JAKARTA (Arrahmah.com) – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menerima ribuan pengaduan tayangan televisi yang tidak mendidik selama periode Januari hingga September 2011.
Anggota KPI, Muhammad Riyanto merinci total pengaduan masyarakat mengenai isi siaran 2.540 kasus, perizinan 112 kasus, dan kelembagaan 22 kasus.
Adapun program televisi yang paling banyak mendapat pengaduan masyarakat dan telah ditegur KPI adalah sinetron ‘Putri yang Ditukar’ sebanyak 156 laporan.
“Masyarakat melaporkan sinetron ini karena menampilkan kekerasan fisik dan tidak mendidik,” ujar Riyanto dalam diskusi ‘Mengupas Carut Marut Industri Penyiaran di Indonesia’ di Ciawi, Bogor, Ahad (23/10/2011).
Selanjutnya, kata Riyanto, sebuah reality show dilaporkan sebanyak 86 laporan, karena dinilai tidak mendidik dan tidak bermutu. Sementara itu, sinetron seri ‘Islam KTP’ dilaporkan masyarakat sebanyak 68 kali karena dinilai tidak mendidik.
KPI juga menerima 56 laporan atas tayangan komedi ‘Opera van Java’, karena dinilai tidak mendidik, pelecehan, dan kekerasan. Program musik ‘Dahsyat’ dilaporkan 53 kali, karena ditayangkan di pagi hari saat jam masuk sekolah.
“Akibatnya banyak siswa membolos untuk melihat tayangan ini,” ungkap Riyanto.
Meski tidak mau mengungkap program apa yang paling banyak diberi teguran tertulis, Riyanto menyatakan, KPI telah memberikan teguran tertulis sebanyak 25 kali dalam periode Januari-Juli 2011. Teguran tertulis kedua sebanyak lima kali, dan pemberian sanksi sebanyak dua kali.
Selain itu, institusinya sudah memberi peringatan tertulis sebanyak 12 kali, dan sanksi administrasi penghentian tayangan sementara, sekali.
“Sebenarnya kami sepakat, ya kalau sudah nggak benar, ya sudah nggak benar. Terutama dalam pelanggaran isi siaran, tapi kenyataannya tidak demikian,” tuturnya.
Dalam UU, KPI diberikan hak hanya sampai menegur dan memberikan surat.
“Kalau pencabutan izin itu harus ke Kominfo, kalau pidana harus ke kepolisian. Itulah yang menyebabkan acara televisi yang dikeluhkan masyarakat terus diputar di televisi,” jelasnya.
Sayangnya banyaknya program dan tayangan yang merusak moral dan ahklak anak-anak dan generasi muda dan sama sekali tidak mendidik tidak ditanggapi serius, hal ini tentu sangat bertentangan dengan respon pemerintah jika berkaitan dengan ‘terorisme’. Pasalnya dengan alasan memutus berkembangnya pemikiran ‘terorisme’, pemerintah bahkan sampai mencekal tafsir Qur’an.
Tetapi jika tayangan dan buku-buku yang merusak pemikiran generasi bangsa, semuanya dilegalkan, bahkan didukung dengan tameng hak asasi untuk berkreatifitas. Sungguh ironis! Mungkinkah memang para pemimpin bangsa ini menginginkan agar generasi bangsa makin lama makin bobrok, makin sekuler, dan makin menjadi seperti bangsa ‘barat yang berpikiran maju’ itu? Wallohua’lam. (dbs/arrahmah.com)