Oleh: Umar Syarifudin (Dir. Pusat Kajian Data dan Analisa)
(Arrahmah.com) – Trend global di ranah cyber media dan internet ditandai semakin menguatnya penguasaan dan kontrol Amerika Serikat melalui apa yang diistilahkan sebagai Cyber Security multy-state holders. Bahkan melalui skema ini, AS dan sekutu baratnya dapat mengontrol situs-situs bisnis yang masuk dalam kategori non-government organization yang bekerja di ranah cyber media.
Amerika Serikat sadar betul akan tren global ini. Karena dalam perkembangannya kemudian, negara-negara berkembang bisa memanfaatkan ini sebagai instrument strategis untuk membongkar skema global dan modus operandi imperialisme baru ala Amerika dan sekutu-sekutunya di Eropa Barat.
Diterapkannya skema pengawasan tunggal Amerika Serikat terhadap jaringan komputer global, media internet, melalui mekanisme ICANN (International Corporation for Assigned Names and Numbers). Melalui skema ICANN, Washington memonopoli penguasaan jaringan komputer global. Nah melalui ICANN inilah Amerika Serikat akan melakukan pengawasan penuh atas jaringan computer global ini, yang tentunya akan mengontrol seluruh jaringan internet berskala global.
Berdasarkan laman republika.co.id Yahoo inc diam-diam membangun sebuah program perangkat lunak untuk mengambil data-data penting milik pengguna email. Informasi yang didapatkan diduga diberikan kepada pejabat intelijen AS. Tiga mantan karyawan Yahoo mengungkapkan, perusahaan tersebut memenuhi permintaan Pemerintah AS untuk menyediakan data pribadi seseorang. Ratusan juta akun Yahoo Mail dipindai atas perintah Badan Keamanan Nasional (NSA) AS dan FBI.
Beberapa ahli teknologi mengatakan, kasus ini merupakan kasus pertama sebuah perusahaan penyedia layanan email menyetujui permintaan agen intelijen untuk memindai semua email. Belum diketahui informasi apa yang ingin dicari oleh para pejabat intelijen, tapi disebutkan NSA dan FBI meminta sejumlah karakter, yang bisa didapat dari badan email atau dari lampiran yang ada di dalamnya.
Keputusan CEO Yahoo, Marissa Mayer, untuk mematuhi perintah NSA dan FBI menyebabkan pro dan kontra di kalangan eksekutif senior sejak satu tahun lalu. Pada Juli 2015, Chief Information Security Officer Yahoo, Alex Stamos, bahkan memutuskan hengkang dan kini menjadi bagian dari Facebook.
Konsep penguasaan media komputer dengan dalih perlunya sistem pengamanan informasi seperti yang dipresentasikan Amerika melalui rencana melalui mekanisme ICANN tersebut di atas, pada perkembangannya akan dimanfaatkan Pemerintah Amerika untuk operasi-operasi berupa kegiatan-kegiatan dan pengawasan terselubung (Search Activitites and Covert Monitoring) terhadap jaringan-jaringan komputer negara-negara lain, yang tentunya negara-negara yang dipersepsikan oleh Amerika dan negara-negara NATO sebagai MUSUH.
Kalau Amerika melalui ICANN tersebut berhasil menguasai jaringan komputer/internet global, maka pada perkembangannya Amerika bisa melancarkan serangan-serangan ke jaringan internet negara-negara yang jadi ancaman Amerika, dengan menghancurkan sebagian sistem operasional jaringan internet tersebut lewat penyebaran virus-virus mematikan, atau bahkan melalukan hacking atau pembajakan dan memprogram ulang sistem jaringan komputer tersebut.
Sebagaimana yang diberitakan oleh www.telegraph.co.uk 2013, Badan Keamanan Nasional (NSA) mengklasifikasi Program PRISM yang bersifat rahasia yang memungkinkan pemerintah AS untuk mengumpulkan sejumlah informasi yang hampir tidak terbatas dari email, gambar dan akun sosial media.
Pengungkapan atas program itu dilaporkan satu hari setelah diketahui bahwa pemerintah telah melacak panggilan telepon dari jutaan orang Amerika selama tujuh tahun terakhir, sehingga memicu tuduhan bahwa pemerintahan Obama menginjak-injak kebebasan sipil.
Berbeda dengan program pelacakan telepon, di mana perusahaan telekomunikasi dipaksa untuk menyerahkan catatan-catatannta, Program PRISM memungkinkan NSA untuk secara bebas mencari jaringan perusahaan-perusahaan teknologi setiap saat.
SebagaimanaJuni 2009 lalu, Menteri Pertahanan AS Robert Gates telah menandatangani sebuah memorandum yang mengumumkan terbentuknya US Cyber Command (cybercom). Cybercom berada dalam naungan dari US Strategic Command (stratcom).
Fakta bahwa CYBERCOM berkantor di Markas NSA, secara jelas membuktikan bahwa Dunia Maya bagi AS sudah pada taraf perlu ditangani secara kemiliteran. Artinya, sudah dianggap seperti adanya agresi militer negara lain terhadap wilayah kedaulatan Amerika.
Dari yang terumuskan dalam memorandum yang dirilis pada 2009 lalu tersebut, jelas lah sudah bahwa melalui terbentuknya Cybercom tersebut, AS telah mencanangkan Dunia Maya sebagai medan tempur baru menghadapi siapapun yang dipesepsikan sebagai membahayakan keamanan nasional AS baik di dalam negeri AS itu sendiri, maupun negara-negara lain yang dipersepsikan sebagai musuh utama Amerika.
