JALUR GAZA (Arrahmah.id) – Mantan perwira intelijen Korps Marinir Amerika Serikat (AS), Scott Ritter, mengungkapkan sebuah penilaian objektif terkait konflik yang terjadi antara Hamas dan “Israel”.
Penilaian yang diungkapkan Ritter itu menampar rezim Zionis “Israel” yang selama ini pongah dengan kekuatan militernya. Pasalnya, dalam analisa tersebut Ritter mengungkapkan bahwa Hamas telah mencapai kemenangan besar atas tentara “Israel”.
Ritter tidak setuju jika serangan 7 Oktober yang dilancarkan oleh Hamas disebut sebagai serangan teroris. Sebab, dia menilai serangan tersebut merupakan serangan militer yang menumbangkan kesombongan militer dan intelijen “Israel”.
“Hamas telah mencapai kemenangan besar atas militer ‘Israel’,” kata Ritter dalam sebuah artikel yang dikutip Palestine Chronicle, pada Rabu (22/11/2023).
“Elemen dasar dari kemenangan ini sudah ditetapkan dengan baik,” lanjutnya.
Penilaian Ritter ini ditulis dalam sebuah artikel yang berjudul, “The most successful military raid of this century: the October 7 Hamas assault on ‘Israel’ (Serangan militer paling sukses abad ini: serangan Hamas 7 Oktober terhadap ‘Israel’).”
Dalam artikel tersebut, Ritter memaparkan analisis unik mengenai apa yang terjadi pada 7 Oktober antara pejuang Hamas dan militer “Israel”.
“’Israel’ telah menggolongkan serangan yang dilakukan oleh Hamas terhadap berbagai pangkalan militer dan pemukiman militer ‘Israel’ sebagai tindakan terorisme besar-besaran, menyamakannya dengan serangan teror 11 September 2001 terhadap Amerika Serikat,” tulis Ritter, yang juga mantan inspektur senjata Komisi Khusus PBB.
“Masalah dengan klaim ‘Israel’ adalah bahwa klaim tersebut terbukti salah atau menyesatkan,” lanjut dia yang mengkritik klaim pencapaian militer “Israel” dalam perang melawan Hamas.
“Hampir sepertiga dari korban ‘Israel’ terdiri dari petugas militer, keamanan, dan polisi. Terlebih lagi, ternyata pembunuh nomor satu warga ‘Israel’ pada 7 Oktober bukanlah Hamas atau faksi Palestina lainnya, melainkan militer ‘Israel’ sendiri. Video yang baru-baru ini dirilis menunjukkan helikopter Apache ‘Israel’ tanpa pandang bulu menembaki warga sipil ‘Israel’ yang mencoba melarikan diri dari Supernova Sukkot Gathering yang diadakan di gurun terbuka dekat Kibbutz Re’im, pilotnya tidak dapat membedakan antara warga sipil dan pejuang Hamas. Banyak kendaraan yang pemerintah ‘Israel’ tunjukkan sebagai contoh kedurhakaan Hamas dihancurkan oleh helikopter Apache ‘Israel’,” paparnya.
Klaim Ritter itu juga didukung oleh informasi baru berdasarkan penilaian keamanan “Israel” sendiri, yang diterbitkan oleh surat kabar “Israel”, Haaretz, pada Sabtu pekan lalu.
Ritter juga membantah klaim awal “Israel” terkait isu pembantaian 40 anak-anak oleh Hamas, di mana klaim tersebut banyak diulangi oleh pejabat Barat dan dipublikasikan secara massif oleh media.
“Pemerintah ‘Israel’ harus menarik kembali klaimnya bahwa Hamas memenggal 40 anak-anak dan tidak memberikan bukti yang dapat dipercaya bahwa Hamas terlibat dalam pemerkosaan atau pelecehan seksual terhadap seorang wanita ‘Israel’. Laporan saksi mata menggambarkan para pejuang Hamas sebagai orang yang disiplin, tekun, dan mematikan dalam serangan tersebut, namun tetap sopan dan lembut ketika berhadapan dengan tawanan sipil,” kata Ritter.
“Pertanyaan yang muncul adalah mengapa pemerintah ‘Israel’ berusaha keras untuk membuat narasi yang dirancang untuk mendukung karakterisasi yang salah dan menyesatkan dari serangan Hamas pada 7 Oktober terhadap sistem perlawanan Gaza sebagai tindakan terorisme?” tuturnya.
Ritter kemudian melanjutkan, baha jawabannya adalah, Karena yang terjadi pada 7 Oktober bukanlah serangan teroris, melainkan serangan militer.”
“Perbedaan antara kedua istilah tersebut adalah siang dan malam —dengan melabeli peristiwa 7 Oktober sebagai aksi terorisme, ‘Israel’ mengalihkan tanggung jawab atas kerugian besar tersebut ke pihak militer, keamanan, dan badan intelijennya, lalu ke Hamas. Namun, jika ‘Israel’ mengakui bahwa apa yang dilakukan Hamas sebenarnya adalah sebuah penyerbuan —sebuah operasi militer— maka kompetensi militer, keamanan, dan badan intelijen ‘Israel’ akan dipertanyakan, begitu pula kepemimpinan politik yang bertanggung jawab untuk mengawasi dan mengarahkan operasi mereka,” terangnya.
Ritter berpendapat bahwa Hamas telah mencapai kemenangan besar atas tentara “Israel”, dengan alasan bahwa elemen dasar dari kemenangan ini sudah ditetapkan dengan baik.
“Hamas secara efektif menetralisir badan intelijen ‘Israel’ yang dibanggakan, membutakan mereka terhadap kemungkinan serangan dalam skala sebesar ini,” katanya.
“Ketika serangan itu terjadi, Hamas mampu menyerang dengan tepat titik-titik pengawasan dan komunikasi yang diandalkan IDF untuk memobilisasi respons jika terjadi serangan,” lanjut dia.
“Hamas mengalahkan tentara ‘Israel’ yang ditempatkan di sepanjang tembok pembatas dalam pertarungan stand-up. Dua batalyon Brigade Golani berhasil dikalahkan, begitu pula elemen unit IDF kebanggaan lainnya,” sambungnya.
“Hamas menyerang Markas Besar Divisi Gaza, pusat intelijen lokal, dan fasilitas komando dan kendali utama lainnya dengan ketepatan yang brutal, mengubah waktu respons yang seharusnya lima menit menjadi berjam-jam —lebih dari cukup waktu bagi Hamas untuk melaksanakannya. salah satu tujuan utamanya— penyanderaan. Hal ini mereka lakukan dengan sangat mahir, kembali ke Gaza dengan membawa lebih dari 230 orang yang terdiri dari tentara ‘Israel’ dan warga sipil,” jelasnya. (Rafa/arrahmah.id)