BRUSSEL (Arrahmah.com) – Indonesia menganggap aksi terorisme sebagai tindak kriminal, sehingga penanganan yang digunakan adalah pendekatan hukum. Pelaku yang tertangkap diproses secara hukum melalui proses peradilan independen. Karena itu penggunaan hard power tidak cukup dalam menaggulangi terorisme, tetapi juga diperlukan program deradikalisasi.
Demikian yang dikatakan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Jenderal Polisi (Purn) Ansyaad Mbai dalam seminar “Strategi Penanggulangan Terorisme Indonesia”, yang diselenggarakan oleh KBRI Bruseel bekerjasama dengan dengan Egmont Institute di Kastil Val Duchesse, seperti yang disampaikan Fungsi Penerangan Sosial Budaya dan Diplomasi Publik KBRI Brussel Punjul Nugraha di Brussel, pada Senin (4/7/2011).
Seminar tersebut sebenarnya telah digelar pada 29 Juni lalu, dihadiri oleh peserta yang sebagian besar wakil dari institusi Uni Eropa, Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pertahanan Belgia, lembaga think-tank dan akademisi di Belgia.
Tampil sebagai pembicara utama, Mbai memaparkan bahwa strategi pendekatan untuk penanggulangan terorisme yang dilakukan Indonesia itu dikembangkan dari berbagai pengalaman dalam menghadapi aksi-aksi terorisme sebelumnya.
“Penggunaan hard power dalam menghadapi terorisme tidaklah cukup. Oleh karena itu, Indonesia juga mengembangkan program deradikalisasi,” tegas Mbai.
Menurut Mbai, salah satu hal terpenting dalam pemberantasan terorisme adalah melawan ideologi radikal melalui berbagai pendekatan sosial. Selain itu, elemen penting lain dalam pemberantasan terorisme adalah kerjasama internasional, sebab tidak ada satu negarapun yang kebal terhadap ancaman terorisme.
“Kerjasama antar negara baik melalui skema bilateral maupun multilateral merupakan salah satu kunci untuk meminimalisasi ancaman terorisme,” papar Jenderal Mbai.
Sementara itu, Kepala Bagian Penanggulangan Terorisme Kemenlu Belgia, Dubes Thomas Baekelandt, yang tampil sebagai komentator mengatakan bahwa dia mengikuti dengan seksama perkembangan kapasitas Indonesia dalam upaya penanggulangan terorisme.
“Indonesia telah mencatatkan perkembangan dan prestasi menggembirakan dalam pemberantasan terorisme. Apa yang dilakukan oleh Indonesia sebenarnya dapat pula dikembangkan untuk Eropa, utamanya untuk meningkatkan awareness masyarakat guna pencegahan berkembangnya radikalisme,” ujar Dubes Baekelandt.
Duta Besar RI di Brussel Arif Havas Oegroseno dalam pernyataannya menyampaikan bahwa kunjungan Kepala BNPT ke Brussel adalah untuk menunjukkan secara langsung “keberhasilan” Indonesia dalam upaya penanggulangan terorisme serta membuka kesempatan saling tukar pengalaman dengan berbagai pihak di Eropa dalam menangani masalah terorisme.
Sayangnya keberhasilan tersebut tidak dipaparkan dengan pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan terhadap “terduga teroris”. Adanya penyiksaan dalam interogasi, hingga main tembak tanpa memperdulikan praduga tak bersalah. Berhasil dari mananya? Harusnya dinilai berhasil jika bangsa ini mampu mensejahterakan rakyatnya dan mengadili semua penjahat yang telah membuat rakyat menderita. Siapa lagi kalau bukan koruptor.
Penerapan hukum yang memilik standar ganda juga masih menyelubungi bangsa yang katanya berusaha menegakkan demokrasi. Tapi konsep demokrasi yang diambilpun hanya konsep yang menguntungkan pihak tertentu saja. (dns/arrahmah.com)