(Arrahmah.com) – Revolusi muslim sunni melawan rezim Nushairiyah Suriah terus berjalan walau pembantaian demi pembantaian keji dilakukan oleh militer rezim Asad yang didukung oleh Syiah Iran, Syiah Lebanon, Syiah Irak dan komunis Rusia.
Negara-negara salibis Barat dan rezim-rezim Arab boneka Barat di kawasan Timur Tengah juga berkepentingan dengan konflik di Suriah. Mereka ingin memastikan tumbangnya rezim Suriah tidak mengganggu eksistensi negara zionis Yahudi dan tidak menyebabkan tegaknya daulah Islamiyah yang menerapkan syariat Islam di Suriah.
Sementara bagi umat Islam Suriah, tumbangnya rezim Nushairiyah dan penegakan pemerintahan muslim sunni yang menerapkan syariat Islam adalah harga mati. Mujahidin dari berbagai kelompok saat ini berjihad di garis depan demi membela rakyat muslim Suriah dan meruntuhkan rezim Nushairiyah.
Salah satu kelompok jihad di Palestina, Tanzhim Fatah Al-Islam, menurunkan analisa politik dan militer seputar masa depan revolusi rakyat muslim sunni di Suriah. Berikut ini terjemahan lengkap analisa tersebut.
***
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
Divisi Politik Gerakan Fatah Al-Islam
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Analisa Politik Tentang Revolusi Suriah dan Pertarungan Tangan-tangan Tersembunyi
Segala puji bagi Allah Rabb seluruh alam. Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada pemimpin seluruh utusan Allah, keluarganya, dan sahabat-sahabatnya. Wa ba’du…
Angin topan revolusi Suriah hampir memasuki sudah mendekati tahun pertamanya dan skalanya selalu meningkat dan terus berlanjut, sementara rezim Suriah terus melawan terpaan angin topan itu dengan struktur pemerintahannya yang masih baku tanpa mengalami perubahan yang bisa disebutkan.
Revolusi Suriah berawal dengan mengusung slogan menumbangkan rezim Suriah dan mengembalikan kebebasan serta kehormatan. Sementara itu rezim Suriah mulai memberangus secara biadab revolusi tersebut dengan cara memainkan unsur golongan, mengancam kemungkinan terjadinya perang saudara dan perang golongan yang mungkin terjadi di kawasan itu. Nampaknya rezim Suriah menyadari bahwa serangan militernya terhadap rakyat hanya akan berakhir dengan kegagalan, sehingga rezim Suriah ingin mengamankan wilayah-wilayah milik golongan Nushairiyah. Dengan harapan tetap bisa mempertahankan negara Nushairiyah melalui peperangan antara golongan Nushairiyah dan golongan Muslim Sunni.
Sebagian orang mungkin akan mengatakan bahwa rezim Suriah bodoh karena menabuh genderang atas hal ini melalui pernyataan Batsinah Sha’ban, juru bicara kelompok Nushairiyah. Namun orang yang mengikuti jalannya revolusi Suriah akan sepenuhnya mengetahui bahwa dukungan rezim Suriah terhadap pernyataan itu bukanlah sebuah kesia-siaan. Justru karena rezim Suriah memerlukan hal itu dan rezim Suriah telah mempersiapkannya sebelumnya agar mampu mengumpulkan berbagai kelompok dan golongan minoritas dalam tentara yang melayanki kepentingan-kepentingan rezim Suriah. Sebab rezim Suriah mengaitkan kesudahan nasib kelompok dan golongan minoritas dengan kesudahan nasib rezim Suriah sendiri. Rezim Suriah mempergunakan di satu sisi mempergunakan agen-agennya yang terus berkoar-koar dari dalam kelompok-kelompok minoritas ini, dan di sisi lain rezim Suriah mengetahui bahwa pada akhirnya, cepat atau lambat, muslim sunni yang merupakan kelompok mayoritas di Suriah akan lepas dari tangannya.
Rakyat Suriah dari seluruh elemen telah keluar untuk menumbangkan rezim Suriah. Namun milisi Syiah Shabihah, kelompok-kelompok dan kaki tangan-kaki tangan loyalis rezim Suriah yang mengaku berasal dari kelompok-kelompok revolusi baik yang berasal dari dalam Suriah maupun luar Suriah telah sukses menjadikan jalannya revolusi mengarah kepada revolusi golongan (muslim sunni) disertai slogan-slogan menumbangkan rezim Suriah.
Dengan demikian rezim Nushairiyah Suriah yang licik sukses merealisasikan langkah pertama yang diinginkannya, yaitu mempertahankan anggota kelompok-kelompok minoritas berada dalam genggamannya dan berada dalam tentaranya; setelah rezim Suriah meraih kesuksesan besar dalam menanamkan rasa takut kepada kelompok muslim sunni dalam jiwa kelompok-kelompok minoritas tersebut. Barangkali pembelotan dari tentara nasional yang hanya dilakukan oleh tentara muslim sunni lantas membuat kelompok Tentara Kebebasan Suriah menguatkan analisa ini.
