JAKARTA (Arrahmah.com) – Kapolri Jenderal Tito Karnavian merombak sejumlah jajaran Kapoda. Kapolda Jawa Barat Irjen Anton Charliyan dicopot.
Dalam telegram nomor ST/2032/8/2017 tertanggal 25/8/2017 yang ditandatangani As SDM Kapolri Irjen Arief Sulistianto. Anton digeser ke posisi baru sebagai Wakalemdikpol.
Posisi yang ditinggalkan Anton diisi Irjen Pol Agung Budi Maryoto yang sebelumnya menjabat Kapolda Sumsel. Kapolda Sumsel diisi Irjen Zulkarnain yang sebelumnya menjabat Kapolda Riau.
Disebut-sebut pencopotan Anton terkait isu penerimaan Akpol di Polda Jabar yang sempat bermasalah. Saat itu Kapolri memberikan teguran terhadap Anton, demikian diwartakan Kumparan.com
Keluhan Orang tua peserta seleksi
Diketahui, kebijakan Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Anton Charliyan yang dituding diskriminatif dan anti kebhinekaan, memberlakukan pemeriksaan kesehatan ulang dan memprioritaskan putra daerah dalam seleksi Taruna Akademi Polisi (Akpol) ditentang orangtua peserta dari kalangan umum.
Bahkan, orangtua calon seleksi semakin geram dengan kebijakan tersebut saat panitia daerah Polda Jawa Barat mengumumkan kuota calon Taruna yang dikirim ke Semarang masuk dalam katagori putra daerah dan non putra daerah.
Untuk kuota putra daerah, dari 13 peserta, terjaring hanya 12 orang. Sedangkan dari non putra daerah, dari 22 peserta, hanya 11 orang yang berhak mengikuti seleksi Akpol di Semarang. Dan, Polda Jawa Barat meloloskan empat calon Taruni Akpol (Polwan).
Dinilai memberlakukan mekanisme tidak adil, orangtua calon peserta yang tidak lolos memrotes saat pengumuman di aula Muryono Mapolda Jawa Barat.
Salah satu orangtua peserta yang tidak lulus, ibu Nani, menyayangkan kebijakan tersebut. Alasannya, sebelum ada kategorisasi putra daerah dan non putra daerah, anaknya berada dalam rangking kecil dan berpeluang besar lolos.
“Saya akan berjuang sampai titik darah penghabisan, untuk memperjuangkan anak saya. Kalau saja nilai anak-anak putra daerah lebih tinggi, saya tidak apa-apa. Tapi yang terjadi sekarang, mereka yang lolos dikirim ke Semarang nilainya di bawah nilai anak-anak kami,” ujar Nani di Mapolda Jawa Barat, Rabu, 28 Juni 2017, dikutip Viva.
Nani mengaku sudah 12 tahun tinggal di Bandung, mendampingi suami yang berdinas di TNI. Mengakui anaknya yang bukan orang Sunda asli, dia merasa tersinggung.
“Copot tuh gambar Garuda Pancasila, di sana tertulis Bhinneka Tunggal Ika. Polda Jabar sudah tidak mengakui arti kebhinekaan,” katanya.
Sementara itu, orangtua peserta lainnya yaitu Warman mengaku keputusan Kapolda Jabar yang memberlakukan pemeriksaan ulang terhadap seluruh calon sangat disayangkan.
Bahkan, untuk menciptakan situasi kondusif, Warman akan mengambil jalur hukum dengan melaporkan tindakan Kapolda Jabar ke Propam Mabes Polri dan ancang-ancang untuk mem-PTUN-kan kebijakan tersebut.
“Kenapa Rikkes ulang dilakukan di pengujung seleksi bukannya di awal-awal? Kemudian keputusan Kapolda soal putra daerah pertanggal 23 Juni 2017, beberapa hari sebelum sidang pengumuman calon Taruna Akpol. Kenapa tidak di awal penerimaan diumumkan?” kata Warman
Proses seleksi yang berujung kisruh ini akhirnya membuat Mabes Polri mengambil alih proses seleksi penerimaan Taruna Akademi Polisi di Jawa Barat.
GMBI
Sebelumnya Kapolda Jabar Irjen Pol Anton Charliyan terbukti menjadi pembina Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI). Sebuah Ormas yang beberapa waktu lalu melakukan tindakan anarkis terhadap anggota Front Pembela Islam (FPI) pada Kamis (12/1) usai pemeriksaan Habib Rizieq Shihab.
Padahal Undang-undang no. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) pada Pasal 28 ayat (3) menyatakan bahwa anggota POLRI dapat menduduki jabatan diluar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
(azm/arrahmah.com)