JAKARTA (Arrahmah.com) – Setelah dihujani kritik, termasuk dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah Anies Baswedan mengatakan, tidak berencana melanjutkan penyusunan tata tertib (tatib) terkait tata cara membuka dan menutup proses belajar mengajar di sekolah dengan berdoa.
Anies berusaha ngeles, dia bilang tatib itu disusun terkait banyaknya keluhan orang tua murid terhadap tata cara berdoa yang dinilai medominasi agama tertentu.
“Tidak tahu tatib itu akan dibikin apa tidak. Itu baru wacana,” kata Anies berusaha ngeles, saat dihubungi Republika, Selasa (9/12/2014).
Anies menjelaskan, penyusunan tatib itu baru wacana dan tidak akan dilanjutkan. Karenanya, pemberitaan mengenai penyusunan tatib untuk mengatur tata cara berdoa yang dibuat kementeriannya itu dinilai berlebihan.
Malah, kata Anies, kementerian mendorong agar semua anak-anak sekolah menjadi anak yang bertakwa. Yaitu, dengan memulai dan menutup aktivitas belajar dengan berdoa. Karena proses belajar itu merupakan bentuk ibadah.
“Justru kita itu ingin mendorong agar anak-anak itu memulai kegiatan dengan berdoa, tetapi cara doanya dan lain-lain merujuk pada kementerian agama. Bukan kita yang mengatur,” ujarnya.
Jadi, kata Anies, agak berlebihan jika ada pemberitaan yang mengatakan kementerian akan menyusun tatib terkait tata cara berdoa.
“Jadi yang mengatur bukan kita. Menurut saya agak dilebih-lebihkan, ini malah curiga ada apa? Kok muncul sekarang? Apakah punya masalah dengan kurikulum 2013? Kenapa baru muncul sekarang? Itu obrolan sudah dua mingguan lebih,” tuturnya.
Anies nampak dungu, dia mengaku belum mengetahui apakah tata cara berdoa yang merujuk pada kementerian agama itu sifatnya general atau individual. Seperti berdoa sesuai agamanya masing-masing ketika memulai dan mengakhiri proses belajar.
“Saya gak tahu karena belum konsultasi,” ucapnya .
Bekas rektor Universitas Paramadina ini menuturkan, setelah mendapatkan informasi dari masing-masing sekolah tata cara memulai dan mengakhiri belajar berbeda-beda. Ada yang memulainya dan mengakhiri belajarnya dengan berdoa, ada juga yang tidak.
Dengan wacana itu, kata Anies, tujuannya untuk membuat anak-anak sekolah menjadi anak-anak yang beriman dan bertakwa. “Karena itu sekolah dimulai dengan berdoa sesuai dengan agamanya masing-masing,” papar dia.
Namun klarifikasi Anies ini justru mendapat koreksi dari sejumlah netizen yang misalnya menyebut bantahan di atas, diplintir sendiri oleh Anies. Beberapa kritikan netizen dimuat Republika Online, Selasa (9/12), di antaranya:
“Dari dulu mulai dan mengakhiri bljr sdh dngn derdoa, apa anis ini ga penh berdoa, klw bljr..? modus doang ni…!!! org islam kok membuyarkan ajaran agamanya sendiri, kyny sdh mulai nih mnyebarkan paham liberal yg dianut yaaa. smoga umat islam dikuatkan hatinya, agar tdk mudah tertipu,” tulis Nasuha Cabby, UIN.
“Sudahlah jgn byk wacana yg tidak jelas. mending kerja yg bener, banyak anak putus sekolah dan byk anak miskin yg tdk dpt mengenyam pendidikan berkualitas…,” kata Shintoh di Jakarta.
“Hadeueuh. .. dari dulu klo masuk kelas berdoa baca alpatehah…nah kalo mo pulang..baca al asr, itu buka tutup dah pake doa. …! Mentri sekolah sd, smp nya di mana sih…? JIL ya..?” (Muhammad Abdul Rohim, SMK Bhina Karya, Karawang)
“Istighfar! Udahlah jgn ngurusin yg udah berjalan baik…emang dari dulu sdh bgitu adanya masuk KBM berdoa keluar KBM juga berdoa… Where have you been Pak?!
Bapak mentri kayak kurang kerjaan aja, kok ngurusin doa pak…?. Doa itu sesuai pedoman syariat yang diyakini, misal, kalo Islam ya pake Yaa ALLAH, bukan ya tuhan. Masih banyak yg lain urusan pendidikan yang belum beres pak mentri, kudunya itu yang diurusin dulu,” (Irjik, SMA bina Taruna Surabaya).
“Kan sudah dilaksanakan dari jaman dahulu berdoa sebelum dan sesudah belajar..ngapain diwacanakan lagi….rese amat…,” (Zaenal Alfalah, Depok, Jawa Barat).
“Ah orang macam Anis ini ogah ane percaya omongan nya lagi. Lg sadar aja omongan nya bisa dipelintir sendiri…,” (Aloengs Bangers).
‘Test the water’ terhadap umat Islam
Kasus Menteri Anies Baswedan yang merumuskan kebijakan Tata Tertib berdoa di sekolah, kemudian publik bereaksi keras, lalu akhirnya Menteri klarifikasi dan ngeles itu hanya wacana, semakin menguatkan dugaan berbagai pihak kalau Umat Islam sedang mengalami ‘Test The Water’. Sejauh mana reaksi umat Islam terhadap kebijakan. Kalau diam, maka kebijakan dilanjutkan. Kalau berekasi keras, maka tinggal klarifikasi dan bilang ‘itu hanya wacana’.”Test case seperti melempar batu ke dalam air seberapa riak ummat ini.
Satu-Satu. Ada tesa-antitesa, aksi-reaksi, sebab-akibat,” ujar bu Wirianingsih Mutammimul Ula melalui akun twitternya @wirianingsih,
Tras Rustamaji (@rustamaji), seorang konsultan IT, juga menyatakan serupa:
1. Sudah makin kentara polanya. Mereka sedang melakukan “test the water” thd umat Islam.
2. Mereka membuat ‘kebijakan’, kalau para ulama kalem, kebijakan lanjut. Kalau ulama teriak tinggal ngeles ‘wartawan salah nangkep! gak gitu’.
3. Dulu pas umat di #testTheWater dgn pelarangan takbir, ulama kalem. Akhirnya jadi deh itu kebijakan jalan.
4.Ingat #testTheWater
5. Dan, kalau ust. @Yusuf_Mansur nggak teriak, mereka nggak akan ngeles kayak gini.
6. Kita siap-siap aja sepanjang 5 tahun di #testTheWater. qurban & adzan dilarang, khotbah diatur, iman masjid mesti sertifikasi, dll.”Iya persis spt rncana pnghapusan kemenag. Angkat isu lalu lihat reaksi tokoh2 “kunci”. Kl dtolak ngeles kl diam ya bablas,” tambah @surodilagan. Maka menjadi tugas publik dan terutama para ulama untuk terus ‘hadir’ tidak berdiam.”Ulama harus ada di setiap masa, mengikuti jejak para Nabi dan Rasul yg dihadirkan Tuhan Maha Pencipta agar manusia selamat sampai tujuan,” demikian ungkap ibu Wirianingsih.
kebijakan —> umat diam —> realisasi
kebijakan —> umat protes —> tinggal ngeles
(azm/dbs/arrahmah.com)