Sambutan yang sangat cerdik dari rezim Nushairiyah Suriah dan para loyalisnya ini membuat kagum kekuatan internasional, baik kekuatan kapitalis maupun sosialis, sekaligus mengingatkan kedua kekuatan internasional tersebut atas beberapa hal yang bisa mereka manfaatkan jika revolusi Suriah berubah menjadi perang antar kelompok.
Oleh karenanya, mendorong revolusi Suriah menjadi perang antar kelompok menjadi sebuah kebutuhan bagi dua kekuatan internasional ini, meskipun pandangan militer kekuatan kapitalis Barat dan sosialis Timur berbeda atas persoalan revolusi Suriah. Kekuatan Barat pimpinan Amerika memandang permasalahan itu dari sudut pandang hegemoni rezim kelompok Nushairiyah Suriah atas salah satu kawasan baru Timur Tengah. Sementara kekuatan Timur pimpinan Rusia dan Cina memandang revolusi Suriah jika berubah menjadi perang antar kelompok dari sudut pandang melindungi pengaruh-pengaruh dan kepentingan-kepentingan keduanya, bahkan boleh jadi dari sudut pandang ‘saya ada atau saya tidak ada’ karena hegemoni Barat atas kawasan itu berarti berakhirnya pengaruh Rusia di sana.
Di antara keuntungan-keuntungan yang bisa dipetik oleh Barat adalah:
- Keamanan eksistensi negara zionis Yahudi yang tengah terancam dan kemampuan untuk memukul balik ancaman itu serta membangun dinding penghalang yang tinggi untuk membendung gelombang ancaman yang snagat berbahaya tersebut. Sebab, peperangan antar kelompok di Suriah akan menguras habis kekuatan kedua belah pihak yang berperang dan memecah-belah negara. Hal itu akan menyebabkan negara zionis Yahudi menduduki singgasana kekuatan di kawasan Timur Tengah.
- Jaminan revolusi Suriah tidak merembet lebih jauh dari keadaannya saat ini, karena bangsa-bangsa Arab lainnya akan berpikir seribu kali sebelum melakukan revolusi terhadap rezim-rezim pemerintahannya, karena takut mengalami peperangan yang serupa dengan perang di Suriah. Hal ini membuat pemerintahan negara-negara Arab mendukung perang antar golongan di Suriah ini dan kekuatan Barat akan mendapat manfaat dari pemerintahan negara-negara Arab yang menjadi kacung-kacung Barat.
- Membagi-bagi wilayah yang telah terbagi-bagi adalah salah satu poin terpenting planning Timur Tengah Baru. Perang antar kelompok apapun akan membuat AS bisa menghemat dan mempercepat banyak jalan demi merealisasikan planning jahat tersebut.
- Perang antar kelompok biasanya berlangsung dalam waktu yang lama. Dengan demikian kawasan itu akan menjadi pasar besar penjualan senjata yang akan memakmurkan ekonomi Barat, yang tengah terperosok jatuh, dengan mengorbankan bangsa-bangsa muslim.
- Semua negara yang berbatasan langsung dengan Suriah adalah negara-negara sekutu Barat. Otomatis negara-negara tersebut akan mendukung planning Barat dan ‘menyembelih’ peperangan demi mengamankan planning Barat. Hal ini menginterpretasikan sikap Liga Arab yang mengulur-ulur solusi apapun untuk krisis Suriah, karena Liga Arab berharap terjadi dinding tertutup (jalan buntu) sehingga memaksa Suriah terpeleset dalam perang antar kelompok.
- Perang antar kelompok memberikan pihak kapitalis kesempatan untuk ‘cuci gudang” anggaran perang melawan pihak sosialis, karena perang tersebut menjadi ajang pertempuran ‘perwakilan’ yang sangat menentukan.
- Jika perang antar kelompok di Suriah merembet ke negara-negara Arab lainnya, maka proyek Timur Tengah Baru telah tercapai secara sempurna dalam pandangan AS.
Di antara keuntungan yang bisa dipetik oleh kekuatan Timur Sosialis:
- Rusia mengetahui bahwa tumbangnya rezim Nushairiyah Suriah akan menyebabkan Rusia dan di belakangnya pihak Timur kehilangan sekutu terbesar dan pasar senjata terbesar bagi mereka di kawasan Timur Tengah. Rusia dan kekuatan Timur akan kehilangan salah satu kartu penting untuk menekan Barat karena rezim Suriah selama ini menguasai bagian kawasan yang terpisah dan menjamin keamanan eksistensi negara zionis Yahudi. Oleh karena itu Rusia menganggap sangat perlu terjadinya perang antar kelompok yang membuat Suriah terbagi-bagi, agar Rusia tetap memiliki sekutu di kawasan Timur Tengah.
- Pihak Timur Sosialis juga memerlukan kesempatan untuk menggenjot anggaran melawan Barat, terutama pada masa-masa terakhir ini di mana terjadi beberapa konflik antara kedua belah pihak.
- Iran sebagai sekutu pihak Timur Sosialis memerlukan Suriah agar terus dikuasai oleh rezim Nushairiyah yang loyal kepada Rusia. Rezim Nushairiyah Suriah merupakan sayap kekuatan negara Syiah Iran guna mengancam keamanan negara zionis Yahudi. Jika rezim Nushairiyah Suriah tumbang, maka Iran kehilangan sayap untuk mengancam negara zionis Yahudi, dan hal itu akan mempercepat serangan (Barat atau zionis Yahudi) terhadap proyek senjata nuklir Iran.