Salah satu bocoran yang sempat dipublikasikan oleh beberapa media massa berdasarkan informasi dari mantan kontraktor NSA Edward Snowden., bahwa badan-badan intelijen AS mampu menanam malware, program perusak, pada komputer target mereka meski dari jarak bermil-mil jauhnya, atau dapat pula menangkap malware tersebut sebelum sampai ke komputer mereka sendiri.
Badan-badan intelijen AS dapat mendekati targetnya ketika memainkan permainan komputer, menyalakan kamera web dan mikrofon dari jarak jauh dan tanpa terlihat, menggunakan ponsel untuk menyadap suatu ruangan atau komputer. Mereka memiliki akses sangat besar terhadap kabel-kabel serat optik yang mengangkut data antar negara dan antar benua. Terungkap pula, NSA dan para sekutunya melintasi saluran-saluran internet bagaikan tikus melintasi sudut-sudut dan pojok-pojok di sebuah rumah tua.
Sebuah program bernama PRISM, merupakan salah satu program NSA yang paling terkenal, yang ditujukan untuk mengumpulkan dan mengawasi informasi yang didapatkan dari perusahaan-perusahaan internet di bawah payung hukum pada pemerintahan era George W Bush, Undang-Undang Perlindungan Amerika (Protect America Act). Program ini mengumpulkan data dari perusahaan-perusahaan sesuai dengan ayat 702 dari UU Amandemen terhadap UU Tindak Pengawasan Intelijen Asing (Foreign Intelligence Surveillance – FISA) pada 2008.
Yang mencemaskan banyak kalangan, bahkan di dalam negeri AS itu sendiri, betapa NSA bisa menyadap surat elektronik, panggilan telepon, dan siaran radio. Untuk mendukung hal tersebut, perusahaan-perusahaan teknologi dan penyedia jasa dari AS harus bekerjasama dengan NSA dalam berbagai tingkatan, baik secara sukarela maupun untuk memenuhi surat perintah pengadilan.
Sementara Proyek Plan X ebagai fase baru dari operasi militer AS di bidang cyber, menurut The Washington Post telah dikembangkan oleh Proyek Riset Pentagon Bidang Pertanahan yang memainkan suatu peran penting dalam memanfaatkan peran komputer untuk membantu militer AS dalam berperang untuk lebih efektif, menurut laporan itu.
Cyberwarfare, merupakan sebuah program yang berusia lima tahun dan menelan biaya $110 juta yang menyulap gambar-gambar dari server yang terbakar, sistim listrik yang lumpuh dan bangunan-bangunan industri yang meledak, kata koran itu.
Namun, ditambahkan bahwa pihak berwenang militer menyatakan bahwa senjata cyber mungkin akan mendukung perang konvensional dengan cara “membutakan musuh, misalnya bagi suatu serangan udara yang akan datang atau menonaktifkan sistem komunikasi musuh selama peperangan.”
Program ini akan dimulai musim panas dan diantara tujuannya adalah terciptanya suatu “peta yang memuat rincian keseluruhan dunia maya – sebuah domain global yang mencakup puluhan miliar komputer dan perangkat-perangkat lain – dan mampu meng-update sendiri secara terus menerus,” kata laporan itu. “Peta semacam ini akan membantu para komandan perang untuk bisa mengidentifikasi target dan me-nonaktifkan mereka dengan menggunakan kode-kode komputer yang disampaikan melalui Internet atau cara lainnya.”
BCN mau kemana?
Rencana Pemerintah untuk membentuk BCN kian mengusik perhatian publik. Sebab, beredar pemberitaan bahwa pembentukan Badan Cyber Nasional ini akan dilakukan melalui kerja sama dengan Amerika Serikat. Dengan begitu, Badan Cyber Nasional (BCN) akan berkolaborasi dengan Central Intelligence Agency (CIA). Badan ini nanti kewenangannya juga bisa masuk ke wilayah privasi warga negara seperti yang dilakukan National Security Agency (NSA) di Amerika Serikat. Sistem itu dirumorkan bakal mampu menyadap pembicaraan pribadi di aplikasi WhatsApp, BlackBerry Messenger, dan program-program jejaring media sosial lainnya.
Pengamat dari Indotelko Forum Doni Darwin mengatakan, jika campur tangan itu bisa saja ditiadakan. Namun, tetap tidak bisa mencegah kemungkinan adanya penyadapan pihak asing terhadap data siber di Indonesia. “Permasalahan penggunaan teknologi asing seharusnya bisa ditolak oleh pemerintah. Tapi, ya, kemungkinan disadap pasti adalah,” kata Doni kepada VIVA.co.id (25 /08).
Kerjasama dengan pihak asing seperti ini jelas merupakan perkara yang dilarang. Sebab hal terebut sama saja dengan memberi jalan kepada mereka untuk menguasi negeri kita melalui data, apalagi bila kerjasama itu dilakukan dengan Amerika. Berbagai perkara yang dikhawatirkan masyarakat dari terbentuknya Badan Cyber Nasional ini, khususnya yang menyangkut kerjasama dengan pihak asing dalam hal melindungi data Negara atau kemungkinan tindakan memata-matai rakyat sendiri, sejatinya adalah perkara-perkara yang merupakan tindakan yang membahayakan.
(*/arrahmah.com)