LONDON (Arrahmah.com) – Pemerintah Inggris telah menyangkal bahwa program untuk mengatasi ekstremisme religius digunakan oleh badan-badan keamanan untuk memata-matai komunitas Muslim.
Dalam pernyataan yang dikeluarkan pada hari Sabtu (17/10), Home Office mengatakan strategi Preventing Violent Extremism (PVE) senilai $ 230m tidak terlibat dalam pengumpulan intelijen rahasia mengenai potensi teroris.
“Setiap ide yang menyatakan bahwa PVE adalah tentang memata-matai itu sangat salah,” ujar Home Office.
“PVE adalah tentang bekerja dengan masyarakat untuk melindungi individu yang rentan dan mengatasi akar penyebab radikalisasi.”
Diluncurkan pada 2006, misi program ini dibuat untuk mendanai proyek yang bertujuan menolak ideologi ekstremis dan mempekerjakan pekerja muda dan guru untuk membantu pemuda Muslim yang dianggap rentan terhadap organisasi radikal.
Namun dalam sebuah laporan kritis, Institute of Race Relations mengklaim program ini pada dasarnya, mendirikan “salah satu sistem pengawasan yang paling rumit yang pernah dilihat di Inggris”.
Arun Kundnani, penulis laporan itu, menyimpulkan bahwa jauh dari mengatasi ekstremisme, PVE sebenarnya memupuk perpecahan, kecurigaan, dan keterasingan.
“Program PVE mengkonstruksi populasi Muslim sebagai seorang ‘komunitas tersangka’ … mendorong tokenisme, memfasilitasi pelanggaran privasi dan kerahasiaan norma-norma profesional, menurunkan semangat demokrasi lokal dan kontra-produktif dalam mengurangi risiko kekerasan politik”, kata Kundnani.
Shami Chakrabarti, direktur pengawas hak-hak politik berbasis Inggris, Liberty, juga mengecap PVE sebagai program mata-mata terbesar di Britania di zaman modern dan “suatu penghinaan terhadap kebebasan sipil”.
“Ini adalah pengumpulan informasi yang diarahkan pada orang-orang yang tidak bersalah dan memata-matai diarahkan pada orang-orang karena agama mereka, dan bukan karena perilaku mereka.”
Dia mencatat bahwa informasi bahwa apa yang dikumpulkan oleh pihak berwenang mencakup pandangan politik, informasi mengenai kesehatan mental, aktivitas seksual dan rekannya, serta informasi sensitif lainnya.
Dan menurut dokumen-dokumen lain yang disajikan kepada surat kabar Inggris The Guardian pada hari Sabtu, intelijen dan informasi PVE dapat disimpan sampai orang-orang yang bersangkutan mencapai usia 100 tahun.
Surat kabar itu juga menerbitkan kasus penyalahgunaan program, seperti dosen yang melakukan pelaporan atas siswa yang menghadiri kuliah di Gaza dan proyek-proyek pemuda ditekan untuk memberi nama para pemuda ke polisi Metropolitan sebagai syarat pendanaan.
Beberapa pemimpin organisasi-organisasi Muslim pun telah mengatakan kepada Guardian bahwa inisiatif PVE telah menstigma Muslim dan bahwa uang yang sangat dibutuhkan untuk menangani masalah-masalah sosial yang tersebar luas hanya yang diberikan dengan pamrih.
Strategi PVE yang dikaji oleh masyarakat dan komite pemerintah daerah. Ulama dari masyarakat Muslim, Shahid Malik bulan lalu mengatakan bahwa itu akan diganti dan direformasi, tetapi beberapa percaya bahwa pemerintah perlu merobeknya dan mulai dari awal.
PVE diluncurkan pada tahun 2006 sebagai bagian dari agenda anti-teror “P” empat Pemerintah – Prevent (Mencegah), Pursue (Mengejar), Protect (Melindungi) dan Prepare (Mempersiapkan) dan dijalankan oleh Dinas Keamanan dan Kontra Terorisme, bagian dari Home Office. (aljz/sm/hdytlh/arrahmah.com)