- Perang antar kelompok membuka pasar perdagangan senjata bagi Rusia dan Iran, sebab perang seperti itu akan menghabiskan senjata dalam jumlah yang sangat besar.
- Wilayah Suriah akan dibagi-bagi antara sekutu pihak Timur Sosialis dengan musuh, yaitu pihak Barat. Artinya kekayaan negara itu akan dibagi antara pihak kapitalis Barat dan sosialis Timur.
Rusia dan Cina telah mengetahui sepenuhnya urgensi perang seperti ini, sehingga mereka bekerja untuk memperpanjang usia rezim Suriah. Sebab tumbangnya rezim Suriah akan mencerai-beraikan ‘mimpi-mimpi’ Rusia dan Cina. Maka Rusia dan Cina menggunakan hak veto di Dewan Keamanan PBB untuk menghalangi sanksi internasional apapun yang akan dijatuhkan kepada rezim Nushairiyah Suriah. Sikap Rusia dan Cina itu secara lahiriah memang membuat AS dan Barat tidak senang, namun diam-diam sikap itu menggembirakan AS dan Barat karena panjang usia rezim Nushairiyah Suriah juga menjadi tujuan mereka demi merealisasikan planning jahat mereka. Jadi pandangan kedua belah pihak sama tentang urgensi menyeret Suriah kepada peperangan antar kelompok dengan mempertahankan rezim Nushairiyah selama mungkin.
Nampak sekali bahwa pihak sosialis Timur mendukung kelompok Rafidhah (rezim Nushairiyah Suriah, milisi Syiah Shabihah dan milisi Syiah Hizbul Lata Lebanon, pent) dan mempersenjatai mereka secara lebih luas lagi. Keteguhan rezim Suriah, para pejabatnya dan sekutunya di Iran, Irak, dan Lebanon di atas satu sikap hanyalah bukti mereka yakin bahwa pihak sosialis Timur tidak akan membiarkan mereka berperang sendirian dan menyerahkan ‘perisai’nya untuk mereka pergunakan.
Sebaliknya, pihak Barat akan mendukung pembantu-pembantunya dari kelompok Sunni untuk menghadapi kelompok Rafidhah. Namun pihak Barat kehilangan pihak yang siap menerjuni kancah peperangan melawan sekutu-sekutu Rusia dan Cina. Maka pihak Barat membuat Dewan Peralihan Nasional Suriah. Pihak Barat juga menyelesaikan masalah kelemahan dan tiadanya pengaruh Dewan Peralihan terhadap realita di lapangan dengan cara menekan Tentara Kebebasan Suriah dan mengaitkan dukungan kepada Tentara Kebebasan dengan kesiapan Tentara Kebebasan untuk tunduk di bawah bendera Dewan Peralihan Nasional. Dan inilah yang saat ini terjadi.
Kedua belah pihak semakin perlu untuk menarik kawasan Suriah kepada peperangan ‘lewat perantaraan’ ini pada waktu-waktu terakhir ini karena tebalnya ‘file-file’ yang menggantung di antara kedua belah pihak. Sikap AS dan Barat yang mendukung Taiwan, menerapkan banyak persyaratan bagi barang-barang ekspor dari Cina, dan menuntut Cina untuk menaikkan harga mata uangnya, belum lagi niat jahat AS terhadap Korea Utara, telah membuat Cina tidak bisa tinggal diam. Tekanan AS dan Barat terhadap Iran dan penempatan rudal-rudal AS di Eropa tanpa mengindahkan kepentingan-kepentingan Rusia telah membuat ‘beruang’ Rusia terbangun dari tidur musim dinginnya akibat ‘asap’ yang ditimbulkan dari bawah ‘salju’ Moskow.
Intinya, kekuatan-kekuatan besar yang bertarung tidak siap jika suasananya berubah menjadi kancah peperangan yang bisa saja berkembang menjadi perang nuklir. Maka kekuatan-kekuatan besar tersebut membuat kesepakatan dengan rezim Nushairiyah Suriah yang telah menghadiahkan di atas nampan emas negeri Suriah kepada mereka agar mereka bisa menjadikan sebagian wilayah Suriah sebagai ajang pertempuran yang telah mereka tunggu-tunggu.
Kelompok Nushairiyah menginginkan kembali sebuah negara Nushairiyah jika mereka kehilangan kekuasaan atas Negara Suriah. Secara sederhana, kesepakatan ketiga belah pihak tersebut adalah pihak kapitalis Barat member tenggang waktu lebih lama kepada rezim Nushairiyah Suriah. Pihak komunis Timur akan mendukung rezim Nushairiyah Suriah. Sementara rezim Nushairiyah Suriah akan menjadikan revolusi rakyat sebagai perang antar kelompok (Nushairiyah-Syiah melawan ahlus sunnah) yang dengannya mereka bisa mendirikan sebuah negara Nushairiyah di daerah-daerah yang dikuasai oleh kelompok Nushairiyah, yaitu pegunungan Alawiyin dari wilayah Akar di Suriah Selatan sampai pegunungan Thurus di Suriah Utara serta seluruh wilayah pantai Suriah.
