JAKARTA (Arrahmah.com) – Bertempat di kantor Komnas HAM, Rabu (16/9/2015) dua keluarga dari pihak yang tertembak yang merupakan anggota GIDI dalam tragedi Idul Fitri 1436 di Tolikara menyerahkan perkaranya sepenuhnya kepada pihak berwajib, dalam hal ini Bareskrim Polri dan Polda Papua. Mereka berharap agar kasus penyerangan terhadap umat Islam itu diungkap dan penanggung jawab kegiatan (Ketua Umum Panitia Seminar Kebaktian Kebangunan Rohani/KKR), dan para pelaku penyerangan lainnya diusut tuntas.
“Dengan mencermati hal tersebut maka ketua panitia pelaksanan seminar dan KKR Pemuda Internasional Gereja Injili di Indonesia (GIdI) harus diproses secara hukum yang berlaku di Indonesia,” tegasnya.
Jimmy dan keluarga dari pihak yang terprovokasi untuk menyerang umat Islam di Tolikara itu juga minta agar Komnas HAM memeriksa ulang secara tuntas terkait administrasi panitia pelaksana seminar dan KKR internasional di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua.
“Mulai dari izin kegiatan dari kepolisisan, Perda tentang diskriminasi agama dan surat edaran dari gereja, dimohon untuk ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku, bukan secara adat. Sebab, persoalan hukum bukan kesepakatan dan kehendak sepihak”.
Pihak keluarga yang merasa dikorbankan oleh GidI itu juga Bahwa kami sebagai keluarga korban meminta agar Komnas HAM sepakat terkait kerusuhan 17 Juli 2015 di Tolikara diselesaikan melalui hukum nasional dan bukan secara adat. Sebab persoalan hukum bukan kesepakatan dan kehendak sepihak,” tandas para keluarga yang dikorbankan itu dalam pernyataan sikapnya di hadapan Komnas HAM.
“Aktor intelektual (Ketua panitia pelaksana Seminar KKR), pelaku penyerangan pembakaran masjid dan kios-kios oleh dua pemuda GIdI dalam tahanan Polda Papua serta pelaku penembakan yang mengakibatkan satu tewas atas nama Endi Wanimbo maupun korban luka-luka lainnya harus ditindaklanjuti dengan proses hukum dan tidak dibatalkan dengan bentuk alasan apapun,” pinta mereka.
Mereka menyatakan, perdamaian secara adat antara umat Islam dan warga gereja GIdI adalah tindakan perdamaian antarumat beragama, tetapi bukan akhir dari penyelesaian proses hukum. Sebab, aksi penyerangan dan pembakaran tersebut merupakan tindakan kriminal sehingga proses hukum harus dilakukan dan para pelakunya diadili dan dihukum sesuai perbuatannya.
“Jika penyelesaian perkara ini dianggap cukup melalui perdamaian secara adat tanpa melibatkan pihak yang tewas tertemba, dan meniadakan proses hukum, maka apapun yang terjadi atas ketidakadilan tersebut, kami tidak menjamin keamanan,” tekan pernyataan itu.
Tidak terjaminnya keamanan itu, ungkap mereka, karena masalah antara pihak yang tewas tertembak dengan penyelenggara kegiatan, dalam hal ini GIDI, masih hangat, belum clear.
Keluarga dari remaja yang tewas tertembak saat turut melakukan penyerangan terhadap jamaah shalat Idul Fitri di Tolikara mendatangi Komnas HAM, Rabu (16/9).
Jimmy Wanimbo menuturkan, adiknya, Endi (15 tahun) meninggal akibat luka pantulan (ricochet) tembakan aparat yang menghalau massa kerusuhan di Tolikara.
“Endi terkena luka tembakan di bagian pinggang dan sempat dibawa ke Jayapura. Namun, nyawanya tidak berhasil tertolong. Endi keburu tewas kehabisan darah,” ujar Jimmy saat mengadu ke Komnas HAM, dikutip dari Salamonline.com
(azm/arrahmah.com)