JAKARTA (Arrahmah.com) – Meski sudah berada di kisaran 12 digit, anggaran penerapan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) senilai Rp 6,6 triliun yang telah diajukan Departemen Dalam Negeri ternyata dianggap masih terbilang kecil.
Dijelaskan Husni Fahmi, Kepala program e-KTP dari BPPT, penilaian tersebut diambil lantaran merujuk pada banyaknya penduduk Indonesia yang harus dibuatkan alat identitas diri tersebut.
“Dari sekitar 220 juta penduduk Indonesia, ada sekitar 170 juta yang berumur 17 tahun ke atas dan bakal dibuatkan e-KTP,” ujarnya kepada detikINET, dalam suatu perbincangan santai.
Belum lagi, ditambah biaya bahan baku dan aplikasi yang masih harus diimpor dari luar negeri. Ini juga membuat dana Rp 6,6 triliun yang terlihat bengkak itu jadi menciut.
“Coba kita buat hitung-hitungan kasar. Misalnya 1 e-KTP membutuhkan biaya Rp 40.000, itu sudah termasuk memasukkan biaya aplikasi, komunikasi, bahan baku, operasional dan lainnya. Maka jika diperuntukkan bagi 170 juta penduduk Indonesia, maka membutuhkan dana sekitar Rp 6,8 triliun (Rp 40.000 x 170 juta),” beber Husni.
“Jadi terlihat, meski triliunan tapi dananya tipis, karena jumlah penduduk Indonesia yang sangat banyak,” imbuhnya.
Terlebih, lanjut Husni, jika dibandingkan dengan negara lain yang juga telah mengadopsi e-KTP, seperti China dan Belgia, biaya pembuatan e-KTP di Indonesia masih jauh lebih murah.
“Di China, untuk kartunya saja itu sekitar Rp 40.000, begitu juga di Belgia dan negara Eropa lainnya juga lebih mahal, namun mereka tidak pusing dengan jumlah penduduk,” tegasnya. (detikinet/arrahmah.com)