LISBOA (Arrahmah.id) – Anggota Gereja Katolik Portugal telah melakukan pelecehan terhadap hampir 5.000 anak selama tujuh dekade terakhir, ungkap sebuah laporan dari komisi yang menyelidiki masalah ini pada Senin (13/2/2023).
Laporan tersebut menambahkan bahwa temuan tersebut ibarat puncak gunung es karena mereka hanya dapat mengidentifikasi setidaknya 4.815 korban pelecehan seks anak oleh anggota Gereja Katolik Portugal – sebagian besar adalah para pastor.
“(Kami ingin) memberikan penghargaan yang tulus kepada mereka yang menjadi korban pelecehan selama masa kanak-kanak mereka dan berani bersuara dalam diam,” kata psikiater anak Pedro Strecht, yang mengepalai komisi tersebut.
“Mereka lebih dari sekadar statistik,” lanjutnya.
Strecht mengatakan bahwa 4.815 kasus tersebut adalah jumlah “minimum absolut” korban pelecehan seksual oleh anggota klerus di Portugal sejak tahun 1950.
Sebagian besar pelaku (77%) adalah pastor dan sebagian besar korban adalah laki-laki, kata Strecht, seraya menambahkan bahwa mereka dilecehkan di sekolah-sekolah Katolik, gereja, rumah pastor, dan tempat pengakuan dosa, dan lokasi-lokasi lainnya.
Mayoritas pelecehan seksual terjadi ketika anak-anak berusia 10-14 tahun, dengan korban termuda berusia 2 tahun.
Jose Ornelas, kepala Konferensi Waligereja, menghadiri presentasi laporan akhir dan akan menanggapinya pada hari Senin. Gereja sebelumnya mengatakan bahwa mereka siap untuk “mengambil tindakan yang tepat.”
Gereja Katolik Portugal diguncang tahun lalu setelah terungkapnya kasus-kasus terkait pelecehan seksual yang ditutup-tutupi, termasuk oleh para uskup yang masih aktif dalam peran-peran gereja.
Komisi itu mengatakan sedang mempersiapkan daftar para uskup yang dituduh masih bekerja.
Komisi Portugis mulai bekerja pada Januari 2022 setelah sebuah laporan di Prancis mengungkapkan sekitar 3.000 uskup dan pejabat agama melakukan pelecehan seksual terhadap lebih dari 330.000 anak.
Tuduhan pelecehan datang dari orang-orang dari berbagai latar belakang, dari setiap wilayah di negara itu dan juga dari warga negara Portugis yang tinggal di negara-negara lain seperti di Eropa, Afrika, dan Amerika.
Komisi ini berbicara dengan lebih dari 500 korban, menganalisis dokumen-dokumen sejarah gereja dan mewawancarai para uskup dan anggota klerus lainnya.
Sebanyak 25 dari kesaksian yang didengar oleh komisi tersebut telah dikirim ke kantor jaksa penuntut umum untuk diselidiki karena yang lainnya telah terjadi lebih dari 20 tahun yang lalu dan proses hukum tidak lagi dapat dimulai.
Komisi tersebut mengatakan bahwa hukum harus diubah sehingga proses hukum dapat dimulai untuk kejahatan bersejarah yang dilakukan 30 tahun yang lalu.
Komisi yang menyatakan dirinya independen ini dibiayai oleh Gereja Katolik.
Ditanya oleh Reuters pada Desember 2021 apakah hal itu dapat menjadi ancaman bagi independensi komisi, Strecht mengatakan bahwa dia akan menjadi orang pertama yang akan keluar dan mengecamnya jika gereja mengintervensi proses tersebut. (rafa/arrahmah.id)