palestina dengan mengenakan pin, gelang, dan kaffiyeh.
Kelompok tersebut kini telah meluncurkan kampanye yang mendorong orang untuk memboikot rilis iPhone terbaru dan menyerukan perubahan dari Apple melalui unggahan media sosial daring.
Salah satu taktik yang digunakan kelompok tersebut adalah menggunakan sistem tiket daring Apple untuk menyuarakan penolakannya terhadap apa yang mereka yakini sebagai dugaan keterlibatan perusahaan tersebut di Kongo dan Gaza.
Protes tersebut terjadi saat ‘Israel’ melanjutkan perang brutalnya di Gaza, yang telah menewaskan sedikitnya 41.391 warga Palestina dan melukai lebih dari 95.760 lainnya.
Perang telah menghancurkan seluruh wilayah dan menghancurkan Jalur Gaza, sementara penduduknya telah kehilangan kebutuhan hidup paling dasar. (zarahamala/arrahmah.id)