Oleh : Abu Fikri (Aktivis Gerakan Revivalis Indonesia)
(Arrahmah.com) – Tidak lama terdengar kasus penggerebekan sekaligus penembakan mati teroris oleh Densus 88 mendapatkan banyak apresiasi terutama oleh kalangan Polri sendiri dan Kompolnas. Sekalipun cara-cara bengis itu dikritisi oleh beberapa pihak termasuk sebagaian anggota DPR RI diantaranya anggota Komisi I DPR dari Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati.
“Saya bertanya dalam hati apa pemerintah berniat sungguh-sungguh habiskan terorisme? Itu tidak bisa melulu represif, tapi harus ada pendekatan persuasif dan tidak emosional. Ada upaya dan langkah terpadu tidak bisa parsial hanya melihat kasus per kasus,” kata dia saat berbincang dengan Okezone, di Jakarta, Rabu (1/1/2014) malam.
Senada dengan Susaningtyas, Indonesia Police Watch memandang soal perlunya investigasi Komnas HAM terkait potensi pelanggaran hak asasi terhadap para target polisi itu. Terlebih, ada transparansi dari Polri ihwal prosedur penembakan itu. “Cara-cara polisi dalam mengeksekusi nyawa orang yang dituding sebagai teroris di lapangan sangat disesalkan. Meski dikecam banyak pihak, ini terus terjadi,” keluh Neta S Pane, Ketua Presidium IPW.
Sebaliknya, secara khusus kejadian itu disebut sebagai “Kado Tahun Baru” dari Polri. Dan dengan tegas pihak Mabes Polri melalui Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Boy Rafli Amar mengklaim, penembakan yang menewaskan enam teroris itu sudah sesuai dengan prosedur. “Petugas juga melakukan beberapa upaya mengimbau mereka untuk keluar dan menyerahkan diri. Prosedur negosiasi ini selalu dilakukan. Jadi ini bukannya eksekusi ya. Ini adalah upaya penangkapan, penegakan hukum, atas berbagai aksi terorisme,” bantah Boy, yang juga mantan Kepala Unit Negosiasi Densus 88 Antiteror Polri itu. Ia menambahkan, selain menolak menyerahkan diri, kelompok teroris jaringan Abu Umar itu malah melakukan perlawanan dengan penembakan dan pelemparan granat. Satu orang annggota Densus pun terhantam timah panas teroris di bagian kaki. Demi keselamatan jiwa pasukan, tindakan tegas terukur yang sejalan dengan UU No 15 tahun 2003 tentang Terorisme pun dilakukan. “Sudah banyak contoh petugas kita meninggal dunia karena kalah cepat ditembak oleh mereka-mereka yang selama ini coba ditangkap,” akunya
Penggerebekan terorisme Ciputat yang berbuah tewasnya 6 orang itu seolah menjawab pertanyaan tentang siapa pelaku sebenarnya penembakan beberapa polisi termasuk di Aren, Bom Vihara Ekayana, perampokan kantor cabang Bank BRI di Tangerang pada 24 Desember 2013 lalu dan ancaman beberapa kedutaan besar AS yang menjadi simbol-simbol barat. Keenam terduga teroris yang tewas adalah Daeng alias Dayat, Nurul Haq alias Dirman, Ozi alias Tomo, Rizal alias Hendi, Edo alias Ando, dan Amril. Nurul Haq alias Dirman bahkan disinyalir akan menyiapkan diri untuk aksi Bom Bunuh Diri di Suriah.
Terorisme Ciputat yang diduga memiliki jaringan dengan tersangka teroris Abu Robban, digerebek pada sekitar tahun 2013 itu, menjadi momentum penting di awal penghujung tahun 2014 ini. Apalagi Kapolri Sutarman menegaskan bahwa penangkapan teroris awal tahun ini telah mencegah masuknya dana dari jaringan teroris internasional. Ia menduga, aksi teror di Indonesia sering dibiayai dengan dana asing. Selain itu Sutarman menuding, kelompok Ciputat melakukan perampokan untuk membiayai operasi di Jakarta. “Dana itu bisa kita kurangi, sehingga anggarannya didapat dari merampok,” kata Sutarman. Senada dengan yang disampaikan oleh Sutarman, Ansyaad Mbai (Ketua BNPT) mengeluhkan lemahnya hukum Indonesia membuat tanah air sering dijadikan tempat pelarian oleh teroris-teroris internasional, terutama dari “Malaysia, yang banyak lari ke sini karena hukum kita lembek.”
