Oleh: Mahrita Julia Hapsari, M.Pd*
(Arrahmah.com) – Netizen dibuat heboh dengan postingan selebgram Sarah Keihl. Dalam akun instagram miliknya, Sarah mengaku prihatin dengan pandemi Covid-19. Yang membuat geger, Sarah melelang keperawanannya mulai dari harga Rp 2 milyar. Dan 100% dana hasil lelang keperawanan itu untuk didonasikan kepada tenaga medis yang berjuang melawan Covid-19 (tribunnewsmaker.com, 21/05/2020).
Sontak, postingannya mendapat banyak kecaman. Pengacara kondang Hotman Paris ikut menanggapi aksi Sarah. Menurut Hotman, Sarah bisa dikenakan pasal 27 ayat 1 UU ITE, dengan hukuman 10 tahun penjara (insertlive.com, 22/05/2020).
Dr. Tirta juga menanggapi dengan sebuah gambar siklus berbentuk lingkaran. Ada kata konten, yang dihungkan dengan panah ke kata klarfikasi, berlanjut ke minta maaf, repeat, goblog, dan kembali berputar ke arah konten. Tentu hal ini seperti kesalahan yang berulang (kompastv.com, 21/05/2020).
Meskipun pada akhirnya, Sarah meminta maaf dan mengaku apa yang dia lakukan hanyalah bercanda. Namun publik sudah terlanjur geram pada aksi tabu yang dilakukannya.
Lain Sarah, lain lagi dengan Abdul Aziz. Dosen UIN Surakarta ini meraih gelar doktor di UIN Sunan Kalijaga Yogjakarta. Dia membuat disertasi kontroversi yang berjudul “Konsep Milk Al-Yamin Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Non-Marital” (wartakotalive.com, 06/09/2019).
Dalam disertasinya, Abdul Aziz membolehkan hubungan seks non-marital dengan catatan dilakukan atas dasar suka sama suka dan di tempat tertutup. Adanya kriminalisasi pelaku zina, menjadi alasan baginya untuk menulis disertasi kontroversi tersebut. Hukum rajam, cambuk, hingga penggrebekan dianggapnya sebagai kriminalisasi dan melanggar HAM.
Geleng-geleng kepala dan mengelus dada saat mengikuti kedua berita di atas. Terutama dengan pemikiran mereka yang menganggap remeh dosa zina. Sarah dan Aziz tidaklah sendirian. Ada banyak lagi yang memiliki pemikiran seperti mereka berdua, Bahkan mungkin tak sekedar pemikiran, namun sudah melakukannya.
Zina merupakan salah satu dosa besar. Dia adalah dosa besar ketiga setelah syirik dan membunuh jiwa yang suci. Zina adalah perbuatan amat buruk dan tercela, sehingga Allah Swt. mengharamkan perbuatan zina.
Sebagaimana dalam Al-Qur’an surah Al-Isra’ ayat 32: “Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji.”
Perbuatan zina bisa mengantarkan pada dosa yang azabnya otomatis dilipatgandakan oleh Allah Swt. Bahkan berzina akan menjadi tiket ke neraka dalam keadaan terhina dan kekal di dalamnya. Allah bahkan menyediakan hukuman rajam dan cambuk bagi pelakunya (An-Nuur ayat 2).
Sedemikian buruknya perbuatan zina, dan kerasnya ancaman siksa dari Allah Swt. Lalu mengapa masih ada yang memiliki pemikiran lelang keperawanan atau legalisasi zina?
Pertama, hasil pendidikan sekuler yang memisahkan antara agama dan kehidupan. Ini yang membuka peluang sekelas doktor pun akan memiliki pemikiran nyeleneh, Sama saja dengan seorang selebgram. Khas manusia sekuler, sesukanyalah hidup di dunia ini, masalah akhirat itu urusan belakangan.
Demi terkenal, dibuatlah status lelang keperawanan. Demi nilai disertasi sangat memuaskan, dibuatlah karya tulis yang kontroversial. Tak ingat lagi bahwa di akhirat kelak semua akan dipertanggungjawabkan.
Kedua, kehidupan kita saat ini diwarnai oleh sistem demokrasi kapitalisme. Sistem ini berdiri di atas empat pilar kebebasan, yaitu kebebasan beragama, berpendapat, bertingkah laku dan kepemilikan. Atas dasar kebebasan berpendapat, maka siapapun merasa sah-sah saja berbicara mengeluarkan ide meskipun bertentangan dengan norma dan agama.
Ketiga, institusi yang melindungi. Keberadaan negara dalam sistem kapitalisme adalah demi melindungi kebebasan individu. Aturan-aturan yang dibuat oleh negara adalah dalam rangka mengakomodir kebebasan individu. Maka, jangan heran jika pemikiran lelang keperawanan akan save dan ada yang mendukung. Jika pun ada hukuman seperti UU ITE, itu hanya berlaku jika ada yang melaporkan. Jika tidak ada yang melaporkan, maka bebas berpendapat dan melakukan apapun.
Tentu kita tak bisa membiarkan pemikiran menganggap enteng dosa zina ini terus bercokol di muka bumi. Karena dimulai dari pemikiran akan lahir perbuatan. Jika sudah zina merajalela, maka kita mengijinkan Allah menurunkan azab untuk kita. Nau’udzubillahi min dzaalik.
Perlu sistem Islam kaffah untuk mengembalikan manusia pada fitrah penciptaannya. Sebagai hamba Allah yang berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah, mempertanggungjawabkan semua perbuatan kita.
Sistem Islam kaffah meletakkan pondasi keimanan bagi manusia untuk berpikir dan bertingkah laku. Maka ada celah untuk mengumbar kebebasan yang bertentangan dengan syariat Allah. Masyarakat yang beramar ma’ruf nahiy munkar bisa mencegah individu untuk bermaksiat.
Keberadaan sistem Islam yang menerapkan syariat Islam secara kaffah akan memastikan suasana keimanan dan masyarakat yang berlomba-lomba dalam kebaikan. Sistem sanksi yang tegas akan mencegah dan memberi efek jera bagi pelaku maksiat juga anggota masyarakat yang lain. Wallahu a’lam.
*) Pemerhati pendidikan
(ameera/arrahmah.com)