BALIKPAPAN (Arrahmah.com) – Lembaga PBB yang mengurusi pengungsi, UNHCR, menyatakan sampai dengan akhir November 2014, ada 6.348 pencari suaka terdaftar di UNHCR Jakarta secara kumulatif. Sebagian besar dari mereka berasal dari Afghanistan (60%), Iran (9%), Somalia (6%) dan Iraq (6%).
Tentu saja data di atas belum seberapa jumlahnya. Pasalnya, sejak Oktober 2014 gelombang imigran dari Afghanistan berbondong-bondong memenuhi rumah detensi imigrasi (Rudenim) yang ada di Indonesia. Mulai dari Pekanbaru, Medan, Batam, Bogor, Makassar, Balikpapan hingga Kupang.
Namun, masyarakat masih banyak yang belum memahami apa itu pengungsi dan pencari suaka dalam koridor hukum di Indonesia. Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban Rumah Detensi Imigrasi Lamaru Balikpapan, Edu Andarius Aria menyatakan banyak persepsi diluar sana terkait gelombang imigran syiah di Balikpapan.Padahal,seharusnyamasyarakat memahami dulu apa itu para pencari suaka.
Menurut UNHCR, seorang pencari suaka adalah seseorang yang menyebut dirinya sebagai pengungsi, namun permintaan mereka akan perlindungan belum selesai dipertimbangkan.
Seorang pencari suaka yang meminta perlindngan akan dievaluasi melalui prosedur penentuan status pengungsi (RSD), yang dimulai sejak tahap pendaftaran atau registrasi pencari suaka.
Selanjutnya setelah registrasi, UNHCR dibantu dengan penerjemah yang kompeten melakukan interview terhadap pencari suaka tersebut. Proses interview tersebut akan melahirkan alasan– alasan yang melatarbelakangi keputusan apakah selanjutnya akan diberikan status pengungsi atau ditolak.
“Ketika dinyatakan ia adalah seorang pencari suaka, maka berdasarkan aturan kita dia tidak bisa dipermasalahkan izin tinggalnya, dia bisa tidak bisa dikenakan tindakan keimigrasian. salah satunya adalah deportasi,” ujar Edu kepada anggota Jurnalis Islam Bersatu (JITU), di Rudenim Lamaru Balikpapan pada Kamis, (11/12/2014) lalu.
Namun, kalau imigran tersebut melakukan tindakan pidana, maka ranahnya tetap di bawah hukum, misalnya dia mencuri atau segala macam.Dia tetap dipenjara. Tapi kalau dia sudah menyandang status sebagai pencari suaka, dia tidak bisa dipaksa untuk pulang.
Perbedaan antara pengungsi dan pencari suaka?
Nah. Apa sih perbedaan antara keduanya? Edu melanjutkan, pengungsi adalah tahapan kedua setelah ia menyandang sebagai pencari suaka.
“Jadi kan ada dua kali wawancara oleh UNHCR. Wawancara pertama itu untuk menentukan apakah dia benar-benar sebagai pencari suaka. Katakanlah kita sama-sama tahu yang ada di sini itu dari Afghanistan, wilayah konflik kemanusiaan. Nanti dia akan diverifikasi oleh tim UNHCR,” ujarnya.
Jika seorang imigran mengaku berasal dari daerah konflik tertentu, nanti di situ ada timnya yang mengecek. Ia akan ditanya tinggalnya di mana, RT berapa, Camatnya siapa, dan pertanyaan lainnya untuk memverifikasi data imigran tersebut.
Setelah diverifikasi, diberikanlah ia sertifikat pencari suaka.Namun, setelah dia pegang, bukan berarti dia bisa langsung pergi ke negara ketiga.Dia harus melalui satu tahapan lagi.
“Jadi statusnya harus menjadi pengungsi dulu. Itu melalui satu tahapan lagi, diwawancara. Setelah statusnya menjadi pengungsi, baru dia dalam tahapan menunggu. Menunggu negara ketiga yang mau menerima. Ini yang harus dipahami masyarakat,” pungkas Edu.
Laporan: Fajar Shadiq
(azm/arrahmah.com)