JAKARTA (Arrahmah.com) – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menuai kritikan lantaran adanya sejumlah rencana pada Rencana Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran (KUA-PPAS) 2020 DKI Jakarta yang dinilai janggal.
Anies sendiri kini sedang menyisir daftar rencana anggaran tersebut sebelum diajukan ke DPRD DKI.
Merespon hal itu, politisi Demokrat Andi Arief mengatakan salah input mata anggaran sebelum diajukan ke DPRD merupakan hal yang biasa karena sangat mungkin terjadi.
“Apakah mata anggaran sebelum diajukan ke DPRD bisa terjadi salah input dan sejenisnya. Menurut saya sangat mungkin,” kata Arief melaui akun Twitter pribadinya, Jumat (2/11/2019).
Andi Arief mengungkapkan, kejadian yang menimpa Anies itu juga pernah terjadi saat Pemprov DKI Jakarta dipimpin pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tahun 2014 lalu.
Saat itu ada duplikasi anggaran di Dinas Pendidikan DKI yang jumlahnya mencapai triliunan rupiah.
“Saat Pak Jokowi dan Pak Ahok pimpin Jakarta, duplikasi anggaran diknas DKI jumlahnya trilyunan. Hal biasa, butuh koreksi,” tuturnya.
Kala itu, Badan Pengelola Keuangan Daerah DKI Jakarta menemukan 18.000 mata anggaran ganda. Sebagian anggaran ini dialihkan ke alokasi anggaran lain.
Potensi kebocoran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta tahun 2014 mencapai Rp 1,8 triliun jika saat itu tidak dibenahi.
Khusus di Dinas Pendidikan DKI, jumlah anggaran yang dicoret Jokowi mencapai Rp 1 triliun.
“Jumlah anggaran yang dilaporkan akan dicoret saya perkirakan hampir Rp 1 triliun. Siapa pengusulnya dan untuk apa anggarannya, akan kami telusuri,” kata Andi Arief menirukan pernyataan Jokowi saat itu.
Sebagaimana diketahui, rencana anggaran yang janggal itu antara lain pengadaan lem aibon senilai Rp 82 miliar di Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat.
Dinas Pendidikan DKI sendiri sudah meluruskan bahwa pengadaan itu mengalami salah pengetikan.
Selain itu, ada juga usulan anggaran pengadaan ballpoint sebesar Rp 124 miliar di Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Jakarta Timur, 7.313 unit komputer dengan harga Rp 121 miliar di Dinas Pendidikan, dan beberapa unit server dan storage senilai Rp 66 miliar di Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik.
Sementara itu, Anies berencana untuk mengganti sistem penyusunan penganggaran secara elektronik (e-budgeting) warisan gubernur sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Anies menyebut sistem tersebut menjadi penyebab munculnya ajuan janggal dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2020.
Anies mengaku akan secepatnya mengembangkan sistem penganggaran cerdas yang lebih efektif mencegah ajuan janggal. Nantinya, sistem itu akan otomatis mendeteksi ajuan janggal, sehingga tidak perlu lagi verifikasi manual yang memungkinkan lolosnya ajuan yang salah.
Anies menjelaskan, sistem yang digunakan dalam proses penganggaran harusnya bisa langsung memverifikasi atau mendeteksi anggaran yang janggal. Dengan algoritma tertentu, Anies yakin sistem tersebut bisa tercipta.
“Begitu ada masalah langsung nyala. Red light. Begitu ada angka yang tidak masuk akal, langsung muncul warning. Kan bisa tahu,” jelasnya.
(ameera/arrahmah.com)