JAKARTA (Arrahmah.com) – Pemindahan secara mendadak yang dilakukan aparat kepolisian kepada ustadz Abu Bakar Ba’asyir dari Rumah Tahanan Bareskrim Mabes Polri ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) NusaKambangan, Cilacap, Jawa Tengah pada Jum’at malam (5/10) tanpa pemberitahuan ke pihak keluarga dinilai Pemerhati Kontra-terorisme Ustadz Haris Abu Ulya sebagai tindakan melanggar HAM dan zalim.
“Saya melihatnya ini tindakan yang tidak manusiawi dan dzalim, beliau yang sudah sepuh dan dalam kondisi kurang sehat densus 88 memindahnya. Dan juga tidak memberitahu kepada pihak keluarga sebelumnya, ini arogansi, hanya dengan mengenakan baju koko dan sarung beliau diangkut via darat ke Nusakambangan.” Kata ustadz Haris kepada arrahmah.com, Jakarta, Sabtu (6/10).
Layakya peristiwa Bom Bali, Direktur The Community Of Ideological Islamic Analyst (CIIA) ini menduga Densus 88 melakukan kegiatan yang menimbulkan sasaran multi efek serta dapat dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.
“Saya menduga di moment Bom Bali, Densus bekerja untuk membuat multi efek. Kemungkinannya, ini pesanan donatur (Australia atau AS), kedua ini diharapkan bisa alihkan pertarungan KPK-Polri atau isu krusial lainnya, ketiga ini pancingan untuk membuat marah/meradikalisasi dan memprovokasi kelompok jihadis, atau ini upaya untuk menjaga panasnya isu terorisme agar bisa ambil keuntungan politik dibaliknya. ” Jelas Ustadz Haris.
Lebih dari itu, ia berharap semua pihak tidak mudah terpancing atas kemungkinan-kemungkinan yang ditimbulkan atas pemindahan Amir Jama’ah Anshorut Tauhid tersebut.
“Untuk kemungkinan kedua dan ketiga saya harap tidak terpancing, KPK tetap saja bersikap tegas kepada para Koruptor besar dari institusi Polri. Dan juga para simpatisan ustad Abu tidak perlu terpancing dengan “permainan” Densus.” imbau salah satu pimpinan Hizbut Tahrir Indonesia ini.
Sambungnya, aparat kepolisian dalam menangani terorisme telah melakukan ketidakadilan dengan menerapkan standar ganda.
“Umat sangat tahu, perlakuan densus tidak konsisten terhadap kasus “terorisme”, kenapa si Ale (Ali Imron) tidak juga dipindah? Apa karena ia bisa ikuti semua kemauan Densus? Atau koruptor kelas kakap tidak juga di buang ke Nusakambangan? Ini kedzaliman yang berbahaya,” pungkas ustadz Haris. (bilal/arrahmah.com)