FILIPINA (Arrahmah.com) – Seorang aggota DPR Filipina mengajukan sebuah Rancangan Undan-undang (RUU) untuk melarang menyebut kriminal berdasarkan agama atau etnis dalam laporan media, yang biasanya menargetkan umat Islam.
“Bisa dikatakan bahwa telah ada praktek di media dalam mencap para terduga pidana berdasarkan agama atau budaya etnis mereka,” ujar Pangalian Balindong, anggota DPR di Distrik Lanao del Sur, kepada Inquirer.net pada Ahad (8/9/2013), lansir OnIslam.
“Demikian mereka digambarkan sebagai para teroris Muslim atau penjahat Muslim yang bernada menjadi sangat diskriminatif,” lanjutnya.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada Ahad, Balindong mengatakan bahwa ia telah mengajukan RUU untuk melarang penggunaan kata-kata “Muslim” dan juga “Kristen” untuk menggambarkan orang-orang yang diduga melakukan tindakan melanggar hukum.
Dia menambahkan bahwa cara pelaporan entitas media telah sangat bias bahkan bila tersangka belum terbukti bersalah. Misalnya, “teroris Muslim.”
Balindong mewanti-wanti bahwa pemberian label demikian bisa berdampak negatif bagi minoritas Muslim di negaranya.
“Mengapa kemudian media kita melakukan hal yang sama kepada rakyat Muslim kita?” tanya Balindong.
“Memang, saudara-saudara Muslim kita adalah minoritas di antara mayoritas orang Filipina, tetapi harus diperlakukan dengan hak dan penghormatan yang sama sebagaimana Batangueño, Visayan atau warga Filipina lainnya,” tambahnya.
Orang yang melanggar undang-undang ini kelak akan menghadapi penjara tidak kurang dari enam bulan atau denda tidak lebih dari P10,000 atau dikenakan keduanya atas keputusan pengadilan.
Jika pelanggar adalah editor-in-chief dalam media cetak dan editor berita dalam media penyiaran dan bentuk media massa lainnya, denda yang dikenakan tidak kurang dari P50,000.
Jika pelanggar undang-undang ini adalah dari kalangan badan hukum, denda dikenakan tidak kurang dari P50,000 dan dilipat gandakan jika melakukan pelanggaran kedua seperti yang ditentukan dalam RUU ini. (siraaj/arrahmah.com)