ACEH (Arrahmah.id) – Angkatan Laut Indonesia telah mendorong kembali sebuah kapal yang membawa pengungsi Rohingya ketika kapal tersebut mendekati pantai Aceh.
Pihak militer mengatakan bahwa penjaga pantai pertama kali mendeteksi kapal kayu tersebut memasuki perairan Indonesia pada Rabu, sebelum kapal angkatan laut KRI Bontang-907 menemukan kapal tersebut sekitar 63 mil laut (117 km) di lepas pantai Aceh di ujung barat laut nusantara dan mengusirnya, “memastikan kapal tersebut tidak kembali ke perairan Indonesia,” ujar pihak militer dalam sebuah pernyataan yang dimuat di situs web mereka.
Juru bicara militer Nugraha Gumilar mengatakan bahwa tidak diketahui berapa banyak orang yang berada di dalam kapal. Mereka diduga adalah Rohingya, sebuah kelompok minoritas Muslim dari Myanmar yang dipaksa masuk ke negara tetangga Bangladesh oleh tindakan brutal militer pada 2017 dan kini menjadi subyek penyelidikan genosida, lansir Al Jazeera (29/12/2023).
Lebih dari 1.500 pengungsi Rohingya telah mendarat di Indonesia dengan kapal kayu yang hampir tidak layak laut sejak November, menurut data dari Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR), dan lonjakan jumlah pengungsi yang tiba-tiba telah menimbulkan ketegangan di antara orang-orang di Aceh.
Indonesia telah meminta bantuan komunitas internasional dan mengintensifkan patroli di perairannya, dan berjanji untuk menindak para pelaku penyelundupan manusia yang diduga terlibat dalam gelombang kedatangan kapal terbaru.
Pada Rabu, sekelompok mahasiswa menyerbu ruang bawah tanah sebuah balai warga di Banda Aceh, ibu kota Aceh, tempat sekitar 137 orang Rohingya berlindung dan menyerukan agar kelompok tersebut dideportasi.
Banyak dari para pengungsi berada dalam kondisi kesehatan yang buruk setelah berminggu-minggu berada di laut, biasanya dengan persediaan makanan dan air yang tidak mencukupi.
UNHCR mengatakan bahwa mereka “sangat terganggu melihat serangan massa di sebuah tempat yang menampung keluarga pengungsi yang rentan”.
Indonesia, meskipun bukan penandatangan Konvensi PBB tahun 1951 tentang Pengungsi, pernah dikenal sebagai negara yang menyediakan tempat yang aman bagi Rohingya bahkan ketika negara tetangga Malaysia dan Thailand mengusir mereka.
Namun, suasana memburuk tahun ini, terutama di Aceh, di mana beberapa penduduk mengklaim bahwa Rohingya berperilaku buruk dan menjadi beban bagi masyarakat, menurut laporan Al Jazeera.
Meningkatnya kebencian terhadap Rohingya telah memberikan tekanan kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk mengambil tindakan.
“Ini bukan isu yang mudah, ini adalah isu dengan tantangan yang sangat besar,” ujar Menteri Luar Negeri Retno Marsudi kepada para wartawan.
Musim berlayar biasanya berlangsung dari bulan November hingga April, saat laut lebih tenang.
Ratusan ribu orang Rohingya saat ini tinggal di kamp-kamp pengungsian yang luas di Bangladesh, sementara mereka yang masih tinggal di Myanmar tidak memiliki kewarganegaraan dan dikurung di kamp-kamp pengungsian internal di mana pergerakan mereka dibatasi. (haninmazaya/arrahmah.id)