Yang menarik dari statement Sutarman adalah ketika menyebut bahwa yang menjadi sumber inspirasi ajaran merampok “fa’i” adalah ajaran Ustadz Abu Bakar Al Basyir melalui bukunya “Tadzkirroh”. Dan Sutarman menegaskan bahwa Ustadz ABB lah yang ikut mendorong aktifitas merampok kelompok terduga teroris Ciputat ini. Melihat kasus terorisme Ciputat ini ada beberapa hal penting antara lain :
Pertama, kasus terorisme Ciputat seolah menjadi kunci jawaban dari berbagai peristiwa terorisme sebelumnya seperti penembakan polisi, bom vihara Ekayana, dan lain-lain.
Kedua, kasus terorisme Ciputat menjadi momentum legitimasi pemberian stempel lebih kuat aktor di belakang rangkaian beberapa kasus terorisme kepada Ustadz ABB yang dianggap masih menginspirasi peristiwa-peristiwa terorisme di Indonesia melalui bukunya “Tadzkirroh”. Seolah Ustadz ABB akan ditingkatkan derajat bahayanya sesuai dengan pesanan.
Ketiga, seperti modus pengungkapan kasus-kasus terorisme sebelumnya bahwa terorisme Ciputat ini melalui proses pemantauan yang cukup lama. Dan terkuak ketika tertangkap Anton Andi Septi di Banyumas yang menyebutkan kontrakan di Ciputat. Akhirnya, selalu disudahi dengan kematian bagi terduga terorisme. Dan dalam keadaan terduga terorisme mati artinya tidak bisa dikonfirmasi lagi kebenaran tindak terorisme yang didugakan.
Keempat, selalu ada gabungan kepentingan antara blow up memasifkan “war on terrorism” dan operasi penggerebekan kasus-kasus terorisme di Indonesia. Yang berujung kepada black campaign terhadap kelompok yang diklaim sebagai “Islam Fundamentalis” dengan menghadap-hadapkan dengan kelompok Islam ke-Indonesia-an yang direpresentasi oleh 2 ormas Islam besar di Indonesia. NU dan Muhammadiyah.
Kelima, penanganan terorisme di Indonesia termasuk kasus terorisme Ciputat didekati case by case tidak didekati dengan pendekatan komprehensif dan mendasar. Apalagi selalu mengedepankan pendekatan represif sebagai upaya untuk menjalankan “law of enforcement” sebagai satu-satunya alasan. Perlu solusi komprehensif dan mendasar untuk memecahkan persoalan terorisme.
Selain catatan seputar penggerebekan terorisme Ciputat terdapat kejanggalan yang berhasil dikompilasi oleh Kontras sekitar 6 kejanggalan. Dan 6 kejanggalan itu menyiratkan sebuah pertanyaan besar ada agenda apa sebenarnya di balik operasi penggerebekan terduga terorisme Ciputat yang penuh dengan nuansa nafsu pembunuhan oleh Densus 88. Apalagi terorisme Ciputat dikaitkan dengan tulisan Ustadz ABB yang berjudul Tadzkirroh. Konstruksi bangunan operasi penggerebekan ala Densus 88 dan opini black campaign terhadap sosok para pejuang Islam adalah upaya perusakan komunitas Islam secara sistematis dengan dukungan kekuatan negara dan kekuatan internasional. Semoga kita senantiasa diingatkan oleh ayat-ayat Alloh Subhanahu Wa Taalla :
“Mereka melakukan tipu daya, lalu Allah membalas tipu daya mereka. Allah adalah sebaik-baik pengatur tipu daya untuk menghancurkan orang-orang kafir.” (QS. Al-Anfal: 30). Wallahu a’lam bis showab. (arrahmah.com)