JAKARTA (Arrahmah.com) – Menyusul jatuhnya helikopter TNI AD jenis Bell 412 EP kemarin, anggota komisi Pertahanan DPR RI Ahmad Zainudin menilai Operasi Tinombala untuk memburu kelompok Santoso di Poso, harus dievaluasi. Sebab, katanya, dalam kecelakaan itu terdapat 13 prajurit yang sedang terlibat operasi pengejaran terhadap Santoso.
“Musibah ini harus menjadi evaluasi menyeluruh terhadap operasi Tinombala. Musibah ini mungkin saja tidak terjadi jika rencana operasi berhasil sesuai target dan jadwal yang ditetapkan,” kata Zainudin dalam keterangan tertulisnya, Senin (21/3/2016), dikutip dari cnnindonesia.
Dia menyayangkan, operasi yang melibatkan unsur gabungan TNI/Polri ini diperpanjang hingga dua bulan ke depan. Padahal, dari informasi yang diterimanya, saat ini operasi telah dalam proses pengepungan kelompok Santoso di wilayah hutan pegunungan Desa Torire, Poso.
Untuk itu, Zainuddin meminta agar operasi perburuan terhadap kelompok Santoso harus segera dituntaskan. Pasalnya, Operasi Tinombala seharusnya telah selesai 9 Maret lalu.
Operasi diperpanjang
Sebelumnya, menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan dalam kunjungannya di Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah, Rabu (9/3) mengatakan bahwa operasi pengejaran kelompok Santoso dengan sandi Tinombala diperpanjang selama enam bulan kedepan. Luhut menjelaskan bahwa perpanjangan operasi kembali ditetapkan, mengingat belum tuntasnya gangguan keamanan dari kelompok Santoso, yang hingga kini belum juga berhasil ditumpas termasuk target utamanya, Santoso.
Diketahui, Operasi Tinombala tahap pertama dimulai 9 Januari sampai 9 Maret 2016, yang melibatkan sedikitnya 2.500 pasukan gabungan TNI-Polri.
Sebelumnya Polda sulteng telah menggelar Opersi Camar Maleo I hingga IV di tahun 2015 yang belum membuahkan hasil. Kemudian dilanjutkan kembali dengan Operasi Tinombala sejal 10 Januari 2016 dengan tenggat waktu 60 hari, namun sampai saat ini target operasi Santoso Cs belum didapatkan
Dalam kurun tiga tahun terakhir, terjadi tiga kali pergantian Kepala Kepolisian Daearah (Kapolda) Sulteng, namun aksi kekerasan bersenjata di wilayah Poso tak kunjung tuntas. Operasi dalam rangka memberantas aksi dan menangkap seluruh pihak yang terlibat juga telah beberapa kali dilakukan, namun tak berbuah hasil yang menggembirakan.
Sejumlah operasi tersebut juga telah memakan korban, baik dari pihak Polri maupun TNI serta warga sipil.
Hal ini juga membuahkan kritik dari sejumlah aktivis, seperti LPS-HAM. Mereka menilai, operasi yang dilakukan hanya menghabiskan uang negara dan dinilai hanya menjadi tempat mencari kekayaan oknum
(azm/arrahmah.com)