Oleh: Sri Ijawati
(Arrahmah.com) – Ada yang berbeda dari Gelaran Fenomenal di Momen tahun baru Islam 1 Muharram 1442 H kali ini. Meski tak semeriah tahun-tahun sebelumnya karena efek pandemi, ternyata peringatan tahun ini lebih diwarnai geliat ummat Islam untuk mengikuti gelaran akbar perdana film dokumenter bertajuk Jejak Khilafah di Nusantara (JKdN). Film ini telah berhasil disaksikan secara virtual lebih dari 200 ribu pemirsa di berbagai belahan dunia yang ingin mengenang sekaligus mengambil ibrah dari sejarah masuknya Islam di Nusantara. MasyaAllah.
Berbagai rintangan tentu telah dan akan dilalui dalam penayangan film bersejarah ini. Siapa lagi kalau bukan musuh-musuh Islam atau agennya yang menghadang. Terbukti selama tayangan film beberapa kali gangguan terjadi yang diduga berasal dari pihak tak asing lagi, yaitu mereka yang biasa menjegal dan memonsterisasi Khilafah sehingga menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
Dalam film JKDN itu di gambarkan tentang sejarah Antara Nusantara dan Khilafah Islamiyyah. Penyebaran Islam di Nusantara tidak bisa dilepaskan dari peran Walisongo, khususnya di Pulau Jawa. Dalam buku sejarah seperti Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII yang ditulis oleh Azyumardi Azra, Sejarah Wali Songo: Misi Pengislaman di Tanah Jawa karangan Budiono Hadi Sutrisno, atau Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan Islam di Indonesia yang ditulis oleh Ahmad Mansur Suryanegara, diketahui bahwa Walisongo adalah para ulama yang diutus oleh Sultan Mahmud 1 dari Khilafah Utsmaniyah untuk menyebarkan Islam di Nusantara.
Para wali ini datang dimulai dari Maulana Malik Ibrahim, asli Turki, ahli politik dan irigasi. Dialah peletak dasar pendirian kesultanan di Jawa sekaligus mengembangkan pertanian di Nusantara. Ia wafat di Gresik sehingga dikenal dengan sebutan Sunan Gresik.
Mayoritas penduduk Indonesia menjadi Muslim tak lepas dari dakwah yang disampaikan oleh para dai yang diutus oleh Khilafah. Kemusliman itu amat berpengaruh dalam dinamika kehidupan bangsa dan negara ini.
Menarik apa yang pernah disampaikan Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) VI di Yogyakarta, tahun 2015. Beliau mengungkapkan hubungan Khilafah Utsmaniyah dengan Tanah Jawa. Sultan Turki Utsmani meresmikan Kesultanan Demak pada tahun 1479 sebagai perwakilan resmi Khalifah Utsmani di tanah Jawa. Menurut dia, Sultan Turki pula yang mengukuhkan Raden Fatah sebagai khalifatullah di Jawa. Perwakilan Khilafah Turki di Tanah Jawa
Sebelum itu, hubungan Nusantara dan Khilafah telah terjalin sangat erat di Aceh. Koran Sumatera Post menulis, pejabat Belanda mengakui bahwa banyak sultan-sultan di Indonesia memberikan baiatnya (sumpah kesetiaan dan kepatuhan) kepada Khalifah di Istanbul. Dengan itu secara efektif kaum Muslim di wilayah Sultan itu menjadi warga Negara Khilafah.
Penyebaran Islam semakin luas sampai ke pulau Kalimantan, pada abad ke 15 pada Kerajaan Daha. Pada tahun 1595 Pangeran Samudera di nobatkan sebagai Raja Daha sesuai dengan wasiat kakeknya, Pangeran Sukarama. Ia kemudian masuk Islam dan berganti nama menjadi Pangeran Suriansyah dan memindahkan ibukota kerajaan dari Daha ke Bandar Masih atau Banjarmasin. Dengan berdirinya kerajaan Banjar di bawah pemerintahan Pangeran Suriansyah, perkembangan agama Islam menunjukkan kemajuan yang cukup berarti. Penduduk Kalimantan yang semula memeluk paham Animisme, Hindu dan Budha itu berangsur-angsur beralih memeluk agama Islam.
Kemajuan Islam di Kalimantan mencapai puncaknya setelah lahirnya ulama besar Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, yang hidup selama 102 tahun (1710-1812). Beliau mendampingi empat orang Sultan, yaitu Sultan Tahlilillah, Tamjidillah, Tahmidillah dan Sultan Sulaiman. Ada juga Syekh Muhammad Nafis Al-Banjari yang lahir sekitar tahun 1150 H (1735M) di Martapura Kabupaten banjar Kalimantan Selatan, beliau adalah keturunan sultan kerajaan banjar dan nasabnya bersambung sampai ke Pangeran Suriansyah atau Pangeran Samudera, Beliau wafat tepatnya di Mahar Kuning Desa Binturu Kecamatan Kelua Kabupaten Tabalong Tanjung, diperkirakan beliau wafat sekitar tahun 1200 H atau 1780 M.
Tidak pernah terbayangkam sebelumnya, film JKDN yang telah lalu, mengungkap Sejarah umat yang kehilangan peradaban gemilang, ummat di kaburkan dari sejarah yang memiliki pengaruh yang besar terhadap perjuangan dakwah Islam di nusantara, apakah kemudian ini hanya momentum untuk mengingat ingat sejarah saja, tentu tidak demikian.
Dengan ini kita sebagai pengusung ide-ide khilafah harus menyadari bahwa sangat erat hubungan kekhilafah dengan Nusantara dan bahkan kekhilafahan sebuah kebutuhan bagi nusantara bahkan dunia. Khilafah menjadi perbincagan hangat di kalangan umat, sejarah yang tidak bisa di tutupi lagi, penegakkan khilafah adalah mahkota kewajiban, khilafah adalah ajaran islam, kabar gembira dari Rasululullah. Terus ungkap sejarah kegemilangan dan terus berjuang untuk tegaknya syariah dan khilafah. Setiap syabah harus menyadari perannya dalam jamaah dakwah ini , sebagai satu kesatuan jamaah dakwah dalam mewujudkan istinafil hayatil islam.
Wallahu’alam bi ashowab