Sungguh sebuah kekeliruan jika kita menganggap bahwa pergerakan Kapal Induk Rusia menuju pelabuhan Tharsus dan ancaman para pejabat Rusia terhadap Barat dan Amerika dari sikap mengabaikan kepentingan-kepentingan Rusia adalah bertujuan untuk memancing kemarahan Barat. Masalahnya lebih besar dari itu semua. Rusia, misalnya, rela menanggung kerugian dari dilengserkannya Moammar Qaddafi, tanpa Rusia mengirimkan kapal induknya ke Tripoli, Libia. Realitanya, Suriah dikelilingi oleh rezim-rezim yang mendukung rezim Suriah, berbeda halnya dengan Libia yang dikelilingi oleh negara-negara di mana revolusi rakyat meraih kemenangan dan rezim-rezimnya memusuhi rezim Qaddafi.
Kajian terhadap sejarah pertarungan negara-negara besar sejak awal abad 20 M membuat kita menarik kesimpulan apa yang mungkin terjadi di Suriah jika revolusi Suriah berubah menjadi perang antar kelompok. Sejak lama negara-negara Arab pasca runtuhnya khilafah Utsmaniyah menjadi ajang peperangan di antara negara-negara besar. Terutama setelah Perang Dunia Kedua, sebab kawasan Arab sebelum perang dunia kedua berada dalam kekuasaan penjajah Barat semata dan saat itu pihak komunis Timur belum memiliki eksistensi yang bisa disebutkan di kawasan tersebut.
Oleh karenanya Uni Soviet berusaha mencari tempat berpijak walau sempit agar setelahnya mampu melebarkan sayap dan menguasai kawasan Timur Tengah saat kekuatan Barat meninggalkan kawasan tersebut. Uni Soviet pun segera mendukung eksistensi negara zionis dan mendukungnya dengan segala bentuk dukungan, karena menginginkan posisi penting di kawasan itu. Memang benar negara zionis Yahudi dilahirkan oleh rahim Barat, namun bidan yang mengeluarkannya ke kehidupan alam nyata adalah Uni Soviet dengan membuka pintu migrasi ke Palestina dan mengakui secara resmi negara zionis Yahudi di Persatuan Bangsa-Bangsa agar mampu melindunginya. Uni Soviet termasuk negara pertama yang mengakui eksistensi negara zionis Yahudi yang dinamakan Israel itu.
Hanyasaja keberpihakan zionis Yahudi kepada pihak Barat menghalangi kesuksesan planning pihak sosialis Timur di kawasan Timur Tengah. Sampai akhirnya muncul mendiang jagal Jamal Abdun Nashir dengan revolusi militernya, nasionalisasi terusan Sues, dan keberpihakannya kepada pihak sosialis Timur demi mencari bantuan pihak Timur. Pada saat itulah Uni Soviet mengulurkan bantuan kepada Abdun Nashir. Arah revolusi Abdun Nashir yang menginduk kepada sosialis Timur membuat Uni Soviet memiliki peluang emas untuk mengembangkan sayap kekuasaannya melalui pintu gerbang Mesir, negara terbesar di kawasan Timur Tengah.
Uni Soviet memberikan bantuan secara total kepada Abdun Nashir, sampai-sampai Uni Soviet mengancam akan menghantam Paris dan London dengan senjata atom jika keduanya tidak menghentikan serangan terhadap Mesir pada masa berlangsungnya serangan segitiga (Israel-Inggris-Prancis) terhadap Mesir tahun 1956 M. Uni Soviet juga mengendorkan hubungan eratnya dengan negara zionis Yahudi dengan menjaga kemungkinan tetap bisa memperbaiki hubungan tersebut.
Setelah terjadi revolusi militer Jamal Abdun Nashir, kemunduran kekuatan penjajah Barat setelah perang dunia kedua, dan banyak negara Arab yang baru saja meraih ‘kemerdekaan’ condong kepada blok Uni Soviet dan sosialisme, maka pihak sosialis/komunis Timur mulai menjadi saingan sesungguhnya bagi blok kapitalis Barat di kawasan Arab. Sejak itu kawasan Arab menjadi ajang perebutan pengaruh dan ‘cuci gudang’ anggaran antara kedua blok selama masa Perang Dingin yang merupakan kelanjutan dari perang dunia kedua.
Masa perang dingin antara kedua blok di negara-negara Arab terbagi menjadi dua periode:
a. Periode sebelum runtuhnya Uni Soviet, diwarnai dengan banyak pertarungan ‘secara perwakilan’ antara kedua blok.
b. Periode setelah runtuhnya Uni Soviet, dimana pertarungan terbatas antara blok kapitalis Barat melawan blok Rusia —sebagai pewaris Uni Soviet— dan sekutunya, Cina.
