LONDON (Arrahmah.id) – Jika pemerintah Swedia tidak mengubah undang-undangnya mengenai penyebaran kebencian, Organisasi Konferensi Islam (OKI) akan bertindak, analis geopolitik Saudi Salman Al-Ansari mengatakan kepada acara mingguan Arab News “Frankly Speaking.”
“Jika pemerintah Swedia dan sistem hukumnya tidak memperbaiki undang-undang mereka sehubungan dengan mengizinkan ekstremis dan radikal menyebarkan kebencian, maka saya tidak akan terkejut jika akan ada keputusan bulat untuk mengambil tindakan dari OKI.”
Komentar Al-Ansari muncul ketika OKI mengeluarkan pernyataan pada Ahad (23/7/2023) yang mengecam keras pembakaran Al-Qur’an oleh kelompok ekstremis sayap kanan yang disebut Danske Patrioter, atau Patriot Denmark, di luar Kedutaan Besar Irak di Kopenhagen pada Jumat (21/7).
Insiden itu hanyalah yang terbaru dari serentetan insiden di Denmark dan Swedia yang memicu badai diplomatik, yang kini mengancam hubungan negara-negara Nordik dengan dunia Muslim.
Awal pekan ini, Salwan Momika, seorang imigran Irak yang tinggal di Swedia, menodai Al-Qur’an, hanya beberapa pekan setelah dia membakar halaman kitab suci di luar masjid Stockholm.
Pada Januari, Rasmus Paludan, seorang pemimpin sayap kanan Denmark, juga membakar Al-Qur’an di depan kedutaan Turki di Stockholm.
Para pemimpin dan pemerintah Muslim di seluruh dunia Islam mengutuk tindakan ini, yang telah diizinkan oleh otoritas lokal seolah-olah sejalan dengan hak kebebasan berekspresi.
Dalam sebuah pernyataan pada Ahad (23/7), Hissein Brahim Taha, sekretaris jenderal OKI, menyatakan ketidakpuasannya yang mendalam atas insiden berulang “pelanggaran terhadap kesucian Islam,” menambahkan bahwa tindakan tersebut “merupakan hasutan untuk kebencian, intoleransi dan diskriminasi agama” yang akan memiliki konsekuensi berbahaya.
“Membakar salinan kitab suci mana pun, apakah itu Al-Qur’an, Injil, Taurat, atau kitab suci mana pun, benar-benar menjijikkan dan tidak dapat dibenarkan, dan itu adalah tindakan kebencian yang ekstrem. Jika ini bukan kebencian, lalu apa yang dimaksud dengan kebencian? Ini pertanyaan saya,” kata Al-Ansari.
Dia menuduh otoritas Swedia munafik, menyoroti kasus aktivis sayap kanan yang dapat dibenarkan menghadapi tuntutan karena menggunakan slogan-slogan Nazi sementara tindakan anti-Muslim tidak dihukum.
“Mereka berdalih bahwa tindakan membakar Al-Qur’an atau membakar kitab suci manapun adalah bagian dari kebebasan berekspresi. Lantas, bagaimana dengan slogan-slogan Nazi? Itu pertanyaannya,” kata dia.
“Tapi mengapa itu hanya terjadi ketika menyangkut slogan-slogan Nazi dan tidak berkaitan dengan menyebarkan kebencian, kebencian terhadap 1,7 miliar orang, baik Muslim atau Kristen atau Yahudi atau kelompok apa pun?
“Jadi, yang kami inginkan hanyalah mendapat tinjauan yang masuk akal dari pemerintah Swedia. Ini demi mereka. Karena pada akhirnya, Anda tidak ingin membahayakan hubungan yang Anda miliki dengan 57 negara Muslim karena hanya memenuhi tuntutan sekelompok radikal dan ekstremis yang ingin menyebarkan kebencian bukan?” (zarahamala/arrahmah.id)