(Arrahmah.com) – Penyimpangan-penyimpangan kelompok “Daulah Islamiyah”, atau Islamic State (IS) yang sebelumnya dikenal sebagai ISIS, telah terlihat sejak masih bersatunya kelompok pimpinan Abu Bakar Baghdadi itu dengan Jabhah Nushrah (JN).
Penyimpangan-penyimpangan yang mereka lakukan pun terus berlangsung hingga terpecahnya kedua kelompok yang awalnya sama-sama berada di bawah komando Al-Qaeda pusat pimpinan Syaikh Aiman Az-Zhawahiri.
Berikut ini merupakan uraian singkat dari seorang Mujahid mengenai penyimpangan-penyimpangan ISIS yang menyorot sikap pemimpin ISIS terhadap kesatupaduan Mujahidin di Syam dan terhadap para pemimpin mereka.
Termasuk pembatalan baiatnya terhadap Syaikh Aiman setelah dia tidak mau lagi mematuhi ketetapan yang diputuskan oleh Amir Al-Qaeda pusat itu.
Bismillah.
Ketika Syaikh Abu Muhammad Al-Fatih Al-Jaulani di Daulah Islam Irak atau Islamic State of Irak (ISI) dan setelah ia memasuki Suriah untuk membentuk Jabhah Nushrah (JN), ia berada di bawah struktur komando Abu Bakar Al-Baghdadi [di mana keduanya berada] di bawah komando Syaikh Aiman Az-Zhawahiri.
Ini terjadi sebelum Baghdadi membatalkan baiatnya kepada Syaikh Aiman dan sebelum Baghdadi mengafirkan Jabhah Nushrah serta melabeli Al-Qaeda telah menyimpang.
Ketika Syaikh Jaulani memasuki Suriah, ia telah melewati perjuangan selama bertahun-tahun di Irak melawan pendudukan dan rezim Safawi. Ia juga menyaksikan banyak kesalahan yang ia coba untuk hindari dan koreksi.
Pada awal revolusi Suriah, Baghdadi memerintahkan dua tindakan kepada Syaikh Jaulani dan Syaikh Abu Mariyah Al-Qahtani.
Pertama: Untuk membunuh Syaikh Abu Al-Said Al-Irak, pemimpin Jaishul Mujahidin di Irak yang telah berlindung di tebing Damishq
Syaikh Abu Al-Said adalah seorang pemimpin Mujahid di Irak, yang menentang pendudukan, dipenjarakan oleh Syiah Rafidhah dan kemudian pergi ke Suriah.
Dengan kehendak Allah (Subhanahu wa Ta’ala), Syaikh Abu Al-Said dan Syaikh Jaulani dipenjara bersama-sama di Irak. Di dalam penjara, mujahidin biasa menggunakan nama panggilan untuk menghindari para intel.
Syaikh Jaulani mengenal Syaikh Abu Al-Said sebagai seorang yang begitu taat. Baginya, Syaikh Abu Al-Said adalah sosok yang berusaha memberi yang terbaik untuk umat dan merupakan seorang pria yang mendedikasikan diri di jalan jihad serta kesabaran.
Jadi, ketika Baghdadi memerintahkan Syaikh Jaulani untuk membunuh Syaikh Abu Al-Said, Syaikh Jaulani tentu saja menolak perintah ini.
Namun bagi Baghdadi, penolakan itu adalah kejahatan besar. Dia mengklaim Syaikh Jaulani tidak memprioritaskan ‘Sahwagi Murtad’. Dia juga mengklaim betapa beraninya Syaikh Jaulani hanya berfokus pada rezim pada tahap ini (ingat pembantaian mengerikan yang dilakukan oleh rezim terutama pada hari-hari awal revolusi).
Catatan penting: (Syaikh Abu Al-Said pada satu titik adalah guru bagi Baghdadi dan Baghdadi adalah muridnya. Semua muridnya begitu mengenal pengetahuan Syaikh Abu Al-Said)
Kedua: Baghdadi memerintahkan Jabhah Nushrah untuk melaksanakan bom bunuh diri di wilayah Turki, menargetkan perkumpulan SNC (Syrian National Council).
Syaikh Abu Mariyah diperintahkan secara khusus untuk melakukan hal ini karena Jabhah Nushrah di Deir Ez-Zour (yang dipimpin Syaikh Abu Mariya) mengetahui orang-orang yang bisa mencapai target tersebut di wilayah Turki.
Ketika Abu Mariyah diperintahkan melakukan ini, ia menjawab, “A’udzubillah” (Aku berlindung kepada Allah). Syaikh Jaulani dan Jabhah Nushrah menolak untuk melaksanakan perintah malapetaka tersebut.
Perlu diingat pada tahap ini malapetaka ini bisa menyebabkan revolusi Suriah.
Kemudian ISIS dan sekarang dikenal sebagai IS yang juga memastikan untuk menghindari konflik dengan Turki.
Terbukti memerintahkan sebuah serangan semacam itu hanya untuk Jabhah Nushrah, tapi ISIS/IS sendiri kemudian menolak tindakan bodoh seperti itu.
Bagi Adnani, Baghdadi dan ISI, penolakan untuk melaksanakan perintah tersebut adalah bukti bahwa Jabhah Nushrah itu sedang ‘membelot’ dan kepemimpinannya adalah para pengkhianat.
Baghdadi secara pribadi memasuki Suriah untuk ‘menghabisi’ Syaikh Jaulani dan Majlis Syura serta menyatakan bahwa ISI akan ‘memperluas’ diri ke Suriah, membentuk ISIS.
Syaikh Jaulani menjawab bahwa mereka harus menjunjung aturan Syaikh Aiman di antara mereka, dan Syaikh Abu Abdul Aziz Al-Qatar bersaksi bahwa baik Syaikh Jaulani maupun Baghdadi sama-sama setuju untuk menerima putusan tersebut.
Dan seperti yang kita semua ketahui, ketika Syaikh Aiman memberi perintah, Syaikh Jaulani mematuhinya sementara Baghdadi menolaknya dan bahkan malah memutus bai’at-nya terhadap Syaikh Aiman. Sisanya merupakan sejarah.
Ini hanya sedikit uraian yang menyoroti beberapa penyimpangan dari kelompok yang yang mengklaim diri sebagai “Daulah Islam”, yang sebenarnya justru malah jauh dari Islam.
Dan apa yang tersembunyi itu masih jauh lebih banyak lagi.
Ditulis oleh saudara kalian, @jabhat_al_izz
(aliakram/arrahmah.com)