Sebelum runtuh, Uni Soviet memihak Mesir dalam perang 1956 M melawan blok Barat. Uni Soviet juga memihak Arab dalam kekalahan perang 1967 M melawan Israel dan Barat. Pada tahun 1967 M itu juga, Uni Soviet mendukung revolusi Yaman melawan Inggris. Pada perang 1973 M, Uni Soviet memihak Arab saat Barat memihak zionis Yahudi. Hal yang sama dilakukan oleh Uni Soviet saat zionis Yahudi melakukan invasi militer terhadap Lebanon pada tahun 1982 M.
Setelah Uni Soviet runtuh pada tahun 1991 M, Rusia sebagai pewarisnya memihak Irak dalam perang Teluk melawan pasukan multinasional pimpinan AS. Pada tahun 2003 M, Uni Soviet menentang invasi militer Barat pimpinan AS terhadap rezim Shadam Husain. Perang ‘melalui perwakilan’ yang terakhir terjadi di kawasan Timur Tengah adalah perang antara kelompok Hizbullah (baca: Hizbul Lata, pent) Lebanon sekutu blok Timur melawan zionis Yahudi sekutu blok Barat.
Dalam seluruh perang ‘melalui wakil’ yang terjadi di kawasan Timur Tengah, pelakunya adalah bangsa Arab sekutu blok Timur melawan zionis Yahudi sekutu blok Barat, kecuali perang AS atas Irak yang dilakukan oleh AS langsung. Persekutuan Uni Soviet dengan bangsa Barat sebenarnya bukan didasari atas kecintaan kepada bangsa Arab dan kebencian kepada zionis Yahudi, melainkan semata-mata untuk merealisasikan ambisi-ambisi dan kepentingan-kepentingan Uni Soviet.
Jika kita sedikit menarik memori kita ke belakang, kepada perang Korea 1950 M, perang Vietnam 1956 M, krisis Kuba 1962 M dan perang Afghanistan 1979 M, plus peperangan-peperangan antara kedua blok di kawasan Timur Tengah, maka kita melihat dengan jelas bahwa peperangan antara bangsa-bangsa biasanya berakhir dengan kesepakatan pembagian wilayah dan kekuasaan antara kedua belah blok dan sekutunya yang berperang di atas jutaan manusia yang tewas. Kedua blok memberikan dukungan politik dan militer, sementara rakyat mengorbankan nyawa, harta, dan negara mereka sebagai harga dari dukungan politik dan militer tersebut.
Inilah hal yang akan terjadi di Suriah jika konflik berubah menjadi perang antar kelompok. Terlebih berlabuhnya Kapal Induk Rusia di pelabuhan Tarsus mengingatkan kita dengan perang Vietnam, di mana kapal Induk Uni Soviet memberikan dukungan kepada sekutunya, Vietnam Utara berdekatan dengan kapal induk Amerika Serikat yang juga memberikan dukungan kepada sekutunya, Vietnam Selatan. Kami ingin mengingatkan bahwa kami sengaja memaparkan cukup panjang tentang sejarah peperangan pada masa di kawasan ini, supaya kita bisa memahami dan mengerti dengan baik perjalanan peristiwa dan alur sejarah, agar kita bisa memetik pelajaran darinya.
Pada peperangan-peperangan ‘melalui wakil’ yang telah lalu selalu terjadi perimbangan dengan terbaginya perang antara pihak utara dan selatan atau Arab sekutu komunis Timur dengan zionis Yahudi sekutu Barat; dengan kawasan pertempuran yang terbatas.
Adapun peperangan saat ini perimbangan perang tidak seperti perimbangan pada peperangan-peperangan lain, karena kekuatan internasional menginginkan peperangan ini sebagai peperangan agama antara Ahlus sunnah dan Rafidhah. Adapaun kawasan pertempurannya terbuka lebar, sebab dalam semua negara Islam termasuk di dalamnya kawasan semenanjung Arab, terdapat kelompok Rafidhah dan ahlus sunnah.
Dunia internasional, terkhusus Barat, mengetahui sepenuhnya pengertian perang agama. Perang agama biasanya berlangsung sengit dalam jangka waktu yang panjang, dan meninggalkan dendam dalam jiwa melebihi segala bentuk peperangan lainnya. Pada tahun 1618 M meletus peperangan agama antara pemeluk Katolik dan Protestan sehingga merobek-robek bangsa Eropa. Perang itu dikenal dengan sebutan perang tiga puluh tahun, karena ia berlagsung sampai tahun 1648 M. Jika peperangan seperti ini terjadi di negara kita, maka seluruh negeri kaum muslimin akan terobek-robek, wallahu a’lam.
Sesungguhnya tidak adanya kekuatan Islam yang sesungguhnya [1] akan memberikan kesempatan emas bagi blok Barat dan blok Timur untuk menerapkan skenario perang tiga puluh tahun terhadap negara kita.
Mungkin ada orang yang akan mengatakan bahwa susunan kelompok di Suriah jauh dari scenario seperti itu dan kita tengah hidup dalam periode satu blok saja, karena blok komunis telah runtuh.
Namun kita tidak boleh lupa bahwa Syiah Nushairiyah adalah sebuah kekuatan militer di Suriah, menghadapi bangsa muslim Ahlus sunnah yang tidak bersenjata. Jika Amerika Serikat memberikan dukungan kepada Tentara Kebebasan Suriah (pro revolusi rakyat), maka yang terjadi adalah tentara (rezim Nushairiyah) melawan tentara. Selanjutnya, sangat mungkin Hizbullah (baca: Hizbul Lata) Lebanon yang memiliki faktor-faktor penopang tegaknya Negara melakukan intervensi militer untuk memihak kepentingan rezim Nushairiyah [2]. Belum lagi Iran yang akan mendorong Irak untuk menerjuni kancah peperangan ini [3]. Keterlibatan Irak melalui kekuatan militer Syiah yang menguasai negara Irak berarti terbentuknya front Syiah Rafidhah bersatu, sejak dari Iran, Irak, rezim Nushairiyah Suriah sampai Hizbullah di Lebanon.
Keterlibatan Irak berarti saat membagi-bagi wilayah Irak telah tiba dan berada dalam genggaman. Inilah yang diinginkan oleh AS dari Timur Tengah Baru. Boleh jadi penarikan mundur tentara AS dari Irak —setelah AS mengamankan kepentingan-kepentingannya di Irak— adalah untuk member kesempatan kepada kekuatan Syiah di Irak untuk mendukung rezim Nushairiyah Suriah melawan Ahlus sunnah di Suriah.
Pembagian wilayah Irak merupakan tuntutan negara Syiah Iran guna memperkuat pengaruh dan cengkeraman Iran atas Irak. Hal itu juga merupakan tuntuan para pemimpin Rafidhah di wilayah Irak Selatan yang memang dipersiapkan untuk memisahkan diri dari pemerintahan pusat di Baghdad. Bagi kelompok suku Kurdi di Irak Utara, perang antar kelompok di kawasan Timur Tengah member mereka jalan untuk melebarkan sayap kekuasaannya atas wilayah-wilayah suku Kurdi di Suriah. Pada akhirnya, penarikan mundur tentara AS dari Irak memberi tentara AS kesempatan untuk menerjuni perang yang sengit dan menyiapkan kondisi bagi pelebaran sayap kekuasaan front Syiah bersenjata dari Teheran sampai Beirut, yang didukung oleh blok komunis Timur dalam rangka merobek-robek negeri kaum muslimin.
Pada saat yang sama, kelompok muslim ahlus sunnah di kawasan Timur Tengah menghadapi sedikitnya bantuan. Kondisi mengenaskan yang dialami oleh muslim ahlus sunnah di Iran dan Irak sudah menjadi rahasia umum. Sementara umat muslim ahlus sunnah di Suriah menghadapi pembantaian setiap hari. Adapun umat muslim ahlus sunnah di Lebanon dijepit oleh senjata kelompok Kristen dan kelompok Syiah Rafidhah.
Penerapan skenario perang ini dan pembagian wilayah negara antara kelompok Ahlus sunnah dan kelompok Rafidhah akan menjadikan situasi di negara-negara front Rafidhah sebagai berikut ini:
a. Irak
Irak akan terpecah menjadi tiga negara; negara Rafidhah yang kaya minyak di wilayah Irak Selatan, negara Ahlus sunnah yang lemah di Irak Tengah, dan negara Kurdistan di Irak Utara. Sementara di Suriah dan Lebanon, negara akan terbagi-bagi sesuai wilayah-wilayah dominasi masing-masing kelompok Ahlus Sunnah atau Rafidhah. Tentunya dengan tetap terjaganya kepentingan-kepentingan kelompok Kristen di kawasan itu.
b. Negara zionis Yahudi
Negara zionis Yahudi akan menjadi kepanjangan tangan blok Barat dalam peperangan ini. Blok Barat akan meningkatkan ‘kecerdasan’ negara zionis Yahudi dan sekaligus mempertahankan kekuatan kelompok Syiah Nushairiyah di kawasan itu sebagai pisau beracun atas jantung kaum muslimin.
Nushairiyah dan zionisme adalah dua wajah bagi satu mata uang. Sudah terkenal dalam sejarah bagaimana kelompok Syiah Nushairiyah selalu berpihak kepada setiap penjajah yang menyerbu negeri-negeri kaum muslimin. Dukungan zionis Yahudi kepada rezim Nushairiyah Suriah akan membuat blok Barat senang, karena blok Barat sendiri tidak bisa menampakkan dukungannya kepada rezim Nushairiyah Suriah secara terang-terangan, demi mempertahankan dukungan dari sekutu-sekutunya dari kelompok Sunni.
Barangsiapa membaca surat-surat kelompok Nushairiyah kepada penjajah Prancis selama masa penjajahan Prancis terhadap Suriah dan Lebanon, akan mengetahui sepenuhnya bahwa permintaan zionis Yahudi sekutu Barat kepada kelompok Alawiyah (Nushairiyah) agar mengamankan diri kepada zionis Yahudi saat kelompok itu berada dalam kondisi terancam, bukanlah sebuah permainan belaka. Blok Barat dan zionis Yahudi tidak menemukan sekutu di kawasan Timur Tengah yang lebih baik daripada kelompok Nushairiyah.
Pihak penjajah Barat sangat lihai menjamin kesetiaan antek-anteknya setelah menghinakan mereka dan mengawasi aib-aib mereka, sama halnya dengan kelihaian penjajah Barat mengangkat para antek tersebut sebagai penguasa-penguasa dan mentri-mentri. Pihak Barat tidak mendukung ahlus sunnah karena kecintaan kepada ahlus sunnah dan kebencian kepada Nushairiyah. Dukungan penjajah Barat semat-mata didasarkan kepada keinginan mengusir blok sosialis Timur dari kawasan Timur Tengah, sehingga blok Barat bisa sendirian menguasai kawasan tersebut dan bisa merealisasikan rencana-rencana jahatnya dalam memberangus revolusi-revolusi rakyat, merobek-robek wilayah, dan merampok kekayaannya. Caranya adalah melebarkan sayap kekuasaannya sepenuhnya atas kawasan tersebut dengan tetap mempertahankan para anteknya, kelompok Nushairiyah.
Dalam kondisi peperangan seperti itu, zionis Yahudi mendapatkan kesempatan emas untuk mengeraskan cekikan terhadap penduduk muslim Palestina dan mencoba mengusir mereka guna menyempurnakan rencana Yahudisasi Palestina. Zionis Yahudi akan menjadi kekuatan Yahudi bersatu yang didukung oleh blok Barat, berhadapan dengan kekuatan Islam yang telah terpecah-belah, saling bermusuhan, dan memerlukan bantuan dari zionis Yahudi dan blok Barat.
Dengan demikian, upaya mengamankan perbatasan zionis Yahudi, merealisasikan rencana-rencana jahatnya, dan melemahkan revolusi-revolusi kaum muslimin yang telah menumbuhkan kegentaran dalam hati kekuatan Penjajah dan memaksa zionis Yahudi dan kekuatan-kekuatan adidaya dunia baik blok Timur maupun blok Barat untuk mengubah taktik mereka di kawasan Timur Tengah, akan tergantung kepada terjadinya peperangan antar kelompok ini, berapapun harganya.
Terjadinya peperangan antar kelompok akan membuat zionis Yahudi memetik banyak manfaat dari revolusi-revolusi rakyat muslim sunni yang pada awalnya menggentarkan zionis Yahudi dan mengancam eksistensinya. Jika perang antar kelompok tidak terjadi, maka rencana-rencana jahat zionis Yahudi akan menemui kegagalan, dan hal itu berarti masa tumbangnya negara penjajah itu semakin dekat.
c. Negara-negara Arab dari Samudra Hindia sampai Teluk Persia
Negara-negara Arab dari Samudra Hindia sampai Teluk Persia yang berevolusi akan menjadi panggung ideal dan pasar ekonomi yang besar bagi perdagangan senjata, jika peperangan antar kelompok benar-benar terjadi di kawasan tersebut. Seperti biasanya, berhala-berhala negara-negara Arab yaitu rezim-rezim penguasanya akan terpecah-belah memihak blok Timur dan blok Barat, baik secara terang-terangan maupun secara diam-diam.
Pada akhirnya, nampaknya kekuatan-kekuatan tersembunyi yang bekerja dari belakang layar ini tetap melanjutkan efektifitas program-programnya demi menciptakan peperangan antar kelompok. Mereka akan berusaha mempertahankan rezim Suriah dan menjaga pemimpinnya, Bashar Asad, meskipun di media massa mereka menampakkan dirinya sebagai pihak yang menginginkan perlindungan bagi nyawa kaum muslimin sunni Suriah.
Rusia tidak akan mundur dari membela rezim Nushairiyah Suriah dan menganggapnya sebagai lampu merah. Sementara blok Barat akan menjadikan sikap Rusia dan Cina tersebut sebagai alasan untuk melakukan intervensi langsung guna menyelesaikan konflik di Suriah. Maka siasat blok Timur terhadap blok Barat akan tetap sama, meskipun Uni Soviet telah runtuh. Demikian pula siasat blok Barat terhadap blok Timur masih tetap sama, karena keduanya memiliki kesamaan siasat yaitu kerakusan dan keinginan berkuasa.
Kesimpulan:
- Jika rakyat Suriah ingin menghadang dan meruntuhkan rencana jahat kekuatan internasional ini, mereka tidak boleh mencukupkan diri dengan demonstrasi damai. Mereka harus bergerak menuju kantor-kantor pemerintahan dan mempersenjatai diri dengan senjata apapun, selain senjata akidah dan iman.
- Tentara Kebebasan Suriah harus melepaskan diri dari naungan Dewan Transisi Nasional Suriah yang merupakan kepanjangan tangan blok Barat dan jangan pula menggantungkan harapan kepada Amerika yang mendengki dan memerangii kaum muslimin. Tentara Kebebasan Suriah harus mengangkat panji Laa Ilaaha Illa Allah dan hanya memohon pertolongan dan bantuan kepada Allah SWT, kemudian bersandar kepada usaha-usaha keras sendiri dan kesabaran panjang rakyat Suriah dalam rangka memerangi rezim kezaliman. Tentara Kebebasan Suriah harus meyakinkan kelompok-kelompok (minoritas) bahwa tiada manfaatnya mendukung rezim Nushairiyah Suriah dan berusaha keras untuk membunuh Bashar Asad dan saudaranya Mahir Asad guna mempercepat jatuhnya rencana jahat tersebut sebelum kesempatan hilang. Hanya kepada Allah kita bersandar.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Lajnah Siyasiyah li-Tanzhim Fath Al-Islam
(Divisi Politik Organisasi Fatah Islam)
Ahad, 5 Rabi’ul Awwal 1433 H / 29 Januari 2012 M
_____________
[1]. Aliansi rezim Nushairiyah Suriah memang didukung oleh milisi Syiah Shabihah Suriah, milisi Hizbul Lata Lebanon, negara Syiah Itsna ‘Asyariyah Iran, negara Syiah Irak dan negara komunis Rusia. Aliansi ini membentuk sebuah kekuatan ekonomi, politik, dan militer yang tangguh. Namun bukan berarti tidak bisa dilawan dan dikalahkan oleh umat Islam. Saat ini di Suriah sudah terdapat kekuatan jihad Islam yang sesungguhnya, yang mengusung akidah Islam yang lurus dan cita-cita menegakkan khilafah Islam dan menerapkan syariat Islam di Suriah. Di antaranya adalah kelompok jihad Jabhah An-Nushrah, yang sering diidentifikasikan oleh banyak penamat sebagai ‘sayap Al-Qaeda’. Jabhah An-Nushrah telah memiliki anggota di banyak wilayah Suriah dan operasi-operasi jihadnya mengguncangkan militer rezim Nushairiyah. Selain Jabhah An-Nushrah, terdapat beberapa kelompok mujahidin Islam lain seperti brigade Ahrar Asy-Syam, brigade Al-Anshar, brigade Saraya At-Tauhid, dan lain-lain.
Tentara Kebebasan Suriah adalah sebuah organisasi yang menyatukan para tentara/polisi yang disersi dan berpihak kepada revolusi rakyat muslim Suriah. Secara umum, organisasi ini bercorak nasionalis-sekuleris. Namun tidak semua kelompok dan satuan militer di dalamnya mengusung paham nasionalisme-sekulerisme. Banyak kelompok dan satuan militernya yang mengusung panji jihad fi sabilillah demi menegakkan syariat Allah dan khilafah Islamiyah. Misalnya brigade Ubadah bin Shamit, brigade Shuqur al-Ladzikiyah, brigade Zaid bin Haritsah, brigade Ash-Shahba’, dan banyak lainnya. Hal itu nampak jelas dalam situs-situs resmi kelompok-kelompok dan kesatuan-kesatuan militer tersebut.
Maka tidak seyogyanya memandang perjuangan kelompok dan kesatuan militer tersebut sebagai perjuangan nasionalis-sekuler yang tidak bernilai jihad fi sabilillah, hanya karena secara organisasi berada di bawah paying Tentara Kebebasan Suriah.
[2]. Keterlibatan milisi Syiah Hizbul Lata Lebanon bersama militer rezim Nushairiyah Suriah dalam membatai warga sipil muslim sunni Suriah sudah menjadi rahasia umum. Media massa Suriah, Timur Tengah dan internasional hampir setiap hari menampilkan berita dan video tentang hal itu. Selama beberapa pecan terakhir, militer rezim Nushairiyah Suriah dan milisi Hizbul Lata Lebanon sibuk mencari 12 warga Lebanon yang ditahan oleh mujahidin dan Tentara Kebebasan Suriah. Siapa lagi ke-12 warga Lebanon itu jika bukan anggota milisi Hizbul Lata yang tertawan dalam kontak senjata? Puluhan warga Lebanon yang tewas di Suriah dan diangkut serta dimakamkan di Iran, siapa lagi mereka itu jika bukan anggota milisi Syiah Hizbul Lata?
[3]. Keterlibatan negara Syiah Itsna ‘Asyariyah dalam pembantaian atas warga muslim sunni Suriah sudah menjadi rahasia umum. Pernyataan para wartawan dan petinggi Iran sendiri menegaskan bahwa militer Iran melatih pasukan khusus Suriah untuk memberangus para demonstran dan membantai penduduk sunni. Iran juga mengirimkan persenjataan dan amunisi kepada militer rezim Suriah, melalui pesawat-pesawat sipil dan Kapal Induk Iran yang ironisnya sempat berlabuh di pelabuhan Jedah. Iran juga mengirimkan sedikitnya 15.000 anggota pasukan khusus (Quds Force) untuk memerangi para demonstran, mujahidin, dan Tentara Kebebasan Suriah. Tentara Kebebasan Suriah pernah menayangkan video para tentara elit Iran yang berhasil mereka tawan.
Keterlibatan negara Syiah Irak di Suriah juga sangat jelas. Irak mengirimkan minyak bumi Irak ke Suriah dalam jumlah sangat besar dan sebagai gantinya Suriah menyerahkan produk ekspornya untuk dijualkan oleh Iran dan Irak yang bernilai miliaran dolar. Milisi-milisi Syiah Irak juga mengirimkan personil dan persenjataan untuk memerangi para demonstran, mujahidin, dan Tentara Kebebasan Suriah.
International Jihad Analysis
http://www.arrahmah.com
filter your mind, get the truth
(muhib almajdi/arrahmah.com)